10

6.1K 532 50
                                    

Bagi Jungkook keluarganya itu ibarat matahari sedangkan Kim Yugyeom adalah Rembulan. Alasan mengapa ia memilih keluarganya sebagai mataharinya ialah karena keluarga adalah segala baginya. Namun karena benda langit yang satu ini memiliki pancaran yang paling terang dan cahayanya mampu menyilaukan dan yang lebih lagi dapat menyengat tubuhnya, maka Jungkook memilih bulan sebagai tempat paling tepat untuk berlindung dan mengobati segala luka yang dilakukan matahari. Walau cahaya rembulan tak dapat menandingi matahari sekalipun, tapi Jungkook mendapat kenyamanannya disana. Setidaknya begitu, walau ia tahu baik Matahari maupun Rembulan, mereka berdua tidak benar-benar selamanya ada untuknya.

Saat Jungkook tersadar dari pingsannya, wajah yang menyambutnya pertama kali ialah Yugyeom dengan mata berkaca-kaca hampir menangis.

"Hei...jangan tidur lagi. kau membuatku takut." pada akhirnya pertahanannya runtuh. Yugyeom lemah jika dihadapannya seorang Jeon Jungkook. Anak yang terkenal akan tinjuan mautnya dan ditakuti seluruh siswa disekolahnya itu, menangis tersedu-sedu sambil memegang tangan jungkook yang diperban kelewat lembut, seolah tangan ringkih itu bisa hancur kapan saja.

Jungkook tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sebagai balasan. Ia sangat bersyukur kepada Tuhan, karena telah diperkenankan bertemu dengan sosok sahabat sekaligus pelindung yang tulusㅡKim Yugyeom. Kelaraan dan ketidakberdayaan selama ini yang ia panggul dibahunya terobati walau hanya sedikit berkat kehadiran Yugyeom.

"Jangan tersenyum seperti itu bodoh." Yugyeom memalingkan wajahnya, enggan menatap wajah bodoh seorang Jeon Jungkook. "Bagaimana bisa kau tersenyum disaat oranglain nyaris terkena serangan jantung, Jungkook!" Yugyeom kembali menatap Jungkook dengan pandangan jengkel, namun masih dengan sesenggukan.

"Lalu aku harus bagaimana? Ikut menangis dan bertanya,'aku ada dimana?' begitu?" Balas Jungkook masih dengan mengulas senyum yang kini berubah senyuman usil.

Yugyeom berdecak sambil mengelap air matanya, melipat kedua tangannya didepan dada,"kau ini, sedang dalam keadaan sakit pun masih tetap menyebalkan."

Alisnya menukik menatap geram Jungkook. Namun sialnya hanya dibalas kekehan serak Jungkook, "oke, terserah. Aku akan memanggil dokter sebentar. Dia harus tau kalau manusia bebal ini sudah siuman."

Yugyeom tegak beranjak dari kursi, "Dan menjelaskan berapa banyak jahitan yang ada dikepalamuㅡ"

Namun ketika Yugyeom membalikkan badan, langkahnya terhenti ketika merasakan baju tersangkut. Memalingkan pandangan dan mengeryit heran.

Sebab bajunya ditahan oleh tangan Jungkook. Ia Menatap Jungkook dengan pandangan bertanya, sementara yang ditatap hanya membalasnya dengan pandangan lurus, "wae?"

"Jangan pergi." Sebenarnya sejak tersadar, Jungkook merasakan pusing pada kepalanya. Namun, ia tetap menanggapi curahan hati Yugyeom dengan bahasa yang baik dan lancar serta ulasan senyuman manis. Semua itu dilakukannya karena tidak ingin memicu tangis Yugyeom kian pecah. Sejak dulu, anak itu benar-benar sangat melankonis jika sudah dihadapkan Jungkook yang terluka.

"Wae?" Yugyeom kembali bertanya tak mengerti. Melangkah kembali mendekat lalu berujar. "Dokter harus memeriksamu dan menjelaskan semuanya."

"Tidak perlu diperiksa lagi. Aku hanya ingin pulang."

"Tsk. Jangan berujar tentang hal konyol, Jung. Kau tau seberapa banyak jahitan yang ada dikepalamu itu?" Yugyeom yang tidak setuju dengan perkataan yang dilontarkan Jungkook berseru jengkel dan hanya dibalas gelengan tanpa dosa seorang Jeon Jungkook. Seolah ia tidak berminat dengan berapa jumlah jahitan yang didapatkannya ataupun seberapa lebar lukanya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa didalam hatinya ia cemas dan penasaran bukan main.

THE HOPE (✓)Where stories live. Discover now