1

20.7K 831 72
                                    

Jam weker di samping tempat tidurnya telah berdering nyaring. Yang menandakan sudah saatnya untuk bangun. Tangannya tergerak guna mematikan alarm. Dirinya mencoba memposisikan duduk bersandar pada dinding. Menguap sesaat sambil mengerjap menghalau kantuk yang masih menguasai diri, lantas ia melirik kearah jam yang ada disampingnya. Pukul 03:30 AM. Ah, sudah pagi ternyata. Meski masih terasa begitu mengantuk tapi dirinya harus tetap bangun.

Tetap memaksa tubuh untuk beranjak meninggalkan kasur. Dan segera meraup handuk yang ia gantungkan didinding. Mulai melangkah gontai menuju kamar mandi yang ada didekat dapur.

Usai mandi dan mengenakan pakaian seragam sekolah kebanggaannya. Tersenyum simpul melihat pantulan dirinya dicermin kamar mandi. Ternyata usaha belajarnya selama ini tidak sia-sia. Dengan gigih serta giatnya belajar, Jungkook mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya pada salah satu sekolah elit di Seoul.

Namun senyum itu tak berselang lama. Tidak ada bibir yang membentuk kurva manis lagi, hanya ada garis lurus. Mata penuh binarnya perlahan meredup, terganti dengan sorot sendu dan hampa. Kembali mengingat tentang siapa dirinya yang begitu percaya diri 'tuk bisa menelusup pada kebahagiaan mereka yang sudah ia sakiti tanpa sentuhan. Keluarganya, yang sudah terlanjur beku.

"Ah ... Tidak apa-apa." katanya dengan suara bergetar.

Jungkook mencoba kembali menarik kedua sudut bibirnya. Tersenyum pun mencoba menghalau sesak yang terasa mencekik, "semua pasti akan kembali baik-baik saja, Jungkookie. Kau harus kuat. Semua akan berakhir, sedih sementara lantas bahagia selamanya." Menundukkan kepala, sebab merasa tak yakin.

Lantas meraup udara untuk menetralkan sesak dalam dada, "Sebaiknya aku harus segera menyelesaikan tugasku sebelum hyungie bangun."

Senyumnya kembali merekah dan binar semangat dimatanya pun ikut berapi-api. Jungkook bergegas melakukan tugasnya. Membersihkan rumah, mengepel, memasak dan masih banyak lagi.

Jungkook mengalihkan atensinya pada wajan penggorengan ketika mendengar suara kursi berderit bergeser dari posisinya," Taetae hyung, sudah bangun." Ia tersenyum begitu lebar. Tetapi, seseorang yang baru saja disapanya hanya menatap datar. Sudah biasa. Jungkook akan tetap tersenyum meski mendapat perlakuan tidak baik sekalipun.

Seolah tak takut Jungkook malah melanjutkan, "masakanku sudah hampir matang. Hyungie mandi saja dulu. Nanti-"

Belum selesai Jungkook berbicara, perkataannya terpotong akibat terkejut karena gebrakan keras meja yang dibuat Taehyung.

BRAKK!

"Berhenti bicara, brengsek. Kau benar-benar merusak moodku pagi ini. Jangan bertingak seolah kau bukan pendosa besar penyebab orangtuaku meninggal."

Jungkook dapat melihat kilatan amarah terbalut benci dimata sang kakak, "Tunggu?" Jeda sesaat sebelum melanjutkan. "kau tadi memanggilku apa? Hyung? Hyungie?" Taehyung berjalan mendekat kearah Jungkook dan-

Plaakk!

Taehyung menamparnya. Jungkook hanya bisa menundukkan kepala takut" maaf aku-"

"Maaf! Maaf! seharusnya kau sadar siapa dirimu.  Kau bukan adikku. Kau bukan saudaraku. Kau hanya pembantu disini, bocah! Jangan terlalu tinggi jika bermimpi. Takkan ada sudi memiliki saudara seorang pembunuh seperti dirimu. Terlebih kau yang sudah membunuh kedua orangtuaku!"

Seperti ada sembilah belati yang menancapkan diri secara paksa didalam hati, perkataan Taehyung begitu menyakiti. Namun, ia tak punya hak untuk merasa paling tersakiti.

Jungkook menunduk serta membungkuk, membuat permohonan maaf untuk yang kesekian kalinya. "maafkan aku, Tuan. Aku tidak akan-"

Perkataan Jungkook kembali dipotong oleh Taehyung, "Aku bahkan sudah terlampau muak mendengar maaf dari mulut sampahmu itu! Apa kau pikir maafmu mampu menghidupkan orangtuaku yang telah mati? Enyahlah dari wajahku sekarang juga, sialan. Jangan sampai tanganku menjadi kotor hanya karena omongmu yang tak berguna itu!"

THE HOPE (✓)Where stories live. Discover now