25

18 4 0
                                    

***

Sarapan buat kamu. Aku pergi ke kantor dulu sebentar.

- Biru.

Grey tersenyum saat pelayan kamar mengantarkannya makanan dan secarik kertas dari Biru.

Dengan masih memakai piyamanya, ia duduk di balkon kamarnya. Memandangi pemandangan laut yang tak pernah berubah.

Saat ia hendak mengambil botol alkohol yang ada di dekatnya, tiba-tiba ia terhenti. Kata-kata Biru terngiang dalam ingatannya saat ini.

Ada rasa bahagia tiap kali mengingatnya.

Ada juga perasaan marah yang datang bersamaan dengan itu.

Seharusnya, kata-kata Biru yang ia ucapkan semalam bisa membuat seorang perempuan terbang jauh melayang. Nyatanya, itu tidak berlaku bagi Grey. Lebih tepatnya, bagi seseorang yang pernah terluka.

Semua kata-kata manis itu bak silet yang bisa membuatnya terluka hanya dengan goresan kecil bernama harapan.

Grey mencoba untuk melupakan kata-kata yang Biru ucapkan. Tapi, semakin ia ingin lupakan, semakin ingin pula ia kembali berharap.

Berharap adalah hal bodoh yang saat ini tidak ingin ia lakukan.

Dan, semesta terus memberinya pilihan untuk terus berharap.

Ting.

Ponsel Grey berbunyi, menandakan sebuah pesan singkat masuk.

Biru: udah bangun?

Belum sempat Grey membalasnya, Biru mengiriminya pesan kembali.

Biru: siap-siap, ya.

Grey: buat?

Biru: sebentar lagi.

Grey: apanya?

Membaca pesan singkat dari Biru barusan, sontak saja membuat Grey mengerutkan dahinya. Ia tidak mengerti apa yang Biru tulis di pesannya.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya berbunyi. Tanda seorang mengetuk pintunya.

Grey bergegas membuka pintu kamarnya, dan seorang pelayan kamar kembali memberikan sebuah kotak besar untuknya.

"Ini untuk mba Grey," ucap pelayan kamar.

"Saya? Dari siapa?"

Pelayan kamar itu hanya tersenyum dan pamit.

Grey kebingungan setengah mati.

Ia memutuskan untuk membuka sebuah kotak besar berwarna merah hati itu.

Dan, betapa terkejutnya Grey saat melihat ke dalam isi kotak tersebut.

Sebuah gaun mewah berwarna merah hati, sama dengan warna kotak yang dikirimkan.

Tak hanya itu, di dalamnya juga terdapat sepucuk surat.

Grey mulai membacanya.

Aku tau, kamu memang udah terlahir cantik.

Tapi, aku ingin menunjukkan kepada dunia betapa cantiknya dirimu.

Jadilah pasanganku nanti malam untuk datang ke pesta ini.

Dan, jadilah yang tercantik.

Aku akan menunggu jawabanmu.

- Biru

Grey terhenyak.

Untuk sesaat, ia merasa terenyuh setelah membaca surat yang Biru tuliskan.

Namun, di saat yang bersamaan juga ia tersadar. Bahwa, ia tidak boleh jatuh cinta.

Tidak lagi.

Meski sekarang, rasanya Grey kembali jatuh ke dalam perangkap semesta soal cinta.

Ia buru-buru membuka ponselnya dan mengetikan sesuatu di sana.

Grey: aku gak bisa. Maaf.

Begitu pesan singkat yang dikirim Grey pada Biru. Setelah itu, Grey mematikan ponselnya. Ia tidak ingin mendengar balasan apapun yang mampu menggoyahkan keputusannya.

-

Setelah Biru membaca pesan singkat yang Grey kirimkan, ia begitu kecewa dan sedih.

Ia bahkan tidak dapat menutupi rasa sedihnya saat itu.

"Kenapa?" tanya Andi yang sedang bersamanya.

"Dia nolak," kata Biru.

Andi menepuk bahu Biru, dan berkata,"Tunggu aja. Kita gak bisa memaksa dia."

Biru mengangguk, sambil terus memandangi pesan singkat yang Grey kirimkan untuknya.

"Padahal, gue udah nyiapin semuanya. Hari ini seharusnya..."

It's me GreyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora