10

25 5 0
                                    

***

Hari sudah menunjukkan waktu pulang kerja, dan Grey pun bersiap untuk pulang. Andi sudah menawarkan diri agar Grey pulang bersamanya. Tapi, perempuan itu menolak. Grey memilih untuk pulang sendiri.

Tanpa disangka, ternyata Bintang sudah menunggunya di gerbang kantornya. Masih dengan motor yang dulu ia pernah naiki, Bintang menawarkan diri.

"Pulang bareng, yuk, Grey."

Grey mengangkat salah satu alisnya.

Ia bergumam,"Ini orang gak punya malu apa gimana? Kok gak ada rasa bersalahnya? Dan, masih sempet-sempetnya basa-basi?"

"Nggak, makasih," tolak Grey.

Baru Grey akan melangkah, Bintang menahan tangannya.

Sontak, Grey langsung menyentaknya.

"Ada yang mau gue omongin. Please, pulang sama gue," Bintang mencoba untuk memohon kepada Grey.

"Kita udah gak ada urusan."

Baru Grey akan meninggalkan Bintang, tapi langkahnya kembali terhenti saat melihat Biru sedang berdiri sambil tersenyum padanya.

"Biru?" panggil Grey.

"Hai, Grey," sapa Biru dengan tatapan hangatnya.

"Ngapain?"

"Kebetulan lewat di sini. Eh, pas banget ngeliat lo mau pulang. Mau dianter?"

Tanpa berpikir panjang, Grey langsung mengangguk,"Boleh."

Biru membukakan pintu mobilnya untuk Grey.

Bintang hanya mampu diam sambil melihat perempuan itu memilih pergi dengan orang lain.

Tanpa memperdulikan Bintang, Biru dan Grey langsung pergi meninggalkannya.

Di tengah perjalanan, dengan perasaan sungkan, Grey mencoba untuk membuka pembicaraan.

"Pak Biru, maaf, ya.."

"Kenapa?"

"Jadi ngerepotin. Tadinya saya mau nolak, cuma saya butuh bantuan tadi. Dan, terima kasih juga udah bantu saya menghindari laki-laki tadi," jelas Grey.

Biru tertawa renyah. Sambil menginjak pedal gas, ia melajukan mobilnya perlahan.

"Udah jam kantor kali, manggilnya gak usah pake 'pak'. Bahasanya gak usah terlalu formal."

Grey tersenyum kikuk.

"Lagian, gue emang beneran mau nganter lo pulang, kok. Jadi, gak usah ngerasa ngerepotin."

"M-makasih sebelumnya."

Sambil menikmati jalanan Ibu Kota di sore hari yang diwarnai dengan kemacetan, Biru mencoba untuk mencairkan suasana.

"Yang tadi, siapa emang?"

"Mantan."

Biru mengangguk.

"Mantan yang pernah lo ceritain itu, dia?" gumam Biru.

"Hah? Apa? Gak denger."

Biru dengan cepat menggeleng,"Oh, nggak."

Grey mengedarkan pandangannya sambil mengalihkan perasaan kikuknya.

"Kayaknya dia anak baru, ya? Gue belum pernah liat dia sebelumnya."

Grey tersenyum,"Iya, dia baru kerja hari ini."

Biru mengangguk.

Tak lama, Grey tertawa. Tawanya tersirat keanehan di sana.

Biru menoleh, dan bertanya,"Kenapa ketawa?"

Grey mulai membuka pembicaraannya,"Hidup itu lucu, ya."

Biru berusaha untuk menyimak apa yang ingin Grey katakan.

"Padahal, kita mati-matian menghindar. Tapi, takdir malah kembali mempertemukan. Dan, takdir juga yang bikin kita terluka pada akhirnya."

"Kadang, kita memang harus menghadapi, seberat apapun lukanya. Karena, terus menghindar itu gak akan menyelesaikan masalah apa-apa."

"Walau kita akan tetap terluka pada akhirnya?"

Biru tersenyum.

"Kadang, yang bikin kita terluka ya diri sendiri. Berharap sendiri, saat harapan itu gak jadi kenyataan, dan kita akhirnya jadi terluka sendiri."

Grey menatap laki-laki yang ada di sampingnya dengan sendu.

"Kenapa orang yang menyakiti kita malah jauh lebih bahagia daripada kita yang tersakiti?"

Biru menginjak rem mobilnya saat lampu merah di depannya menyala. Ia memalingkan pandangannya menatap ke arah Grey.

"Gak ada yang tau. Siapa tau dia juga hidup tersiksa. Hanya aja yang kita tau cuma luarnya. Masing-masing orang 'kan pandai menyembunyikan lukanya masing-masing. Saking pinternya menyembunyikan luka, sampe orang aja gak tau kalo dia terluka."

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat detik.

Lima detik.

Selama lima detik pandangan mereka bertemu, tapi mampu membuat keduanya merasa canggung seketika.

Saat lampu berubah menjadi hijau, Biru langsung mengalihkannya dengan pertanyaan lain.

"Ini nanti ambil jalan yang mana, Grey?"

Dengan canggung juga, Grey mencoba untuk mengalihkannya sambil menunjukkan jalan menuju rumahnya.

Langit sore kian meninggi, dan malam pun akan segera datang.

Pagi dan malam kian datang silih berganti.

Namun, perasaan yang kita rasakan tidak pernah pergi.

Rindu. Benci.

Semua tetap pada tempatnya.

Di sana, di dalam lubuk hati.

It's me GreyWhere stories live. Discover now