*50. Peringatan*

28.7K 4.4K 5.6K
                                    

Kenapa nggak divotes?

Raden

Apa yang gue lakuin sekarang ini termasuk selingkuh?

Nggak ada maksud sama sekali. Suer. Tahu sendiri 'kan si Mey yang nyatain perasaan duluan ke gue, nyosor duluan, dan berakhir kek gitu kemarin. Gue nggak ada niatan selingkuh. Ini kayak murni khilaf doang.

Dan gue ngajak Mey nginep di rumah gue juga karena kasihan doang. Gue lihat tangannya banyak bekas luka. Lebam biru gitu. Mana tega gue. Dia cewek cuy. Bokapnya nggak berperasaan amat, sih, mukulin dia.

Gue berjanji dalam hati, suatu saat nanti kalau gue punya anak cewek, nggak akan deh gue biarin dia terluka seujung kuku pun. Gue bakal jaga dia 24 jam, kalau perlu. Selalu ada buat dia. Siapa pun yang berani nyakitin dia, bakal berurusan sama gue. I swear.

"Lo biasa makan mi, Den?"

"Iya," jawab gue sambil membawa mangkuk kotor bekas mi instan rasa koya soto. Nah, sampai hafal deh gue rasa mie-nya.

"Banyak amat stok mi di sini. Nggak takut usus lo melilit apa?! Bahaya kalau kebanyakan makan mi," cerocos Mey nggak jelas dan gue abaikan.

Gue cuci piring secepat kilat karena nih mata udah ngantuk berat.

"Istri lo ke mana, sih? Kenapa nggak ngurusin elo?" tanyanya. "Dia nggak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Ck."

"Istri gue lagi di rumah orang tuanya. Bokapnya baru aja meninggal," jelas gue dan cukup bisa membuat Mey bungkam. Syukur deh dia nggak nyerocos lagi.

"Oh, sorry. Gue nggak tahu."

Selesai cuci piring, gue nyari selimut lebih dari dua buat amunisi malam ini. Risiko jadi sok pahlawan buat orang lain, ya, gini.

"Selimutnya kok banyak amat, Den?"

"Iya," gue memberikan satu selimut buat dia dan tiga selimut lain buat gue. "Tidur, gih. Gue capek."

"Lho, elo tidur di bawah?"

Iya lah. Karena di rumah ini ranjangnya cuma satu.

"Mau tidur di mana lagi, hah? Di genteng?" gue melempar bantal dengan pelan buat dia lalu membeberkan dua selimut itu di bawah dan menata bantal. Terakhir, gue langsung tidur berbaring di sana.

Wow.

Ternyata dua selimut tetep kerasa dingin. Anjir. Ini lantai rumah gue kayak kutub utara sama selatan euy.

"Nggak dingin tidur di bawah, Den?"

Bego. Dingin lah.

"Enggak," gue pura-pura menguap lalu memejamkan mata. "Jangan banyak bacot lagi."

Terus gue denger suara grasak-grusuknya si Mey di atas ranjang. "Kalau lo kedinginan, lo bisa pindah tidur di samping gue."

Enggak. Kalau khilaf 'kan cuma sekali, ya. Gue nggak mau khilaf buat yang kedua kalinya. Satu kali aja. Udah. Cukup. Jangan banyak-banyak. Dosa gue makin hari, makin nambah banyak. Nggak kehitung lagi dah.

"Lo takut khilaf lagi, ya, sama gue?"

Tentu saja, Ani!!!!!

Pengin gue teriak gitu. Tapi, gue nggak mau banyak cikcok deh. Urusannya bakal lebih panjang. Mending diabaikan aja.

Dia tertawa pelan. Kan, gue jadi merinding. Sumpah. Makanya, gue membuka kelopak mata dan mendapati Mey sedang menatap gue tanpa berkedip. Anjay. Tuh mata bulat banget kayak telor ceplok. Lo tahu kuning telor? Nah, bola matanya si Mey kek gitu. Belo gimana gitu.

RadenRatihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang