Dia tahu saat ini Richard masih berada di kantor, sehingga sudah pasti apartement kekasihnya itu kosong di jam segini. Clara ingin memberi Richard kejutan, karena hari ini dia akan memutuskan untuk memilih Richard dan benar-benar meninggalkan keluarganya demi lelaki yang dicintainya itu.

Namun, saat Clara melangkah masuk ke dalam apartement, tivi yang berada di ruang tengah menyala, seolah-olah memberi pertanda jika ada orang di dalam. Bahkan, keadaan apartement Richard saat ini terlihat begitu berantakan dengan bungkusan makanan yang berserakan di atas meja. Selain itu juga ada beberapa gelas dan botol alkohol yang isinya telah kandas, serta puntung rokok yang berceceran dimana-mana.

"Richard!"

Langkah Clara yang hendak menuju pintu kamar Richard terhenti begitu mendengar sayup-sayup suara cekikikan tawa seseorang yang berasal dari dalam kamar. Jantung Clara seketika berhenti berdegup, saat dia menyadari suara yang berasal dari dalam kamar Richard adalah suara seorang perempuan.

Gadis cantik itu langsung menarik kenop pintu yang kebetulan tidak terkunci. Kedua matanya membelalak sempurna begitu melihat pemandangan yang ada di hadapannya.

💕💕💕

"Dokter Irwan."

Lelaki berpostur tegap tinggi atletis itu menoleh, sebelum dia sempat memasuki ruangannya. Wanita paruh baya yang tadi memanggilnya, melangkah mendekat.

"Terima kasih dokter. Terima kasih banyak," ujarnya di sela tangisnya yang sesegukan. "Jika saja tidak ada dokter, entah apa yang akan terjadi dengan suami saya. Mungkin ke empat anak saya akan menjadi anak yatim di usia mereka yang masih sangat-sangat kecil. Sampai kapan pun saya tidak akan bisa membalas semua kebaikan dokter terhadap keluarga kami."

Wanita paruh baya itu terus terisak-isak di hadapan lelaki yang baru saja menyelamatkan jiwa sang suami akibat kecelakaan parah yang dialaminya. Hanya Irwan satu-satunya dokter yang bersedia melakukan tindakan operasi, tanpa memikirkan berapa biaya yang harus dia keluarkan.

"Bu, tidak perlu mengucapkan terima kasih pada saya," ujar Irwan dengan nada lembut, hingga wanita paruh baya itu sejenak menghentikan tangisannya. "Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai seorang dokter. Bukan saya yang telah menyelamatkan nyawa suami Ibu. Tapi, Allah. Allah yang maha besarlah yang sudah menyelamatkan suami Ibu."

Wanita paruh baya itu mengangguk sendu. "Tapi, saya akan tetap berhutang budi dengan dokter. Saat dokter-dokter lain menolak menangani suami saya, karena biaya operasi yang tidak sanggup saya bayarkan, dokter malah merentangkan tangan dokter dengan lebar untuk menyelamatkan suami saya," ucap wanita paruh baya itu dengan air matanya yang kembali berurai. "Terima kasih dokter. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak pada Dokter Irwan."

Usai mengatakan semua itu, wanita paruh baya itu berlalu dari hadapan Irwan.

Dari kejauhan, sosok gadis cantik yang berdiri tidak jauh dari keberadaan Irwan, sejak tadi menyaksikan pemandangan itu dengan senyum penuh kekaguman yang terukir di bibirnya. Dokter muda yang memakai kerudung berwarna toska itu terus menatap sang lelaki pujaan hatinya itu dengan tatapan tidak berkedip.

"Ciee.... Yang lagi merhatiin doi diam-diam, nih. Kok nggak disamperin langsung aja, sih?"

Nisya tersentak begitu mendengar godaan salah satu rekan sejawatnya, Erina, yang begitu tahu jika sejak lama Nisya memang menyimpan perasaan pada seniornya itu.

"Apaan sih, kamu, Rin. Aku cuma-"

"Cuma merhatiin doi diam-diam dari sini. Begitu 'kan maksudnya?" goda Erina di sela kekehannya.

"Erina, suara kamu bisa didengar yang lain, lo!" bisik Nisya dengan raut kawatir.

"Ya ampun, Nisya. Kalau pun didengar sama yang lain atau Dokter Irwan sendiri, emang kenapa? Aku tuh ya, yang gemas sama kamu. Sejak dulu suka, tapi nggak berani sama sekali nunjukin rasa kamu sama Dokter Irwan. Entar kalau Dokter Irwan udah diembat orang lain baru mewek."

"Erina," protes Nisya dengan raut kawatir. "Kamu sih nggak ngerti, Rin. Kamu 'kan tahu, dalam keluarga Kak Irwan dan aku itu nggak ada istilah pacaran. Kak Irwan juga bukan tipe laki-laki yang suka dideketin perempuan. Makanya, aku lebih memilih cara ini. Hanya meminta dan berdoa pada-Nya supaya suatu saat dia menjadi jodohku."

Erina sejenak diam. "Tapi Sya, kalau kamu nggak bergerak dan cuma diam aja juga percuma. Setidaknya, kamu maju perlahan, tunjukin ke Dokter Irwan kalau kamu ada perasaan khusus sama dia, biar dia seenggaknya peka. Siapa tahu aja, 'kan, Dokter Irwan ternyata suka sama kamu karena kalian 'kan udah kenal sejak lama."

Nisya terdiam memikirkan ucapan Erina. Gadis cantik berparas ayu itu menghela napas pelan sambil pandangannya terus tertuju ke arah ruangan lelaki yang sejak lama begitu dipujanya itu.

💕💕💕

Irwan menyetir mobilnya dengan tatapan lurus yang terus fokus ke depan. Lelaki yang memiliki rahang tegas dan tatapan seperti elang ini terlihat begitu tenang mengemudi mobilnya. Sejenak perhatiannya terarah pada beberapa kado dan bingkisan yang berada di atas dashboor.

Irwan menyentuh salah satu bingkisan kado itu dengan senyum tipisnya. Setelah itu menaruhnya kembali. Tidak berminat sedikitpun mengetahui siapa pengirimnya. Karena Irwan sendiri tahu betul siapa orang-orang yang sudah memberikannya kado-kado itu.

Mereka adalah beberapa pasien wanita dan mahasiswi-mahasiswi koas yang magang di rumah sakit, yang beberapa minggu terakhir ini sering mengiriminya kado dan surat cinta, meski Irwan sendiri jarang membacanya dan terkadang hanya membiarkan barang-barang itu bertumpukan di mobilnya.

"Tolong!"

Suara jeritan seseorang, membuat dokter berparas tampan itu memperlambat laju mobilnya. Tepat setelah itu, dari arah yang berlawanan seorang perempuan berlari kencang ke arah mobilnya, hingga membuat Irwan dengan refleks menekan cepat rem mobilnya. Namun,  perempuan itu terlambat menghindar hingga tubuhnya menubruk bagian depan mobil Irwan.

"Astagfirullahaladzim!"

Lelaki itu tercekat, menghadapi kejadian yang tidak pernah diduganya itu. Dengan cepat dia keluar dari mobil lalu menghampiri sosok perempuan yang saat itu sudah jatuh pingsan di depan mobilnya.

TBC

KUPU-KUPU CINTAWhere stories live. Discover now