18. Advice

24 4 0
                                    

"Kau semu, tidak akan abadi. Meski aku yang menginginkannya."
-Puma

***

Casie melihat Merry yang terduduk lemas di dalam kamar tersebut. "Kau baik-baik saja, Mer?"

Tanpa menoleh ke arah Casie ia bangkit dari duduknya. "Aku rasa dia benar-benar pergi," kini pandangan Merry begitu kosong, ia benar-benar merasa kehilangan Jun.

Casie langsung menghampiri Merry dan menyentuh pundaknya, tubuh Merry mendadak terasa sangat sejuk. Hatinya merasa sedikit tenang, seolah-olah tangan Casie yang menyalurkan kekuatannya untuk membuat Merry tenang.

"Tidak ada yang benar-benar datang, Mer. Begitu pula dengan kepergian, tidak ada yang benar-benar pergi meninggalkanmu. Ia hanya menitipkanmu untuk sejenak, biarkan ia menyelesaikan urusannya dan kau akan memiliki Jun seutuhnya." Ujar Casie.

"Aku hanya tidak ingin terpuruk untuk yang kedua kalinya," Ia paham betul rasanya ditinggalkan, kali ini ketakutannya kembali menyeruak.

Duma memanggil Casie, lalu ia menghampiri mereka berdua yang sedang berada di dalam kamar tersebut. "Sedang apa kalian di sini? Cepatlah, ramyeon-nya akan segera dingin."

"Agar suasana hatimu kembali tenang, Duma dan aku sudah membuatkan ramyeon untukmu." Ucap Casie.

Merry menggelengkan kepalanya dan tersenyum pada Casie. "Terimakasih atas tawaranmu. Sepertinya aku ingin kembali ke apartemenku dan menyendiri. Aku—"

Wanita itu tidak menghiraukan ucapan Merry, ia langsung menarik lengan Merry hingga berada di meja makan. Seketika memori dengan Jun terlintas di benak Merry. Ia sangat ingat bahwa dirinya dan Jun menghabiskan makan malam pertama di sana. Saat itu jantung Merry berdegup sangat kencang ketika melihat Jun, ia tidak dapat membohongi perasaannya di hadapan lelaki itu.

"Apakah makanan itu nampak seperti sebuah lukisan untukmu?" suara Jun terdengar sangat jelas di telinga Merry. Ia terkejut saat melihat Jun di hadapannya.

Seketika mata Merry membulat dengan sempurna melihat sosok Jun. "Jun? Kau?"

"Aku tanya padamu sekali lagi. Apakah makanan itu nampak seperti sebuah lukisan untukmu? Ramyeon itu akan segera dingin jika kau tidak segera memakannya," ucap Jun, diiringi dengan senyum manis yang memperlihatkan lesung pipinya.

Merry sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Jun. Ia malah menitikkan air matanya. Kini Merry telah menyadari bahwa itu hanyalah mimpi. Jun hanya ilusi, ia tidak benar-benar nyata.

"Kembalilah ke tempat yang seharusnya kau huni," Merry menundukkan kepalanya dan berbicara pada Jun sambil menahan pedih.

"Kau benar tidak ingin melihatku lagi, Mer?"

"Jika melihatmu membuatku semakin menyadari bahwa kau tak benar-benar nyata, lebih baik kau kembali dan biarkan aku di sini seorang diri. Tolong hargai keputusanku."

Merry meraih tasnya, ia segera berpamitan kepada Casie dan Duma untuk kembali ke apartemennya. Ia tidak langsung masuk ke dalam apartemen, justru Merry memilih pergi keluar untuk mencari udara segar.

Hari sudah semakin larut, jalanan pun tampak sepi. Beberapa orang mampir ke kedai untuk menghilangkan penat selepas pulang kerja, ia juga sangat sering bertemu dengan orang-orang yang baru ditinggalkan oleh kekasihnya di kedai dalam keadaan mabuk. Sejujurnya Merry sangat ingin tahu bagaimana rasanya mabuk. Malam ini ia putuskan untuk mampir ke kedai terdekat.

Kedai tersebut tidak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang masih berpakaian rapih ala kantor. Merry langsung memesan sebotol minuman dengan beberapa cemilan kesukaannya. Satu botol, dua botol, tiga botol habis oleh Merry. Namun, ia masih saja tidak merasakan pusing atau mabuk seperti orang-orang.

Dreaming Is Coming √Where stories live. Discover now