Bagian 3

138 16 3
                                    

Orlando dan anak Vogus lainnya sedang berkumpul di markas. Dengan rokok di tangannya Orlando menatap ke layar ponselnya.

"Lo nginep sini lagi, Bos?" tanya Raja  Abrisam—satu-satunya anak dari keluarga yang tidak bermasalah di Vogus—yang mengambil kotak rokok milik Orlando.

Yang di tanya menoleh dan tersenyum miring. "Sejak kapan rumah jadi tempat ternyaman gue?"

Orlando Gandhi siswa paling bermasalah dan paling di takuti oleh geng motor lain se-jabodetabek. Sejauh ini hanya satu orang yang berhasil mengalahkannya dalam balapan. Dia Webi Sasono anak geng Tristam musuh bebuyutan Orlando sejak mereka SMP. Sampai saat ini hanya mereka berdua yang tahu akar permasalahannya.

Vogus berdiri sejak Orlando, Farrel, Raja dan Mike kelas 9. Saat masuk SMA semakin banyak pengikut Vogus. Bagi Orlando, Vogus adalah pengganti kedua orang tuanya yang selalu egois.

"Jadi anak yang lo gebukkin kemarin suruh Tristam?" tanya Mike Alastair—bule nyasar berdarah Jerman yang tinggal lama di Indonesia—sambil menatap keluar jendela markas.

Farrel langsung menyahut, "Gue masih nggak nyangka Webi bangsat itu sampe bela-belain ngirim mata-mata ke Vogus."

Farrel yang memiliki nama lengkap Gusti Raden Mas Farrel Diningrat. Satu-satunya yang memiliki darah kebangsawanan dari Yogyakarta. Sayangnya saja sang mama meninggalkan Farrel tepat setelah melahirkan. Sejak saat itu juga papanya Raden Mas Suryo widodo Diningrat membencinya, bahkan menitipkannya ke rumah saudaranya.

Sungguh Farrel bahkan enggan menyebutkan nama panjangnya. Walaupun, berpisah ternyata papanya masih sering memberikan uang bulanan lewat saudaranya. Bagi Farrel, tante dan omnya adalah malaikat makanya sebisa mungkin Farrel merahasiakan keanggotaannya di Vogus.

"Gue mau cabut dulu ke kafe," kata Orlando sambil mengambil jaketnya.

Sebelumnya dia berdiri di depan Farrel. "Gue rasa bokap lo punya selir baru," ucap Orlando sambil menunjukkan ponsel yang berisi berita pernikahan bangsawan tersebut.

Farrel tersenyum miring, "Mau dia mati juga gue nggak peduli."

Orlando menganggukkan kepala dan menepuk pundak Farrel. "Mike nanti bawa ninja gue."

Mike hanya mengacungkan jempolnya saja tanpa repot-repot menoleh ke Orlando.

Orlando mengambil helmnya dan mengeluarkan motornya. Hari ini Orlando memilih memakai Harley Davidson iron 883 miliknya. Kerjaannya hari ini hanya mengontrol kafenya yang terletak di bilangan Jakarta Barat.

Umur Orlando memang masih muda, tapi dia sukses merintis usahanya sejak SMA. Tanpa butuh waktu lama dalam enam bulan berjalan usahanya berkembang pesat. Semua modal usahanya dia dapatkan dari hasil menyisihkan uang jajan bulanannya.

Walaupun, uang jajan bulanannya sejak SMP 30juta per bulan. Orlando pasti dapat menyisihkan hingga 20juta dan di sinilah hasilnya. Coffee shop sampai clothing line miliknya sukses.

Orlando sudah kehilangan figur orang tuanya sejak dia sekolah dasar. Orang tuanya tiap hari hanya ribut, mereka merasa tidak cocok lagi dan tidak kuat melanjutkan rumah tangga akibat perjodohan kedua orang tuanya. Hanya saja, mereka bertahan untuk Orlando.

Mengingat itu Orlando hanya tersenyum kecut. Sepanjang hidupnya dia menyaksikan bagaimana kedua orang tuanya saling selingkuh dan membawa pasangan masing-masing. Itu terus berlangsung sampai detik ini. Orlando yang cukup muak meminta pengacara keluarganya membelikannya apartemen dengan uangnya.

Orlando sudah lama memang meninggalkan rumah itu. Hidup bersama orang yang selalu menyakitinya? Terlalu berat.

"AHH," jerit seseorang.

Start AgainWhere stories live. Discover now