Sejak satu jam selepas pulang sekolah, Lino berjalan mondar-mandir di ruang keluarganya. Kedua tangannya memijat dahi. Sesekali ia berkacak pinggang, menatap langit-langit rumah sembari menggigiti bibir bawahnya.
Ia tengah meresahkan Dori.
"Udah, Mas. Kalo rezeki bakal balik kok," ucap Umin menenangkan. "Tapi juga perlu ikhtiar, sih."
"Iya, tenang, No. Mereka nggak sejahat itu. Gue yakin." Chandra menepuk bahu Lino, meyakinkan sahabat sekaligus tetangganya itu bahwa semua akan baik-baik saja.
"Iya, kita pasti bisa bawa balik Dori, Mas," imbuh Jojo.
Lino menatap satu persatu sahabatnya lantas menyeringai. "Mana sempat? Keburu telat."
"Iya, mana sempat?" Handi menimpali. "Kan, mereka nggak tau cara ngurus kucing. Mungkin aja Dori sekarang tersiksa di sana. Nggak dikasih makan, nggak diajak main, nonton TV, nggak dibersihin habis buang air. Mungkin juga kita udah telat."
Abin memukul bahu Handi yang baru saja melontarkan kalimat yang mendukung Lino untuk pesimis. Melihat Abin yang matanya sudah melotot, Handi hanya menelan salivanya.
Serusuh-rusuhnya Handi, mana berani Handi melawan otot bisep Abin?
"Dasar, tukang kompor!" sindir Abin. "Mulut haram."
"Ssstt!" Umin mengacungkan telunjuknya di depan hidung. "Nggak ada mulut haram, Bang. Yang ada perkataannya yang haram."
Handi tersenyum, merasa terbela oleh Umin. "Tuh, dengerin anak rohis ngomong!"
Abin memutar bola matanya jengah. "Bodo. Mulut lo jahiliah!"
"Sssstttt!!!" Lino mengacungkan telunjuknya di hadapan wajah kawan-kawannya. Kakinya memasang kuda-kuda. "Diem, lo semua! Sini kalian, gelut sama gue!"
Chandra merangkul bahu Lino. Ia tepuk bahu Lino sembari mengangguk. "Udah. Jangan emosi. Masalah nggak akan selesai dengan lo marah-marah."
"Eh, tapi ada loh, masalah yang bisa selesai dengan cara marah," sahut Handi.
"Diem, lemes!" Giliran Yosi yang ikut nimbrung.
"Diem, Han," ucap Chandra.
Kalau Yosi saja sudah membentaknya, apalagi Chandra—sebagai tetua di antara mereka—ikut andil dalam memerintah Handi, tentu saja mulutnya langsung terbungkam.
Chandra menitah Lino untuk duduk di sofa. "Gini, No. Mending lo ngomong baik-baik sama Lia, atau sama siapa aja di antara mereka berempat. Lo bilang lo udah usaha bilang ke publik kalo kalian itu nggak pacaran, tapi masih pada nggak percaya. It's not your fault."
Felix berdeham. "Ehm, Mas, aku mau tambahin. Sebaiknya kita telfon Cherry. Menurutku, dari mereka berempat, Cherry yang paling amanah."
Handi bertepuk tangan. "Wih, tau kata amanah. Diajarin siapa lo, Lix?"
"Umin."
Umin hanya nyengir seraya mengacungkan dua jarinya.
Atas kesepakatan bersama, Lino akhirnya menghubungi Cherry.
Menggunakan ponsel Handi.
Masa bodoh dengan Handi yang sudah miskin kuota tambah miskin lantaran kuotanya dicomot Lino. Salah dia juga, mengumumkan hal tidak benar kepada publik. Dan lagi, bukannya menyemangati, dia jstru mengompori Lino tadi.
Lino mencari kontak Cherry di ponsel Handi
Cherry yayy 🥺🥰😽
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kucing [END] ✓
Humor"Dori hilang!" Apa salahnya melindungi kucing? Tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika Lia mengancam Lino yang menjabat sebagai pawang kucing di sekolah dengan cara mengambil kucing peliharaan Lino, hanya demi membersihkan namanya dari gosip...