YOUR FUTURE NUTRICIONIST

6 0 0
                                    

Jakarta diibaratkan sebagai manusia pengidap insomnia; selalu terjaga meski malam telah membentang luas memeluk jiwa-jiwa untuk meringkuk di pembaringan. Jalanan padat dirayapi berbagai macam kendaraan, gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh menentang cakrawala.

Lampu-lampu merkuri berpendar dari setiap ruangan yang ada di gedung menjulang tinggi itu, seolah ikut meramaikan ingar-bingar Kota Jakarta yang semakin liar. Remang-remang di sepanjang trotoar kota megah ini disinggahi oleh manusia-manusia lugu yang termakan bujuk rayu keindahan Jakarta, mereka terlelap di jalan basah yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.

Merekalah manusia yang termakan sugesti janji manis kota metropolitan dari balik kotak layar kaca. Mengadu nasib tanpa berpikir panjang dengan kemampuan diri. Memaksa kehendak dengan menaruh harapan tinggi dengan cara pindah besar-besaran ke Jakarta yang sesungguhnya lebih mirip neraka.

Di belakang mereka, sebuah gedung bertingkat tiga berdiri kokoh menghadap ke jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan bermerk. Gedung dengan banyak jendela besar yang membentang di setiap sudut serta mobil-mobil yang menghampar luas di tempat parkir. Berisi sekumpulan manusia dengan visi dan masa depan jauh dibandingkan dengan manusia trotoar.

Tepat di muka gedung, sebuah papan besar—berukuran lebih kecil dari baliho—dipajang dengan necis. Huruf-huruf yang tertera di sana dibentuk dengan huruf timbul merangkai kata Rumah Sakit Centra Medica. Gedung yang berdiri di Jalan Moh. Hatta Nomor 32 itu masih terus hidup seirama dengan napas Kota Jakarta yang dinamis.

Para pekerja yang ada di dalamnya masih ada yang termangu di depan layar komputer, para suster yang sibuk mengurus pasien di masing-masing kamar, dokter yang masih terjaga demi melaksanakan shift malam, atau resepsionis dan apoteker yang masing-masing saling bergelut dengan ributnya manusia. Semuanya masih berjibaku dengan pekerjaan masing-masing.

Wajah-wajah keputusasaan dan letih tercetak jelas pada raut muka kuning langsat itu. Ibarat kata, hidup segan mati tak mau. Ya, begitulah mereka. Berhenti bekerja atau resign sama saja dengan bunuh diri secara perlahan. Mencari pekerjaan lain yang tidak mewajibkan karyawan untuk lembur di Jakarta ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, sangat sulit. Jadi, hanya ada satu pilihan untuk menyambung hidup dengan bekerja tanpa mengenal lelah. Suara ketikan, mesin cetak, dan wangi khas aroma alkohol serta obat-obatan klinis bercampur baur di satu ruangan atau bahkan satu rumah sakit.

Bicara soal rumah sakit, Nirbita masih harus menginap di sini karena penyakitnya yang cukup serius. Diindikasikan dengan ruangan yang masih menyala terang. Dalam sebuah ruangan, perempuan itu tengah terbaring di atas brankar dan sibuk mengamati ponsel. Kedua bola matanya berputar statis mengikuti jemari yang meliuk indah di atas papan ketik. Awas mengamati setiap kata dan informasi yang terkandung di layar. Wajahnya serius, dahinya tertekuk berlipat-lipat berpikir keras. Sesekali tangannya berhenti, minggir dari panggung tempat tombol-tombol huruf berada. Mengetukkan jari di brankar sembari mencoba mengusir rasa bosan yang mulai mendera.

“Ta, stop doing that thing, please!”

“Ya ampun, Sasi.”

“Bita, tutupin muka lo.”

“Emang kenapa, sih?”

Lalu terdengar tawa orang sebagai background musik video tersebut yang semakin membuat Nirbita malu. Astaga, itu adalah cuplikan video ketika alis Nirbita berantakan dan justru berubah menjadi seperti kecebong. Akun receh memosting video tersebut dan banyak orang yang mengomentari bahkan menyukai hingga ratusan ribu.

Pun sama dengan akun Nirbita yang mulai dibanjiri followers dan komentar di beberapa video yang diunggahnya beberapa waktu silam. Tangannya sibuk menggulirkan layar untuk membaca beberapa komentar masuk.

@yourbaeskz ya ampun, lucu bgt sih kak

@___12rosean kok gini aja bisa viral si. heran aing

@muthi_araa huhu, sbnrnya aku suka tutorial make up kk. apalgi yg flawless fairy, tp maaf aku ngakak liat video viral kk :(

Sebab tidak kuat melihat kembali video-video konyol yang pernah melambungkan namanya, Nirbita mematikan ponsel dan meletakkan di atas meja kecil di samping brankar. Dia memejamkan mata kemudian menarik napas dalam-dalam. Astaga, sekarang dia benar-benar terdampar di rumah sakit dan tidak bisa melakukan apa-apa.

Membaca komentar di video yang tersebar di eksplor Instagramnya hanya mencubit jantung dan hati serta perasaan Nirbita. Dia benar-benar kecewa dengan apa yang sudah dilakukannya selama beberapa waktu belakangan. Diet ketat, olahraga ekstrem, dan mengonsumsi pil pelangsing yang membuat tubuhnya kurus kering.

Mengerikan jika Nirbita mengamati kembali perubahan tubuhnya yang amat signifikan. Tulang pipinya mencuat dan tangannya benar-benar kering kerontang hanya ada tulang. Figur wajahnya berubah menjadi aneh, berkeriput dan rambut yang berantakan. Menjijikan, apakah ini Nirbita yang sesungguhnya?

Anoreksia ....

Secara tidak sengaja dia mendengar obrolan dokter dengan kedua orang tuanya mengenai penyakit yang dialami dirinya. Nirbita selama ini hanya mendengar penyakit itu dari orang-orang yang ada di internet atau selebriti yang terkenal di televisi. Ternyata ... dia yang sekarang mengalami hal tersebut secara nyata.

“Sayang,” suara papa Nirbita memanggil dari balik pintu. “Ini ada temen-temen kamu mau jenguk.”

“Jangan disuruh masuk, Pa! Aku gak mau mereka masuk!” Malu sekali jika teman-teman Nirbita harus melihatnya dengan kondisi mengerikan seperti sekarang ini. Ya Tuhan. Dia tahu, sebenarnya rindu dengan ocehan Kalila atau sikap peduli Sasi yang memang natural kepada teman-temannya. Namun, untuk sekarang tidak bisa.

“Gue bisa, kok, bantuin lo sampai pulih,” ucap Harish tiba-tiba masuk ke dalam kamar Nirbita yang membuat perempuan itu terkejut dan memalingkan wajah. Uh, memalukan ketika harus berhadapan dengan laki-laki ketika wajah Nirbita persis seperti nenek-nenek.

“Pergi, Rish. Lu, gak usah ke sini, deh.”

“Kenapa? Lo malu?” tanya Harish lembut. “Penyakit anoreksia itu bukan hal yang harus bikin lo malu. Ini sebagai pelajaran aja kalau gizi dalam tubuh itu harus seimbang dan jangan pernah malas makan demi kurus. Kalau udah kurus berlebih kaya gini, nyesel.”

Omongan Harish benar-benar menancap di hati. Uh, sebal, tapi memang ada benarnya juga. “Ya, udah terus lo mau ngapain?”

“Kan, tadi gue udah bilang. Mau bantuin lo sampai pulih.”

“Dengan cara apa?”

Mata Harish berputar. “Gue anak gizi, ya, seenggaknya sedikit banyak paham soal penanganan malnutrisi dan pemulihan anoreksia. Mungkin sebagai terapi sampingan juga.”

Benar juga, Harish ini adalah seorang barista yang juga menempuh studi Ilmu Gizi di kampus Undhar. Mungkin ... bisa saja laki-laki itu membantu Nirbita untuk segera pulih dari penyakit mengerikan ini. Nirbita berpikir sejenak kemudian menimang keputusannya. “Um ... boleh kalau emang gak ngerepotin, lo.”

“Enggak, ini sebagai permintaan maaf gue juga dan tanggung jawab udah bikin latte art lo jadi gambar gak senonoh.”

Nirbita meringis ketika mengingat kejadian tempo hari yang memalukan itu. Hmm, mungkin Harish memang benar-benar bisa membantunya untuk segera pulih. Semoga saja.

______

AN ETERNAL HAPPINESS ✔Where stories live. Discover now