Bittersweet Revenge

99 6 10
                                    

Baik Kalila atau Sasi tidak akan pernah menyetujui jika Nirbita akan melakukan hal gila seperti ini meski kejadian langka yang hanya terjadi sekitar sekali dalam hidup mereka. Ya, Nirbita pasti sedang kesurupan dan tanpa berdosa tersenyum lebar ke arah mereka.

“Lo taruh itu semua, sekarang!”

Dengan nada sedikit menyentak, Kalila menyuruh Nirbita untuk meletakkan kembali barang belanjaannya ke dalam rak. Bagaimana tidak kesal, tanpa bicara, tanpa patah kata, dan memaksa Kalila menemani Nirbita ke Make Up Center, perempuan itu mendadak memborong semua kosmetik di tempat ini.

Kalila menghela napas memperhatikan Nirbita yang hanya menyengir kuda tidak jelas. “Ta, tadi kita udah nonton, makan di Gokana, sama beli es krim. Itu hedon banget anjir parah, terus sekarang lo mau beli ginian?” celetuk Kalila sembari bertolak pinggang, tangan kirinya mengambil sebuah lipstik Focallure dan menangkatnya tinggi-tinggi. “Fix, lo taruh ini semua.”

“Ih, jangan semua, lah! Gue udah keliling buat nyari yang cocok sama gue,” isak Nirbita dengan nada dibuat-buat.

“Lagian lo kenapa, sih, Ta? Tumbenan banget borong alat make up segini banyak?” Sasi melongok ke dalam keranjang belanja yang ditenteng oleh Nirbita. Mulai dari satu pak lipstik dengan warna berbeda, dua buah pelembab dan primer, concealer, foundation, hingga palet eyeshadow semuanya berkumpul jadi satu. “Astaga Tuhan, lo enggak sadar diri kalau sekarang itu tanggal tua?”

Nirbita mengernyit, mengembuskan napas kencang. “Sadar, Sas. Tapi liat, deh. Promo gede-gedean minimal belanja 100.000, mana bisa gue tolak?” Ia memberi pembelaan terhadap diri sendiri.

Selama Kalila atau Sasi bergaul dengan Nirbita, jarang sekali yang namanya mereka pergi mengunjungi Make Up Center di mal. Paling-paling, hanya menemani Kalila membeli sebuah bedak atau liptint yang sudah habis dan berujung dipakai oleh mereka bertiga secara bersama-sama. Untuk ukuran seorang Nirbita, rasanya aneh sekali jika tiba-tiba ia memborong alat rias untuk dirinya sendiri.

“Kalau gue nyetok make up, kan, lo semua bisa gantian makenya,” sambung Nirbita, “jadi enggak usah bolak-balik ke mal cuma buat beli lipstik sebiji doang.”

Kalila menepuk dahinya pelan ketika Nirbita dengan entengnya mengatakan demikian. “I know, Ta. Tapi enggak gini juga caranya, kalau lo emang mau nyetok banyak, beli satu atau dua dulu, minggu depan beli lagi, sampai nanti ada banyak stok. Kalau langsung kaya gini, bisa-bisa lo sendiri yang tekor!”

Di samping Kalila, Sasi memutar bola mata malas kemudian melipat tangannya di depan dada. Rambut pendeknya yang baru saja dicat ombre brunette cokelat dikibaskan. “Bita, kita sayang sama lo. Jadi, tolong jangan bikin miskin diri sendiri. Inget soal rencana trip kita ke Bandung?”

Ah, iya! Ketika awal semester kemarin, Nirbita mengusulkan ide untuk pergi keliling kota Bandung saat liburan setelah ujian akhir semester nanti. Tahun ini Nirbita tidak pulang ke Bogor, ia ingin belajar untuk hidup mandiri di kos sebelum disibukkan oleh kegiatan di semester depan, karena itulah, daripada merasa gabut di kos, nge-trip bersama kedua sahabatnya itu lebih baik.

Mengingat dompet yang sebenarnya juga makin menipis di tanggal tua, rencana liburan di akhir semester, dan tugas-tugas yang harus dicetak, Nirbita jadi berpikir dua kali. Diamatinya tumpukan kosmetik yang sudah hampir membludak di keranjang berwarna merah itu, tangannya mengelus dagu, memikirkan apa yang akan dibelinya hari ini. Setelah cukup, akhirnya ia hanya mengambil sebuah palet eyeshadow dan sebotol liptint warna mocca dan menyodorkannya pada kasir.

“Total 118.500, Kak.” Tangan kasir itu dengan cekatan memencet tombol-tombol pada mesin kasir, mengambil secarik struk dan memberikannya pada Nirbita. “Kakak dapat potongan sebesar 8.000 karena sudah berbelanja minimal 100.000”

AN ETERNAL HAPPINESS ✔Where stories live. Discover now