7. Melangitkan Harapan

5 0 0
                                    

.

.

Kamarnya terlihat sepi. Perlahan, Putri memutar gagang pintu yang terbuat dari kuningan yang berpillin. Ah! Tidak terkunci? Sembrono sekali...

Menyadari di dalamnya terdapat barang yang berguna, putranya tidak takut tercuri. Padahal kalau kehilangan seluruh penghuni rumah merasa terintimidasi. Bagaimana tidak! Hanya sebuah kepingan plastik dengan tempelan garis-garis logam sudah membuat putranya kalang kabut sewaktu memulai skripsinya, dulu. Katanya itu berisi beragam file yang serupa dengan tumpukan lembaran dokumen. Jaman kemajuan bikin semua serba praktis tapi riskan juga kalau sudah hilang. Ternyata, putranya menyiapkan back-up dokumen. Hah! Putri sadar dengan dirinya yang gaptek. Untuk belajar ngirim email saja, bikin Rifki keponakannya begadang sepekan lamanya. Putri lebih mengandalkan kekuatan sillaturakhim secara langsung dan nyata lalu menyerahkan koneksi dunia maya pada putranya. Bergerak seiring kemajuan teknologi agar tidak ketinggalan zaman.

Matanya masih menelusuri ruangan luas yang rapi meski penuh dengan jejalan pigura disana-sini. Kesukaan sedari kecil masih ditekuni putranya hingga kini. Diantaranya terlego dengan harga puluhan juta di pameran seni. Goresan yang dirasakannya makin halus dan tersamar menilik catatan tanggal pembuatan yang tak lupa disertakan di pojok kiri bawah membersamai bubuhan tanda tangan.

Putranya memilih menyamarkan bentuk makhluk karena ingin dibersamai Malaikat Rakhman. Pemahaman yang membuatnya menjadi terbebas dari pemujaan terhadap makhluk hidup. Bahwa yang patut diabadikan dan disembah hanyalah Yang Maha Esa.

Ada lukisan besar yang diselubungi kain tipis berwarna putih. Perlahan Putri membuka selubung tersebut. Putri seperti mengenal sketsa wajah yang terbentuk dari gradasi warna hitam dan putih itu. Seketika kejadian tadi terlintas. Gadis belia yang sedang membatik...

''Olivia punya pacar?"

Yang ditanya diam. Putri dengan seksama memandangi paras cantik itu. Dari sisi manapun tetap menawan bahkan ketika terkejut maupun mengerut serius seperti saat itu. Olivia meletakkan cantingnya dan merunut goresan yang tertinggal pada kain putih di depannya. Sepertinya gadis itu tidak sedang mengamati hasil goresan batiknya tapi termenung.

"Oh, maaf! Pertanyaan Putri mengganggumu, ya? Tidak usah dijawab kalau kamu keberatan!"

"Sebenarnya... saya sedang galau memikirkan pacar!"

Putri yang didepannya mengernyitkan alis

"Oh, maksud saya tentang hubungan pacar itu rancu menurut saya! E.. e.. belum ada ikatan apapun.. dan statusnya dalam hubungan keluarga juga tidak jelas... hanya kenalan dekat? Atau teman yang begitu dekat? Ehm.."

"Lelaki yang baik itu pasti bertanggungjawab atas segala tindakannya termasuk wanita yang dicintainya.. Tentu dengan mengetuk pintu rumahnya untuk minta restu pada walinya! Lelaki sejati berani bertanggungjawab sepenuhnya dengan menikahi wanita pilihannya bukan sekedar digunakan sepuasnya saja!"

Putri melihat perubahan dari wajah Olivia. Seperti ada yang dipikirkannya. Putri mencoba meraba pikiran dara cantik itu.

Ah, kenapa ia jadi teringat gadis riang itu? Pagi tadi ia dan Olivia berbincang masalah pribadi tersebut dan sekarang, di kamar putranya menemukan sketsa yang mirip Olivia? Tapi benarkah sketsa lukisan itu adalah Olivia? Putri mulai menerka-nerka apa hubungan gadis berparas indah tersebut dengan putranya. Tiba-tiba tersadar belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri putranya bertemu dengan Olivia.

Selama ini Putri merasa ada kedekatan dengan Olivia. Sedari awal ia bertemu mulai menimbang-nimbang nilai Olivia bila dijadikan calon menantu sampai ia mendapati lukisannya di kamar putranya, kini.

Yang Putri ajarkan pada putranya adalah tanggung jawab termasuk terhadap perasaan pada lawan jenis. Pengasuhnya pun mengajarkan hal serupa bahkan sebelum putranya merasa tertarik pada lawan jenis.

Selama ini, Putri tau siapa saja teman wanita putranya apalagi yang dikabarkan dekat dengannya. Dan tidak ada nama Olivia selain menjadi teman kerja. Hanya teman kerja?

Dari semua teman dekat putranya, hanya melakukan pendekatan dengan pengenalan. Paling makan bareng atau mengajak belajar di rumah pengasuh bukan rumah keluarga. Dan itupun atas sepengetahuannya. Putranya selalu mengenalkan teman wanita yang tengah ia dekati. Rupanya itu salah satu cara serius dengan tekadnya menikah dengan restu orang tua. Dan selama itu pula, Putri tidak pernah bermaksud memperkenalkannya dengan gadis manapun mengingat usia putranya hampir 24 tahun bulan depan. Putri belum merasa perlu melakukannya biar mengalir sebagaimana mestinya. Tapi melihat lukisan gadis yang sepertinya dibikin khusus oleh putranya maka tidak ada salahnya kalau Putri mengaturnya mulai sekarang. Toh, Andi telah berpikir dewasa untuk siap menikah agar hidupnya lebih mapan.

Kalau memang ada sesuatu diantara putranya dengan Olivia harusnya mereka berdua berada dalam getaran frekuensi yang sama. Layaknya gelombang ombak di pesisir pantai yang berpadu harmoni. Jangan sampai gelombang tersebut saling berbenturan hingga meluluhlantakkan keharmonisan yang telah ada.

Putri mencoba memahami. Dan harapan tinggal harapan tak bertepi. Dan melangitkan harapan sepenuhnya pada ALLAH Yang Menentukan Taqdir. Bagaimanapun keputusan ALLAH yang mutlak berlaku. Semoga sesuai harapannya.. dan yakin takdir ALLAH pastilah jauh.. jauh lebih indah ^_^

*****

Gadis Lukisan AndiWhere stories live. Discover now