15. Dua SUV Hitam

29 6 23
                                    

Pukul 19 : 30 ...

Salah satu resor di Bandung

Raihan telah kembali dari perjalanan, ia melangkah memasuki kawasan resor, Raihan menghidu aroma dari dapur terbuka : aroma masakan sunda yang khas. Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju bangunan dan masuk ke dalam salah satu ruangan (ruangan yang hampir keseluruhan dindingannya tertutup oleh gambar-gambar dan foto Indonesia tempo dulu).

Raihan melihat kedua temannya yang sudah duduk di salah satu tempat dengan meja kecil berbentuk lingkaran di depannya, Raihan mendekati keduanya lalu mengambil posisi duduknya.

Melihat Raihan mendekat, Renata kontan bertopang dagu dengan siku yang melekat di meja. "Dasar selalu saja lama. Kita sampai selesai makan nih." Mendengar ucapan Renata itu, Raihan langsung mendelik. Ia belum sempat melekatkan tubuhnya di kursi.

"Haha ... tak apa Rena, kita juga akan membicarakan ini dengan santai. Lagi pula Rai butuh waktu untuk ke sini." Mirshal mencoba membuat pengertian.

"Yang penting gue udah datang, jadi apa yang mau dibahas?" kata Raihan dengan pandangan menuju ke arah Renata kemudian berpaling ke arah Mirshal.

"Aku ingin melanjutkan laporan yang disampaikan oleh Pak Cha. Mereka sudah tahu penyebab kematian Pak Walikota." Mirshal mengatakannya dengan intonasi yang penuh semangat hampir mnggebu-gebu membuat Renata dan Raihan sedikit takjub.

"Apa yang mereka katakan?" tanya Raihan, Raihan tahu bahwa Chairul pasti disuruh Kholili untuk mengabari mereka.

"Jadi, kematian yang menimpa Pak Walikota adalah karena keracunan."

"Keracuan?"Renata tercengung. Sementara Raihan tak berekspresi, sudah pasti ia telah mengetahui sebelumnya.

"Ya, dan racun itu adalah ... racun Arsenik," kata Mirshal dengan tubuh yang condong hingga Renata dan Raihan melakukan hal yang sama, Mirshal berbisik pada kedua kawannya.

Renata berjengit kontan menegakkan tubuhnya. "Apa itu?" tanya Renata terheran-heran. Raihan pun mengembalikan posisinya seperti semula lalu tangannya disilangkan di depan dada.

"Jadi Rena, Arsenik ini sejenis logam alkali tanah yang—" Mirshal melihat isyarat dari Raihan yang menggelengkan kepalanya. "Oh, maaf. Kita singkat saja ya, jadi racun Arsenik merupakan racun yang mematikan, sulit terdeteksi dan kejadian ini seperti racun yang ada di rambut Napoleon ketika dideteksi setelah kematiannya dengan menggunakan NAA. Neutron Activation Analysis. Apabila sudah masuk ke dalam tubuh dalam jumlah besar, jika tidak segera ditolong maka akan menimbulkan ... kematian." Intonasi Mirshal kian melambat dan menjadi lirih di penghujung kata.

Raihan memutar bola matanya sambil mengembuskan napas.

Renata kontan memundurkan kepalanya, "Kau serius?"

"Aku hanya memberikan apa yang aku tahu, Rena." Mirshal menggigit salah satu sudut bibir bagian bawahnya.

Raihan hanya diam seribu bahasa.

Raihan mengikuti jejak mantan istri almarhum walikota, menelusuri lorong dengan beberapa foto melekat di kedua sisi dinding lorong itu." Bapak sering mengeluh kram otot, sakit perut, dan diare."

"Apakah almarhum sempat dirawat?"

"Hanya dokter pribadi yang memeriksanya."

"Pantas saja ... ada sesuatu dengan tubuhnya kan?" Pertanyaan Mirshal seperti meminta pendapat atau persetujuan kedua rekannya.

"Kau masih ingat Rai, tentang hal yang aku bilang saat keluar dari ruang autopsi?" sambung Mirshal, menoleh ke arah Raihan. Sejurus Raihan menganggukkan kepalanya.

E.N.E.R.G.Y  [ON GOING]Where stories live. Discover now