56. Kembali Ke Basecamp

Start from the beginning
                                    

Adrian mulai tertawa sambil menunjuk Gesna. "Ini, ini, yang gue kangen dari si Gege. Obrolan halu nan unfaedahnya ini, enggak ada yang ngalahin."

Sembari meringis, Gesna melambaikan tangan. "Sini, Dri. Lo kalau ngomong deketan dikit. Biar mudah gue ludahinnya."

"Non." Sebuah panggilan menyela mereka, membuat Gesna menoleh dan yang lain menjadi diam. Adit mendekatinya, dan sedikit berbisik. "Aku les dulu, ya. Masih mau di sini, 'kan?"

Gesna mengangguk dan cowok itu lalu pergi. Sebuah senyuman terbit dari bibir Riko, senyuman yang tak lama menjadi tawa mencemooh. "Apa tadi? Non? Lo dipanggil Non sama Bang Adit, Ge?" tanya Riko tidak percaya, meski Gesna sudah mengiakan. "Enggak tahu diri amat lo, keset welcome!"

"Heh! Dia yang panggil kayak gitu duluan, gue enggak minta dipanggil gitu, ya!" Tangan Gesna melempari Riko dengan kacang. "Ngapain yuk, woy? Uno mana Uno?"

Adrian bergegas mengeluarkan kartu Uno dan mengocok rata lantas membagikan di atas meja. Ilham, Riko dan Gesna menempati masing-masing sudut meja dengan segera.

"Gimana minggu depan? Tim putri udah siap?" Ilham bertanya sambil meletakkan kartu hijau ke tengah.

"Siap, dong. Pantang pulang sebelum menang, pokoknya." Gesna mengeluarkan kartu hijau yang ada dari tujuh kartu di tangan.

"Gue seram dengar slogan begituan, Ham. Ingat enggak lo, kita kena marah Guntur gara-gara ada yang bilang pantang pulang sebelum padam?" Adrian yang mendapat giliran setelah Gesna, juga mengeluarkan kartu hijau yang dipunya.

Riko terkekeh geli sambil mengambil kartu dari tengah. Di tangannya tidak ada kartu hijau. "Iya, anjir. Ingat banget gue itu. Udah beratnya ngalah-ngalahin bangke kebo, sampai rumah kena marah pula. Nasib," serunya sambil melempar kartu putar balik ke meja.

Adrian berdecak, lantas mencangkul tumpukan kartu di tengah. "Padahal Ilham udah ingetin. 'Ge, lo haus apa demen?' Eh, dia lempeng aja gitu kayak minum air putih."

Mereka bertiga tergelak keras, mengingat bagaimana susahnya mengurus Gesna yang mabuk. Gesna mendengkus tidak terima ditertawakan. Dia melempar kartu +4 ke meja. "Udah gue bilang, kalau mau ngomongin gue deketan dikit. Biar mudah gue ludahinnya, dijamin hangus mendadak!"

"Dapat aja sih lo kartu-kartu kayak gitu?!" Ilham mengambil kartu dengan sebal. "Ini lo ngocoknya enggak benar, nih, Dri!" protes Ilham yang mulai kerepotan.

Ponsel Gesna bergetar dan dia menatap penelepon dengan memicing. Tak biasa-biasanya, Jody, sang papa, meneleponnya. Gesna mengangkat panggilan itu dengan malas. "Halo."

"Kamu di mana?"

Mata Gesna berputar mengejek. Peduli apa Jody, dia ada di mana. "Rumah teman, lagi kerja kelompok," jawabnya sambil mengode yang lain agar tidak berisik.

"Sama Guntur juga?"

"Iya," sahutnya cepat agar tidak perlu ditanya-tanya lagi. Benar saja, panggilan itu lantas berakhir cepat.

"Siapa, Ge?" tanya Adrian sambil melontarkan kartu berwarna kuning. Sekarang di meja, warna kartu sudah berganti.

"Bokap." Gesna mengedik masa bodoh, menjatuhkan kartu sakti lagi. Kali ini kartu +2.

Ilham mengumpat tidak terima, mendapatkan giliran untuk menambah dua kartu sekaligus. "Pantesan, tumben amat lo bilang kerja kelompok. Gesna kerja kelompok?"

MATAHARI APIWhere stories live. Discover now