50. Forgive Me

552 76 56
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Forgive Me

•••

Sebuah tangan mengusap pelan kepalanya, menimbulkan kantuk yang lebih dalam ketika Guntur membuka mata. Kepalanya mendadak berdiri, dan Guntur mengucek mata. "Sori, ketiduran."

Cowok yang lagi menunggui Joceline bangun itu nyatanya tertidur dengan kepala berada di tempat tidur pasien. Joceline tersenyum samar dan menggeleng. Menyiratkan kalau dia tidak keberatan. "Tidur lagi aja kalau masih ngantuk, kamu kayaknya kurang tidur."

Guntur hanya berdecap meringis. Ya, dia memang kesusahan tidur belakangan ini. Apalagi mendengar Pelangi dan Gesna menangis dari balik dinding kamar.

Ruangan Joceline kembali hening. Cewek itu juga terlihat diam sambil memperhatikan Guntur. "Tur, aku minta maaf."

Joceline berupaya untuk duduk, Guntur langsung berdiri membenarkan posisi bantal. "Maaf, aku nggak tahu kalau kamu enggak boleh makan udang, enggak boleh minum teh. Maaf, kalau aku enggak tahu banyak tentang itu."

Mata Joceline terlihat berkaca-kaca. Perkataan Gesna sepertinya sangat mengguncang cewek itu. Guntur menggenggam sebelah tangan Joceline yang tidak ditanami infus. "Enggak usah kamu pikirin, bukan salah kamu. Aku memang belum cerita tentang itu."

Memang bukan salah Joceline sebab Guntur tidak bercerita tentang kepercayaan yang dianutnya. Gesna bisa tahu juga karena kedekatan mereka dan seringnya cewek itu datang ke rumah. "Maafin Gesna, ya. Dia kalau bicara memang kadang kelewatan, tapi sebenarnya niatnya bagus."

Joceline hanya bisa tersenyum miris. Bahkan dalam kondisi seperti ini pun, Guntur masih saja membela Gesna. "Kamu sayang ya sama Gesna?"

"Bukan cuma aku, Gesna itu kesayangan orang rumah. Kesayangan Mamah, Papah dan Pelangi." Guntur mengusap pelan lengan Joceline agar cewek itu menjadi tenang. 

"Dia enggak suka sama aku, ya?"

"Enggak, kok. Dia marah kemarin sebenarnya karena sedih. Papah aku sudah dianggapnya kayak papa dia sendiri," terang Guntur. "Dia itu jauh dari orang tuanya, Ling. Jadi keluarga aku sudah dianggap kayak keluarganya. Dia sedih banget karena kehilangan Papah. Maklumin ya kenapa dia semarah itu."

Joceline menggangguk dengan usaha penuh. Dia sadar kalau kedatangan Guntur saja sudah sebuah kemustahilan yang nyata. Setidaknya saat ini, raga Guntur ada di sampingnya, meski hati cowok itu tidak ikut serta.

Orang yang dibicarakan mereka sedang duduk termenung di pinggir lapangan basket, seusai latihan. Dengan mata berat yang masih terlihat sembab, Gesna duduk di kursi panjang, menatapi titik-titik air yang mulai jatuh dari langit. Dia lupa bawa jaket.

"Belum pulang, Ge?" tanya Ilham yang baru saja mengganti baju. "Mau bareng?"

Gesna menggeleng. Dia malas pulang. Gustav sedang sibuk-sibuknya penelitian, Guntur direpotkan Joceline dan dia sedang tidak fit untuk menemani Pelangi.

MATAHARI APIWhere stories live. Discover now