[6] My sweet baby

304 36 3
                                    

5 November 2019

"Ini kau, 'kan?" aku menunjukkan sebuah foto Gachapin pada Toru saat kami berdua sedang duduk di balkon pagi ini. Dia sedang memakan camilan pemberian ibunya lalu menoleh ke arah ponselku, "Kau tahu dari mana?"

"Aku mencari tahu tentangmu di artikel."

"Untuk apa?"

"Aku takut yang mengajakku bertemu adalah mantan gangster," jawabku.

"Ada-ada saja." Toru lanjut memakan camilannya.

"Kupikir aku juga harus tahu lebih banyak tentangmu agar kita bisa berteman baik. Kita kan belum sedekat itu."

"Kenapa tidak tanya langsung?"

"Aku tidak mau mengganggu privasimu. Kau juga jarang menampilkan ekspresimu, Toru-san. Aku ini sudah ngeri duluan saat ingin bertanya."

Dia tertawa kali ini, "Saat aku memutuskan untuk berteman dengan seseorang, artinya aku sudah percaya dengan orang itu. Dan untuk ekspresiku ini memangnya kenapa? Aku masih bisa tersenyum dan tertawa."

"Tapi jarang sekali. Aku tidak bisa melihat ekspresimu saat kau memakai masker. Ternyata saat kau tidak memakai masker ekspresimu juga hanya seperti ini," aku menunjukkan wajah lempeng padanya. Kami berdua tertawa.

Sebuah mobil masuk dan berhenti di halaman rumah Toru. Mobil itu membunyikan klakson beberapa kali. Toru berdiri dan mengatakan sesuatu tanpa menoleh padaku, "Itu mobil Taka."

Saat ini aku, Toru, dan Taka sedang duduk di ruang keluarga. Aku tau Taka ini vokalis ONE OK ROCK. Di depan kami bertiga sekarang sudah ada makanan yang dipesan Toru dari layanan pesan antar, dia menyuruhku makan namun aku belum lapar. Tidak ada obrolan sejak tadi. Toru juga sepertinya bingung harus mengatakan apa pada temannya.

"Jadi kau pacar barunya Toru ya?" tanya Taka tiba-tiba padaku.

"Ah, tidak. Bukan sesuatu yang seperti itu," jawabku kelabakan seperti orang yang tertangkap basah melakukan kesalahan.

"Sepertinya kau suka mengencani gadis berambut pendek Toru-chan! Seperti Ayaka-chan waktu itu," ujar Taka sambil cengengesan.

Ayaka? Apa dia mantan pacar Toru?

"Tutup mulutmu, Mori-chan!" Toru menjitak kepala Taka. Aku tertawa dalam hati mendengar sebutan Mori-chan.

"Hahaha baiklah. Aku Taka, siapa namamu?" Taka mengulurkan tangannya padaku.

Aku membalas jabat tangannya. "Raline."

"Kau kenapa tiba-tiba ke sini, Mori-chan?" tanya Toru pada Taka.

"Ingin saja. Semalam aku menghubungimu tapi ponselmu tidak aktif. Lalu aku ke apartemenmu, tapi kau tidak ada. Lalu aku mengunjungi studio, tapi kau juga tidak ada. Lalu aku pergi lagi ke rumah orang tuamu, tapi tidak ada mobilmu di sana. Akhirnya aku ke sini. Ternyata ini alasanmu izin latihan hahaha. jangan lupa besok kita akan tampil," jelas Taka panjang lebar. Sudah seperti orang yang khawatir pada pasangannya. Dia bahkan rela melakukan perjalanan dini hari dan sampai di sini saat pagi hanya untuk menemui Toru.

Toru kembali menjitak kepala Taka dan menjelaskan hubungan kami yang sebenarnya. Namun pria yang dijelaskan itu malah memasang muka tengil dan makan seperti orang kelaparan. Aku pamit untuk naik ke atas. Siapa tahu ada urusan penting yang ingin mereka bicarakan.

Di dalam kamar aku mencari tahu siapa Ayaka yang disebut Taka tadi. Aku penasaran. Oh, ternyata memang benar Toru pernah kencan dengannya. Namun kenapa mereka putus?

Ayaka memiliki rambut pendek sama sepertiku. Postur tubuh kami juga hampir sama. Bedanya adalah Ayaka memiliki wajah yang cantik sedangkan aku asdfghjkl.

Hah, kenapa aku jadi membandingkan diriku dengannya?

*

Toru mengetuk pintu kamar saat aku sedang meringkuk di tempat tidur sambil memegang perut. Perutku sedang sakit karena baru saja aku datang bulan.

"Masuklah, tidak dikunci." Aku mencoba untuk duduk.

"Kau kenapa?" tanya Toru yang melihatku memegang perut.

"Datang bulan."

Toru keluar dari kamar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Menyebalkan sekali. Namun tidak lama, dia masuk lagi dengan membawa segelas air hangat dan sepotong sandwich. Dia menaruh nampan itu di atas nakas samping tempat tidur. Setelah itu dia keluar lagi.

Astaga, ingin kuremas wajahnya.

Aku keluar kamar saat hari sudah siang. Aku turun ke bawah menuju pantry dan mencari camilan. Perutku sakit lagi. Kali ini bukan karena datang bulan, namun karena lapar. Tadi aku tidak ikut makan bersama. Sandwich dari Toru juga sudah kumakan sejak tadi.

"Kau sedang apa?"

Aku terperanjat karena tiba-tiba seonggok daging muncul disebelahku. "HIH. Kau ini kenapa selalu muncul tiba-tiba, sih!" Aku berteriak padanya.

"Aku kan hanya bertanya. Tidak perlu marah seperti itu."

"Langkah kakimu tidak terdengar. Kau seperti setan. Maafkan aku," ujarku tanpa menoleh kearahnya. Lalu aku melangkah menuju ruang keluarga setelah mendapatkan camilan. Katanya perempuan selalu benar dan tidak mau meminta maaf duluan kan? Nyatanya aku bukan orang yang seperti itu, kadang-kadang saja hahaha.

"Kau lebih menyeramkan dari setan saat sedang datang bulan." Toru mengikutiku dan memosisikan dirinya duduk di sofa seberang.

Aku mendelik ke arahnya.

"Bagaimana perutmu? Apakah perlu ke rumah sakit?"

"Hahahaha pertanyanmu seperti sedang bertanya pada orang hamil. Hahaha." Aku tertawa terpingkal-pingkal karena ucapannya.

"Kau aneh sekali. Tadi marah-marah. Sekarang tertawa seperti itu."

Aku mengangguk membenarkan ucapannya. "Mood swingku memang aneh saat sedang datang bulan. Maafkan aku," ujarku tersenyum padanya dan dia hanya membalasku dengan muka lempeng.

"Temanmu sudah pulang?" tanyaku.

"Dia langsung pulang setelah menghabiskan semua makanan. Mmm," Toru tampak menimbang-nimbang, "Untuk yang tadi dikatakan Taka. Itu hanya masa laluku, kau tidak perlu memikirkan itu." Toru melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa kau menjelaskannya padaku?"

"Kupikir kau harus tahu. Aku tidak mau kau salah paham."

Kenapa dia begitu manis?

Haeshhh jantungkuuu.

Kalau seperti ini terus-terusan sepertinya aku harus khawatir dengan kesehatan jantungku.

*

Naskah ending novelku sudah kukirim lewat email tadi. Dan sekarang aku sedang berkemas. Toru akan mengantarku pulang nanti sore. Padahal aku suka berada di sini. Aku sedikit kesal karena Toru belum mengajakku ke banyak tempat yang bagus seperti ucapannya waktu itu.

Aku turun karena haus setelah mengemasi barangku. Setelah mengambil minuman, aku duduk di sofa membelakangi dapur. Aku nyaris menyemburkan air di dalam mulutku saat mendengar suara lemari pendingin dibuka. Ternyata ada Toru yang sedang mengambil cola.

"Kau berjalan seperti kucing. Tidak bersuara," ujarku menoleh pada Toru yang kini sedang membuka colanya dengan wajah lempeng tanpa dosa.

"Kagetan sekali. Jadi aku ini setan atau kucing?"

"Gachapin."

*

Ini sudah sore dan aku sudah selesai bersiap-siap. Aku menurunkan ranselku dan menaruhnya di ruang tamu. Aku berdiri menyandar pada pintu saat melihat Toru yang sedang memanaskan mobilnya. Dia menoleh.

"Pakai masker dan jaketmu. Aku akan mengajakmu ke tempat yang bagus sebelum kembali ke Tokyo."

*****

Arigatou, Toru-san! | Toru Yamashita [COMPLETED]Where stories live. Discover now