Menjadi Imam

623 38 0
                                    

"Dit,baju aku mana?" Tanya Rania kepada Raditya yang sedang asik memainkan game di handphonenya

"Baju apa sih?" Tanya Radit sambil lalu, masih fokus di layar hp

"Tadi, katanya kamu angkutin barang aku kesini?!" Rania protes

" Oh, itu dikursi" sambil menunjuk suatu sudut

Rania mengacak- acak isi tas kecil yang dalamnya sudah tak rapi. Raditya pasti memasukkannya sembarangan. "Kamu gak masukin jilbab aku ya Dit?" Ah, Rania seharusnya tak percaya begitu saja pada Radit untuk memindah barang dari kamarnya ke kamar Radit sementara. Sekarang mau bagaimana? Ibuk pasti sudah tidur, mana tega Rania membangunkan ibunya untuk mengambil jilbab, adanya Rania bingung sendiri menjawab pertanyaan ibuk. Rania termenung memikirkan sesuatu, jilbabnya basah ketika berwudhu tadi, kalau harus tidur dengan jilbab yang sama, bisa-bisa Rania masuk angin. Tapi siapkah Rania melepas jilbab di depan Radit? Yah walaupun Raditya memang suaminya, tapi akankah selamanya?. Bismillahirrahmanirrahim, Rania melepas jilbabnya, membiarkan rambut panjang nya terurai. Kemudian duduk di meja kerja Raditya, mengerjakan apa saja. Canggung rasanya berdua di kamar seperti ini.

"Ran, itu elo bukan ya?" Raditya meletakkan hp nya, haus awalnya, berniat mengambil air di dapur. Fokusnya kini beralih ke gadis yang berambut panjang indah tergerai. Baru kali ini Raditya melihat Rania menanggalkan jilbabnya, terlihat ayu tentu saja. Kalau ada lalat lewat,mungkin sudah masuk mulutnya, karena Raditya melongo beberapa saat.

"Kenapa, jelek? Gak usah komentar!" Rania menjawab dengan ketus, lebih menutupi kegugupan.

"Enggak,," jawab Raditya jujur, mendekat, duduk di kursi kosong di samping Rania."Lo ngapain sih?"

"Nonton film, tapi udah mau selesai, gak usah ikut liat!"

"Idih, siapa yang mau liat, film romantis gitu,gue gak minat" kata Raditya yang ikutan memperhatikan adegan sepasang muda-mudi yang saling berciuman.

Rania yang melihat adegan tersebut menutup matanya dengan buku yang ada di sebelah laptopnya.

Raditya yang melihat reaksi Rania sedikit heran. " Lho malu Ran, lihat orang ciuman?!" Selidik Raditya tak percaya, zaman seperti ini, masih ada wanita senaif Rania

Rania tersenyum canggung."Norak ya aku?"

"Lo belum pernah ciuman sama cowok?" Raditya tambah penasaran

Rania menggeleng polos

"Kalau pegangan tangan?"

Rania kembali menggeleng

"Astaga Rania, jangan bilang sama gue, Lo gak pernah pacaran?"

"Emang gak pernah, pacaran itu dosa, apa untungnya, dipeluk sama dicium sama lelaki yang bukan mahram kita,,hiii ngeri" Rania bergidik

"Berarti gue dosa banyak ya Ran"

"Kamu pernah pegangan tangan sama  Mirna pasti ya, pelukan?" Ganti Rania bertanya

Raditya mengangguk

"Ciuman?"

Raditya kembali mengangguk

"Oh," Rania ingin bertanya lebih, tapi khawatir mendapat jawaban yang tidak siap diterimanya.

"Tapi gue bukan cowok brengsek, yang suka mengambil kehormatan anak gadis orang, gini- gini gue masih ada iman, walau jarang solat" Raditya seakan bisa menebak pikiran istrinya. Rania yang begitu berbeda yang baru dilihatnya malam ini.Banyak sisi yang terkuak yang menghadirkan pesona Rania tampak jelas di mata Raditya.

"Oke" balas Rania, Tanpa berniat menatap ke arah Radit, degub jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Mereka tak pernah sedekat ini sebelumnya.

Raditya menatap lekat wajah Rania, lupa akan rasa hausnya, lupa akan game onlinenya. Tiba-tiba saja udara di sekitar menjadi panas, dan Raditya tak mampu beralih dari mata Rania yang lentik, hidung mancungnya, bibir Rania yang tipis. "Raditya mendekatkan wajahnya ke wajah Rania, sehingga hampir tak berjarak.

Rania diam terpaku di tempat, memilih memejamkan matanya. Satu detik, dua detik, degub jantung itu semakin tak bisa dikendalikan, sampai akhirnya, sapuan halus di bibirnya terasa begitu lembut, namun begitu singkat. Raditya mencium bibir Rania.

"Sory Ran,,gue...gue ambil minum dulu, gue haus" Raditya tersadar telah mencium Rania, ketika Rania membuka mata. Dia buru-buru menghindar, meninggalkan Rania dengan tanda tanya besar di hatinya, mungkinkah Raditya menyimpan rasa untuknya, atau sekedar kekhilafan sesaat?

***

Raditya meminum satu gelas air dingin sekali teguk, berharap menetralisir perasaannya, dia ambil lagi satu gelas, kali ini untuk mengusir hawa sekitar yang dirasa panas.

"Shittt Radit, kenapa lo gak bisa tahan sih, untuk tidak mencium Rania??! Sialan! Kenapa Rania begitu kelihatan polos dan cantik, apalagi mereka berdua saja di dalam satu kamar,semuanya serasa mendukung. "Arghh!" Raditya mengacak-acak rambutnya yang tidak gatal, karena gagal mengendalikan diri. bagaimanapun Raditya lelaki dewasa, dan ada istri cantik di depannya, apa salahnya jika...ah, pikiran kotor malah bermain-main di kepala Radit. Oke, malam ini gue tidur di ruang tamu, gue takut gak bisa menguasai diri. Baru disadari pesona Rania teramat besar.

***
"Dit, bangun...pindah kamar gih, sebentar lagi ibuk bangun!" Rania menggoyang-goyangkan tubuh Raditya yang semalam sengaja tidur di sofa ruang tamu

"Apaan sih Ran?" Tanya Radit, masih belum membuka matanya

Rania yang tahu kebiasaan Raditya yang susah dibangunkan, sengaja membuka paksa mata suaminya, sehingga wajahnya dengan rambut tergerai terlihat jelas di mata Raditya. Raditya kaget, tiba-tiba ingat kejadian semalam, tiba- tiba bisa langsung bangun dari tidurnya, apalagi kemarin malam Raditya sempat mimpi ciuman sama Rania lagi.

"Bangun yuk, solat subuh. Biasanya ibuk selalu mengajak solat berjamaah, kamu siap-siap ya, aku tunggu di sini" kata Rania, bersikap biasa, seolah-oleh tak ada kejadian apapun semalam. Raditya jadi bingung, apakah semalam hanya mimpi? Kembali dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, rambut ikal panjangnya semakin berantakan.

"Oke, tunggu gue siap-siap" Raditya menurut

***
"Ayo Nak Radit bisa kita mulai solat Subuh ya?" Neni yang sudah dari tadi memakai mukena coklatnya sudah siap menjalankan ibadah

"Iya buk, bisa-bisa!" Kata Radit berdiri dari duduknya, berada di sebelah Rania

" Dit, kamu jadi imam, di depan!" Bisik Rania lirih

"Gue?" Raditya balas berbisik

"Siapa lagi?!" Tegas Rania

" Gue udah lama gak solat!"

" Makanya sekarang saatnya solat, buruan ditunggu ibuk!"

"Kalian, malah bisik-bisik. Ibuk jadi iri lho, gak diajak ajak" Neni tersenyum melihat polah dua orang dihadapannya, terlihat dekat.

"Ibuk...bisa saja" Rania mendorong Raditya ke depan. Mau tidak mau Raditya jadi imam hari ini. Di waktu subuh yang syahdu, di awal hari yang baru, bersama istri jelita dan mertua yang penyayang. Kurang apa lagi, bukankah Allah sebenarnya begitu menyayangi Raditya?. Hanya saja butuh waktu untuk Raditya menyadari semua, mungkin tidak hari ini, mungkin beberapa bulan ke depan. Dan saat itu, semoga bukan penyesalan yang tertinggal. Paling tidak, detik ini. Saat ucapan takbir itu kembali terdengar dari mulut Radit, Raditya berniat untuk kembali menegakkan salat, paling tidak dia akan lebih siap lagi menjadi imam. Pertanyaannya imam untuk siapa? Rania atau Mirna?


Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang