Belajar Menghargai

756 43 1
                                    

Rania menyandarkan punggungnya ke jok taksi yang mengantarkannya ke arah rumah, penat merajam raganya, meeting evaluasi bagian produksi membuatnya harus pulang terlambat. Malam mulai beranjak, bersamaan kumandang adzan yang bergema. Diliriknya sebentar jam tangan, memang jam tujuh telah lewat. Pantas saja perutnya serasa keroncongan, membuat Rania tiba-tiba rindu masakan ibu. Ah, Rania ingin pulang, ingin mengadu di pangkuan ibu, rindu candaan Ragil yang kadang garing. Ternyata sebagus apapun tempat tinggal, rumah adalah tempat yang paling nyaman. Apalagi harus bersama dengan Raditya. Rania kembali menarik nafas panjang, teringat perjalanan pernikahannya dua bulan terakhir. Masakan untuk Raditya selalu berakhir ke tempat sampah, hanya sekali sop iga Rania tandas, setelah itu semua kembali sama. Raditya yang dingin dan tak banyak kata, tak bicara kalau tak perlu, tak pernah sekalipun peduli atau meluangkan waktu bersama. Raditya selalu pergi, entah melakukan apa, pernah sekali Rania bertanya, berakhir bentakan kebencian. Beberapa kali bertemu di meeting antar divisi, itupun suaminya sering tak muncul. Bahkan hari Minggu saja Raditya selalu pergi, setelah menerima telepon mesra dari perempuan bernama Mirna.

Apakah semua ini pantas disebut pernikahan? Sering pertanyaan itu muncul di kepala Rania, tapi apakah semua akan bermuara pada kesia-siaan? Sampai kapan dia mampu bertahan, bahkan bertahan untuk siapa?. Raditya sendiri tak menginginkan pernikahan ini, sama seperti dirinya pada awalnya. Pernikahan terpaksa karena hutang untuk memperpanjang hidup keluarga, namun setelah Raditya mengucap ijab kabul itu dan menyebut namanya, pernikahan ini nyata untuk Rania. Cincin yang melingkar dijarinya menjadi saksi, bahwa ikatan telah terjadi, suatu ikatan yang suci.

Hari ini entah kenapa semua seakan berada di ujung kelelahan, bukan keputusasaan memang. Hatinya butuh sedikit ketenangan, kesempatan untuk istirahat sejenak, baiklah dia akan berbalik arah menuju rumah ibunya, malam ini Rania ingin tidur di kamarnya, tak perlu ijin pada suaminya, toh selama ini dia selalu ijin tak pernah di pedulikan.
Dering gawai Rania berbunyi, nama Ragil muncul di layar.
" Walaikumsalam Ragil, kabar ibu baik kan?"

" Kamu gak salah lihat ya? Okey mbak akan tanyakan ke Raditya nanti, walaikumsalam"

Percakapan pendek itu membuyar kan dalam sekejap rencana Rania untuk mengunjungi ibunya, sekarang ada yang lebih penting, bicara dengan Raditya tentang belajar menghargai. Rania tidak pernah protes atas keberadaannya yang memang tidak diinginkan, apalagi mengharap penghargaan, tapi lain lagi kalau menyangkut keluarganya. Tidak bisa Rania biarkan.

"Dit, kita butuh bicara!" Pagi itu Rania sengaja menunggu Raditya keluar kamar. Hari Minggu bisa dipastikan Raditya akan menghilang dari pagi hingga malam.

"Diskusi?" Raditya mengernyitkan dahi, tetap melakukan kegiatannya memakai sepatu kets, tanpa terlalu peduli pada istrinya sama sekali, bagi Raditya Rania dan segala tentangnya bukan hal yang harus dipikirkan, apalagi menjadi prioritas.Raditya hanya menunggu waktu untuk Rania tinggalkan, karena bagaimana dia sangat ingin pergi dari pernikahan ini,dia terhalang perjanjian dengan papanya. Kalau Raditya menceraikan Rania, warisan tetap akan berpindah tangan. Raditya hanya perlu tak peduli pada Rania, dan perempuan berjilbab itu akan pergi dari hidupnya. Awalnya Raditya pikir akan mudah, dan tak memakan waktu lama. Tapi ternyata Radit keliru, Rania ternyata tak mudah dihempaskan, berdiri tangguh dalam kesabaran.

"Gue ada janji" lanjut Radit cuek, dia ada janji joging dengan Mirna di stadion kota. " Lagian, emang ada yang perlu kita diskusikan. Kita, lo, gue punya hidup masing- masing"

"Ya awalnya aku pikir, kita sebatas aku dan kamu. Tapi ternyata aku salah dalam "kita" selain aku dan kamu ada papa,ibu, dan Ragil!"

Raditya menghentikan langkahnya yang hampir mencapai pintu keluar,membalikan badan mendekat ke arah Rania. Merasa nada bicara Rania tak pernah setegas ini sebelumnya." Apa maksud lo?"

Rania dan RadityaWhere stories live. Discover now