Part 20

31 2 0
                                    

Mei 2019.

"Ayo, kita berfoto," ucap Namesh. Salah satu teman kelompok penelitianku.

Kami berbaris tepat di depan gedung kampus. Memakai toga kebanggaan. Berfoto bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama.

Hari itu hari kelulusanku di Kingdom College. Aku berhasil mendapatkan gelar master dan doktoralku setelah nyaris lima tahun masa studi. Aku bekerja keras hingga bisa berada di titik ini. Namesh, Skylar, Jennie, Nana dan Morgan adalah teman-teman yang banyak menghabiskan waktu bersama denganku di sini.

"Ah, akhirnya, setelah perjuangan yang cukup panjang," kata Skylar yang berdiri di sebelahku.

"Hey! Skylar dan Kim! Ayo, menatap ke kamera!" Teriak Namesh yang sedang berdiri di dekat tripod. Bersiap untuk mengambil foto.

Aku dan Skylar terkikik kemudian saling berangkulan. Nana, Jennie dan Morgan merapatkan diri. Namesh bersiap dengan menghitung mundur. "Empat, tiga, dua, satu."

Cekrek!

"Bagus!" kata Namesh. "Sekarang aku ikut."

Namesh bergegas berlari kembali ke arah kami. Saat itu, ponsel di dalam sakuku berdering. Setelah sesi foto berakhir, aku bergegas mengambil jarak, mengeluarkan ponselku dan mendapati deretan nomor yang tak kukenal terpampang di layar.

"Hallo?"

"Kau di mana?" tanya si penelpon yang berhasil membuatku mengernyitkan kening. Aku mengenali suaranya. Sekali lagi aku mengecek ulang nomor yang tertera di layar ponselku. Jangan-jangan dia?

"Hyeoseop?"

"Aku ada di depan gerbang kampusmu," ucapnya.

"Mwo?! Bagaimana—"

"Kau tidak mau menemuiku?"

Aku serta merta saja berlari menuju gerbang kampus. Mendatanginya.

Sesampainya di depan gerbang kampus aku menghentikan langkah kakiku. Berdiri menatapnya dengan napas tersengal-sengal karena cukup jauh berlari.  Sementara Hyoseop tersenyum lebar sembari melangkah mendekat.

"Selamat atas kelulusannya," ucapnya sembari menyerahkan buket bunga di tangannya ke arahku.

"Kenapa kau ada di sini?"

"Aku ingin menemuimu," ucapnya.

Aku masih mentap buket bunga yang kini berpindah ke tanganku. "Gomawo, Usopp ah."

Dia tersenyum, melangkah semakin dekat dan memelukku. 

"Bogoshipo," bisiknya.

-

Selama berada di London, kami tetap selalu berhubungan dan berkirim kabar. Terkadang melalui email atau dia yang menelponku via skype. Tapi, kami lebih sering berkirim pesan melalui aplikasi chatting.

Aku banyak mengirimkan foto-foto penjelajahanku di Eropa dan memprovokasi Hyoseop untuk berkunjung segera ke London sebelum aku kembali ke Korea. Aku berjanji akan menjadi tour guide gratis untuknya.

Satu minggu yang lalu, saat kami berhubungan via Skype, aku menceritakan kepadanya bahwa aku merasa begitu sedih karena orang tuaku tidak bisa hadir di acara wisuda kelulusanku.

"Kakak iparmu sebentar lagi melahirkan," kata Hyoseop waktu it mencoba menenangkan. 

"Aku tahu," jawabku. Itulah sebabnya aku tidak bisa memaksa mereka datang. Ibu dan ayah pasti sedang sibuk menyambut cucu pertama mereka. Dan, Hyoseop yang sedang menjalani masa residen di rumah sakit tempat istri Woobin dirawat, juga sangat paham situasinya.

Maginot Line (Complete)Where stories live. Discover now