Part 16

10 2 0
                                    

Esok harinya Kyung Hee keluar dari rumah sakit. Aku dan Jongsuk ikut mengantarnya hingga ke rumah dengan menumpang mobil Kyuhyung.  Setelah memastikan Kyung Hee sudah sampai di rumah dan memastikan Jongsuk ada untuk menjaganya, aku pun memutuskan untuk pulang. Dan, berjanji akan datang menjenguknya esok hari.

Setibanya di rumah, ibu segera menghampiriku dan mengatakan bahwa dia begitu mencemaskanku. Tapi, aku sedang tidak ada tenaga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ibu, jadi aku meminta ibu untuk membiarkanku beristirahat. Ibu menurut dan membiarkanku masuk kamar.

Keesokan harinya, aku berangkat menuju kampus pukul sepuluh pagi, karena hari ini adalah jadwal pertemuan dengan Pak Caleb. Aku sudah mempersiapkan pekerjaanku dengan baik selama menemani Kyung Hee di rumah sakit dan siap untuk menyerahkannya kepada Pak Caleb tepat waktu. Aku akan membuktikan bahwa aku tidak akan mengulangi kesalahanku untuk kedua kalinya.

"Interpretasi hasilmu sudah bagus," ucap Pak Caleb sambil memanggut-manggutkan kepala. Membuatku mengulas senyum puas setelah mendengar komentarnya.

Dan, di akhir sesi konsultasi, dia menahanku di ruangannya sementara teman-temanku yang lain keluar. "Apa yang kaulakukan akhir pekan ini?" tanyanya dengan tangan dan mata yang masih sibuk mengkoreksi paper mahasiswa.

"Akhir pekan ini?" tanyaku bingung.

Pak Caleb mendongakkan kepalanya, menatap ke arahku, "Will mengundangmu ke acara ulang tahunnya minggu ini," ucapnya, kemudian kembali menekuri pekerjaannya.

Aku sontak menganggukan kepala.

"Kau bisa datang?" tanyanya lagi, "sepertinya Will akan kecewa jika kau tidak bisa memenuhi undangannya."

 "Ya, saya akan hadir," kataku.

"Baik," ucapnya, kemudian mengangkat kepala untuk menatapku, "Keluarlah," ucapnya.

"Nde, gamsahamnida."

Setelah keluar dari ruangan Pak Caleb, aku berencana menuju perpustakaan kampus barang sebentar untuk membaca buku, tapi saat itu juga aku tersadar bahwa kartuku tidak ada. Aku berusaha mengingat-ingat di mana kartu itu kuletakan. Kapan terakhir kali aku menggunakannya? Sampai akhirnya aku teringat, "Ya benar," seruku, "warung samgyeopsal!"

Akhirnya aku tidak jadi masuk perpustakaan dan malah menumpang bus menuju arah kampus kedokteran. Sesampainya di sana aku segera mengunjungi warung makan samgyeopsal yang kudatangi sewaktu mendengar Kyunsang mabuk berat.

Sesampainya di sana, aku segera menghampiri seorang ahjumma yang sepertinya adalah pemilik warung makan itu.

"Jeogi," ucapku untuk menarik perhatian si ahjumma. "Beberapa waktu yang lalu aku berkunjung ke sini dengan teman-temanku dan sepertinya aku meninggalkan sesuatu."

"Kartu?" kata si ahjumma serta merta yang sontak membuatku menganggukan kepala. Ia pun bergegas menuju meja kasir, membuka lacinya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Benar! Itu adalah kartu perpustakaan milikku.

Aku menerimanya dengan senyum lebar dan mengucapkan terimakasih berkali-kali kepada si ahjumma pemilik warung samgyeopsal ini. 

"Aku menemukannya tergeletak di bawah meja," kata si ahjumma menceritakan. 

"Terimakasih. Aku benar-benar berterimakasih," ucapku sekali lagi.

"Oh, ya," ucapnya saat tiba-tiba teringat sesuatu, "malam itu ada pria muda yang datang ke sini dan dia bilang dia mencari temannya. Dia bahkan menunjukan sebuah foto kepadaku. Dan, aku ingat, orang di foto itu sepertinya sangat mirip denganmu. Kau bukan, sih?"

"Nde?"

Ahjumma tiba-tiba menjentikkan jarinya di depan wajah, "Benar! Itu pasti kamu," ucapnya sambil menatapku dengan mata menyipit."

"Saya?" tanya yang dijawab si ahjumma dengan anggukan kepala.

"YA! Aku sangat kasihan sekali dengan dia malam itu. Wajahnya penuh keringat dan napasnya tersengal-sengal saat tiba di sini. Sepertinya dia cukup jauh berlari. Aku sering melihatnya beberapa kali ke sini. Kalau tidak salah dia mahasiswa."

Aku berusaha mencerna maksud perkataan si ahjumma, hingga akhirnya aku teringat seseorang.

Aku pun mengeluarkan ponsel di dalam saku jaketku, mencari foto seseorang, kemudian menunjukkannya kepada si ahjumma.

"Apakah dia orangnya?"

"Ah, ya!" ucap si ahjumma setengah berseru, "benar! Dia orangnya."

Aku tersenyum, kemudian memasukan lagi ponselku ke dalam saku. "Dia temanku," ucapku kepada si ahjumma.

"Oh, ya? Aku pikir kalian sepasang kekasih."

Aku sontak membulatkan mata mendengar perkataan si ahjumma. Perempuan itu hanya tersenyum seraya keluar dari balik mejanya, menghampiriku. "Dia benar-benar mencemaskanmu malam itu."

"Aniya. Kami hanya teman," ucapku, kemudian berpamitan pulang dan mengucapkan terimakasih entah untuk yang keberapa kali.

"Baiklah," kata si ahjumma sambil tersenyum ramah, "sering-seringlah ke sini. Ajak temanmu makan di sini."

"Nde, algesumnida."

-

Maginot Line (Complete)Where stories live. Discover now