Part 8

11 2 0
                                    

Pagi-pagi aku terbangun oleh suara berisik yang berasal dari arah dapur. Tanpa mencuci muka aku keluar dari kamar, berdiri di ujung tangga dan sontak membulatkan mata begitu menyadari dengan siapa ibu sedang sibuk bergelut menyiapkan hidangan di dapur untuk menyambut kedatangan nenek: pacar Kim Woobin! Perempuan yang tidak mau dia temui beberapa hari yang lalu kini sedang asik mengobrol dengannya sambil memotong-motong lobak.

Dan, yang lebih membuat takjub lagi adalah ayah yang duduk berdua dengan putra si perempuan itu di sofa ruang tengah—aku menyebutnya 'perempuan itu' karena aku belum tahu siapa namanya. Bahkan ayah terlihat tertawa-tawa sambil tangannya merangkul pundak bocah laki-laki di sampingnya. Mereka tengah asik menonton video kartun di ponsel Kim Woobin. Astaga! Apa sebenarnya yang terjadi?

"Oh, sudah bangun?" aku terperanjat saat Woobin tiba-tiba muncul di belakangku.

"Mengaggetkan saja," ucapku dengan wajah kesal. "Ya! Apa yang terjadi sebetulnya?"

"Apanya?" tanya Kim Woobin dengan alis terangkat. Aku mengarahkan pandanganku ke dapur, "Ah..." ucap Kim Woobin sambil mengangguk-anggukan kepala, "mereka mau menyiapkan hidangan. Kakek dan nenek tiba sore ini."

Aku melengos mendengar jawaban Kim Woobin. Ya, kalau itu sih aku tahu! "Maksudku kenapa bisa mereka menjadi akrab begitu?"

Woobin tidak menjawab pertanyaanku dan hanya mengedipkan matanya. Ia lewat begitu saja menuruni tangga untuk menuju ke arah dapur. Ibu yang melihat keberadaanku lantas menyuruhku turun untuk sarapan.

"Aku mandi dulu," ucapku. Masih bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Apa yang Woobin lakukan pada ibu kemarin? Jangan-jangan dia mengancam ibu dengan hal yang tidak-tidak? Aih, entahlah. Sepertinya isi rumah ini sudah mulai gila.

-

"Ayah tidak kerja?" tanyaku kepada ayah yang sekarang asik main playstation dengan bocah laki-laki di sampingnya.

Ayah menoleh ke arahku kemudian menjawab, "Ayah cuti hari ini. Kakek dan nenekmu mau datang."

Aku bergerak menuju dapur dan mendapati pacar Kim Woobin menyapaku dengan sopan seperti saat pertama bertemu waktu itu, "Annyeonghasaeyo."

"Annyeonghasaeyo."

Aku mengambil tempat di meja makan. Ibu sudah menyediakan sepiring nasi goreng untukku.

Sambil mengunyah sarapan, aku memperhatikan apa yang terjadi di dapur. Ibu sibuk di depan kompor sibuk dengan masakannya, sementara pacarnya Woobin berdiri di konter dapur asik mengaduk-aduk kimchi di dalam sebuah wadah besar. "Eomoni, kira-kira bumbunya sudah pas atau belum?" tanya si pacar Woobin sambil membawakan sepotong kimchi ke arah ibu.

Ibuku lantas mencobanya dengan membiarkan si pacar Woobin menyuapinya, kemudian mengatakan, "Oh, sudah pas. Wah, kau memang pintar masalah dapur, ya?" ucapnya yang berhasil membuat orang yang dimaksud tersipu malu.

Aku menatap Woobin yang duduk di hadapanku sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Wae?" tanyanya.

"Daebak! Ya! Kau apakah ibu jadi bisa seperti itu, hah?"

Woobin bukannya menjawab malah terkekeh kecil. Dia berdiri dan mendekat ke arahku. "Nasi gorengnya enak?" tanyanya sambil mengedik ke arah piringku yang sudah tandas. "Itu masakannya Soon Young asal kau tahu."

"Mwo?"

Woobin menepuk-nepuk pundakku sebelum bergerak menuju ruang tengah. Sementara ibu dan perempuan itu bergerak menuju halaman belakang rumah untuk memasukan kimchi ke dalam wadah fermentasi. Astaga. Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga ini?

Maginot Line (Complete)Where stories live. Discover now