28. Memaafkan

9.2K 1K 56
                                    

Benci Arka. Benci Fara. Benci semuanya.

Saat ini di kepala Melodi hanya ada kebencian. Melodi benci bila ada seseorang yang menyinggung tentang orangtuanya. Fara, gadis itu tidak tahu sedikitpun tentang dirinya juga orangtuanya. Namun mulutnya dengan berani mengatakan hal yang tidak bisa ia terima seutuhnya.

Mendidik? Febina dan Edi sangat mendidiknya dengan baik sewaktu mereka masih menjadi keluarga yang bahagia meski dengan waktu yang tidak lama. Perihal bagaimana kelakuannya yang sekarang bukan karena kesalahan mereka, hanya Melodi yang enggan menerapkannya. Melodi ingin melakukan sesuatu sesukanya.

Namun lebih dari rasa bencinya pada Fara, Melodi lebih membenci Arka. Hatinya terasa sesak saat mendengar pria itu membentaknya di hadapan banyak orang. Melodi benci dibentak. Melodi benci ketika tau bahwa yang membentaknya adalah orang yang ia percaya. Orang yang hampir setiap hari ada di sisinya.

Mata merah Melodi belum berhenti mengalirkan air mata. Hidungnya merah dan beringus. Melodi menangis dalam diam di tengah kebingungannya saat ini. Ia berdiri di pinggir jalan sendirian di antara banyaknya pengguna jalan. Matanya terus bergerak menyapu pandang sekitar.

Melodi keluar dari kafe yang tadi ia kunjungi. Melodi tidak peduli dengan apapun. Ia hanya tidak ingin berada di sana lebih lama. Namun kenyataan bahwa Arka tidak mengejarnya lebih membuat dadanya semakin sesak. Nyaris membuatnya juga kesulitan bernapas. Orang-orang yang memandangnya iba karena menangis tidak Melodi pedulikan lagi.

"Melodi."

Kepala Melodi menoleh begitu seseorang memanggil namanya. Melodi sempat berharap bahwa itu adalah Arka, namun kenyataannya itu adalah Micho. Teman Arka yang tadi sempat bergabung bersamanya. Pria itu berlari menghampirinya.

"Lo mau ke mana?" tanya Micho begitu pria itu sudah berdiri di hadapan Melodi. Ia sedikit terkejut saat melihat mata sembab Melodi. Pertanda bahwa gadis itu baru saja menangis.

Melodi menatap Micho tanpa ekspresi meski di otaknya ia mencari-cari jawaban atas pertanyaan pria itu. Tetapi ia tidak kunjung menemukan. Melodi tidak tahu ingin ke mana saat ini. Semua terasa membingungkan.

Melodi menggeleng lemah. "Enggak tau." ucap Melodi sembari mengusap air matanya yang mengalir di pipi dengan punggung tangan. Melodi berbalik hendak pergi namun tangan Micho mencegahnya.

"Lo mau ke mana?"

"Lepasin." Melodi melepas paksa tangan Micho yang mencengkram pergelangan tangannya.

Melodi kembali berjalan namun lagi-lagi Micho menahannya pergi. "Lo gak bisa pergi, Mel. Lo gak hapal jalanan," ujar Micho.

"Gue mau pergi, lepasin Micho." Melodi berujar lirih. Air matanya kembali meluruh membuat Micho jadi tidak tega melihatnya.

"Gue tau lo pasti marah sama Arka sama Fara tapi lo jangan pergi sendiri. Lo bisa ilang, Mel," kata Micho pada Melodi. Pria itu menurunkan volume suaranya lebih lembut.

"Gue enggak peduli. Lepasin!" Melodi mulai meninggikan suaranya. Ia melepas paksa tangan Micho namun pria itu justru semakin mencengkram erat.

"Enggak, sebelum lo balik lagi ke kafe."

Mata Melodi terpejam bersamaan dengan air mata menetes keluar dari pelupuk matanya. "Sakit Micho, lepasin." Melodi meringis kecil saat tangan Micho mencengkram tangannya tepat di pergelangan tangannya yang terluka. Lukanya sudah mengering namun masih terasa sakit.

Micho segera melepas tangannya tak kala ia melihat ada perban kecil di tangan Melodi. "Sorry, Mel, gue gak tau."

Melodi tidak menanggapi lagi. Pilihannya lebih mengatakan bahwa ia harus meninggalkan Micho juga. Dengan segera Melodi menyebrang jalanan yang cukup ramai sebelum Micho akan menghentikannya lagi.

Love in PsychiatricalWhere stories live. Discover now