2. Panggilan Baru

17.5K 1.8K 43
                                    

"Dedemet?" —Melodi.

"Nama lo ada Demetrianya, kan? Jadi, gue panggil lo itu."Arka.

***

Berulang kali Arka berpikir tentang alasan Wira memberinya hukuman seperti ini, tetapi belum kunjung dia temukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Berulang kali Arka berpikir tentang alasan Wira memberinya hukuman seperti ini, tetapi belum kunjung dia temukan. Arka nyaris berteriak frustasi semalaman. Ayahnya itu terlalu sulit ditebak sekaligus membuat kesal dirinya.

Ada beberapa hal yang membuat Arka tidak bisa menerima hukuman ini dengan lapang dada. Pertama, tidak bebas karena Wira memantau jadwal kuliahnya. Demi wajan legendaris Bunda, Arka tidak paham kenapa ayahnya bisa seniat ini menghukumnya. Jika biasanya Wira akan segera memaafkannya, kini justru memberinya hukuman super sinting yang bisa membuat otak keriting.

Kedua, tidak ada waktu untuk pacaran. Arka memiliki pacar. Anggap saja gara-gara dia, Arka jadi ketiban sial. Namun, mau bagaimanapun alasannya, Arka tidak akan menyalahkan kekasihnya.

Ketiga, stres dini. Fakta bahwa Arka harus menjadi perawat dari pasien rumah sakit jiwa benar-benar memukul telak mentalnya. Arka belum pernah berhadapan dengan hal seperti ini secara langsung meski dia sudah sering melihat psien-pasien di rumah sakit ayahnya. Namun jika dia yang harus turun tangan langsung ... benar-benar tidak bisa dibayangkan.

Arka tidak bisa sebebas dulu. Sekarang rumah sakit jiwa adalah rumah ketiganya setelah rumah keluarganya dan kampus. Mau menghindar, mau kabur, atau mau bermigrasi rasanya hanya percuma. Ayahnya sudah pasti menyebarkan radar sana sini untuk memantaunya.

Arka mengusap hidungnya perlahan. Matanya semakin memberat menahan kantuk yang datangnya seperti orang sedang absen—datang sebentar lalu pergi lagi. Semalaman Arka tidak bisa tidur karena hidungnya yang terasa nyeri dan sakit kepala. Barangkali ini karena efek tragedi tabrakan bermodus kuaci kemarin.

Hati Arka masih berteriak tidak terima pada gadis itu karena mengubah namanya sembarangan. Sudah menabrak, bikin mimisan dan sakit kepala, main mengubah nama orang seenaknya lagi. Kalau tidak ingat dia adalah keturunan pemilik rumah sakit jiwa ini, sudah pasti Arka akan memarahinya tanpa tedeng aling-aling.

Pagi-pagi sekali Arka sudah ada di rumah sakit lengkap dengan seragam barunya sebagai perawat. Putih dengan beberapa ornamen berwarna biru. Hari ini dia hanya ada kelas sore, jadi mau tidak mau harus menjalankan hukumannya walaupun dengan setengah hati.

Arka menatap konyol seragam yang melekat di tubuhnya. Kemudian matanya bergulir pada pria di sampingnya yang terlihat sama seperti dirinya. Dia Aditya, perawat yang akan menjadi mentornya atas perintah ayahnya. Kalau dilihat-lihat, Aditya masih muda, tetapi umurnya di atas Arka—28 tahun. Arka mengenal Aditya karena dia sendiri sudah sering melihatnya di rumah sakit ini. Terlebih dia juga salah satu perawat andalan dan terpecaya ayahnya.

"Habis ini ngapain, Mas?" tanya Arka. Keduanya berjalan beriringan.

"Mending kita ke dormitory dulu, taruh tas lo di sana."

Love in PsychiatricalWhere stories live. Discover now