"Kamu suka bunga lili?" Anka melihat gadis itu terlihat sangat tertarik dengan bunga kelopak putih itu.

"Hmm. Saya dan Kak Kianna sangat menyukai bunga ini. Sejak kecil, ibu pasti membelikan kami bunga ini dan menghiasi kamar kami dengannya."

"Bunga itu juga bunga kesukaan bunda." Ucap Anka sembari menyentuh lembut bunga itu.

"Saya ingin sekali ada orang yang akan selalu mengirim bunga ini untuk saya." Ujar Anna mencoba untuk mengubah suasana.

"Kalau kamu mau, saya bisa mengirimkan bunga ini setiap hari." Anna memandang terkejut pria itu. Dia sudah salah bicara. Pria itu pasti bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Walaupun itu hanya membuang-buang uang. Seharusnya ia tidak mengatakan permintaan konyol seperti itu.

"Saya bercanda pak."  Ucap Anna panik.

"Saya akan selalu mengirimkan bunga ini untuk kamu. Agar kamu tidak pernah berpikir bahwa kamu itu sendirian. Karena saya selalu ada di sisi kamu." Jawab Anka tersenyum. Anna menghela napas panjang. Dia tidak bisa mencegah pacarnya lagi

"Ini sangat cocok sekali dipakai bapak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini sangat cocok sekali dipakai bapak." Ucap Anna tertawa kecil sembari mencoba memasang sebuah flower crown pada pacarnya. Anna dengan sekuat tenaga mencoba untuk menggapai Anka yang tingginya hampir dua meter. Melihat Anna yang kesulitan, membuat Anka ingin menjahilinya lagi. Dengan sengaja, ia berjinjit agar gadis itu kesulitan untuk memasangkan benda itu padanya.


"Heiii!!" Teriak Anna kesal setelah sadar kalau Anka mengusili dirinya lagi.

"Sudah kan." Ucap Anka setelah dirinya mengangkat tubuh pacarnya agar gadis itu dapat memasang benda itu di kepalanya. Lagi-lagi, sikap Anka membuat pipi gadis itu memerah.

"Kamu juga pakai ini." Anka juga memasang sebuah flower crown pada gadis itu.

"Cantik." Senyum Anka.

"Haha. Flower crownnya memang cantik." Ucap Anna asal. Pria itu selalu sukses membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"Yang saya maksud cantik adalah perempuan yang memakainya." Anka membenahi rambut pacarnya yang berantakan.

"Cih, pasti ini bukan pertama kalinya bapak berpacaran ya." Anna mencebik pelan. Dia ragu jika ia adalah pacar pertamanya. Melihat bagaimana pintarnya laki-laki itu menggodanya.

"Kamu akan menjadi pasangan saya yang pertama dan terakhir." Jawab Anka menatap lekat perempuan itu.

"Le lebih baik kita segera kembali. Saya lapar." Anna berpikir lebih baik ia segera pulang atau jantungnya akan meledak karena sikap Anka itu.

Sesampainya di rumah, Anka membuatkan omelette bagi gadis itu. Anna memakannya dengan lahap. Masakan pria itu sungguh lezat seperti masakan mamanya.

"Bagaimana?" Tanya Anka. Anna tak menjawab. Sebagai gantinya, ia mengacungkan kedua jempolnya. Ia tersenyum riang. Anka terkikik geli melihatnya.

Ponsel Anka yang berdering mengalihkan perhatiannya dari gadis itu.

"Sebentar. Saya mengangkat telepon." Anna mengangguk. Anka berjalan menjauh untuk menjawabnya.

"Hi Dad. How are yo-" Kata-kata Anka terpotong. Pria itu membeku saat mendengar sesuatu yang dikatakan ayah angkatnya.

Saat dia di Amerika, Anka memang tinggal bersama sepasang suami istri. Mereka menganggap Anka sebagai putranya sendiri. Selama ini, Anka tidak menghubungi mereka karena ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, saat ia ingin menanyakan kabar mereka, ia malah mendengar kabar duka itu.

Anna menoleh mendengar suara ponsel yang jatuh. Anna mengernyit menatap Anka yang berdiri membelakanginya.

"Pak, anda tidak apa-apa?" Tanyanya. Anka yang melamun tersadar dan menatap lekat gadis itu. Ia ingin mengatakan apa yang terjadi, tetapi ia tidak bisa.

"Saya tidak apa-apa. Apa kamu sudah selesai makan?" Anka mengalihkan pembicaraan. Ia mencoba untuk baik-baik saja di depan gadis itu.

"Ah iya." Jawab Anna. Ia masih menatap pria itu. Dirinya yakin ada sesuatu yang disembunyikan Anka darinya.

"Kalau begitu, saya akan mengantar kamu pulang. Maaf, saya tidak bisa menemani kamu lebih lama lagi. Saya ada pekerjaan mendadak di luar kota." Ucap Anka berbohong. Kecurigaan Anna menghilang. Ternyata pria itu memikirkan tentang pekerjaannya.

"Akan saya temani." Jawab Anna. Sebagai sekretaris, tentunya ia harus menemani pacarnya sekaligus atasannya itu.

"Tidak. Saya akan pergi sendiri untuk sekarang. Maaf." Ucapnya meminta maaf karena telah membohongi gadis itu. Anna mengangguk paham.

"Jangan khawatir. Saya akan mengurus kantor dengan baik." Anka tersenyum melihat gadis itu. Setidaknya Anna bisa mengobatinya walaupun sebentar.

"Ayo." Ucap Anka. Gadis itu menggandeng tangan Anka.

🌸🌸🌸

"Maaf karena telah membohongi kamu." Ucap Anka yang menatap gadis itu berjalan menjauh darinya.

"Dahhh." Ucap Anna sembari melambaikan kedua tangannya pada pria itu. Anka membuka kaca mobilnya dan membalas lambaian pacarnya.

"Semoga saya bisa mengatakan semuanya pada kamu secepatnya." Gumam Anka. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia harus segera berangkat atau dia akan menyesal karena lagi-lagi ia terlambat.

Dengan terburu-buru, Anka mengepak barang-barangnya. Ia sudah memesan tiket penerbangan dan setengah jam lagi ia akan berangkat ke Amerika.

"Hei bro." Ucap Brian di seberang sana.

"An, gue titip kantor. Gue mau pergi ke Amerika dan untuk sementara gue nggak bisa balik."

"Eh ada apa?"

"Mama sakit." Jawabnya. Wajah Anka semakin sendu saat mengingatnya.

"Hei. Lo gak papa?" Tanya Brian khawatir.

"Gue nggak apa-apa. Gue titip Anna. Tolong jangan bilang yang sebenarnya sama dia. Gue nggak mau dia khawatir."

"Tapi dia juga harus tahu Ka."

"Gue mohon An. Untuk sekali ini saja."

"Hah, oke. Don't worry. Mama lo akan baik-baik saja."

"Semoga. Thanks An." Ucap Anka memutus panggilan. Ia segera berangkat menuju bandara.

"Ma, tunggu Anka."

🌸🌸🌸

Don't forget to vote and comment guys ♥️
Thanks ♥️♥️♥️

My Perfectionist Boss "Sudah Diterbitkan"Where stories live. Discover now