HPL?

24.4K 2.1K 50
                                    

Terlepas dari drama terlambat berangkat, Hanum masih belum bisa duduk tenang di ruangannya. Perasaan resah tidak mampu dikendalikan saat perutnya terus bergejolak.

Tadi pagi gara-gara bangun kesiangan, dia segara bersiap-siap pergi ke kantor sampai melupakan sarapannya.

Belum selesai disitu, dia kembali dihadapkan pada kesulitan saat taksi yang dipesan mengalami mogok. Akhirnya Hanum memilih berjalan agak jauh dari rumahnya menuju pangkalan ojek.

Beruntung pada akhirnya dia sampai di kantor dengan selamat, meski harus menghadapi raut kesal dari bosnya.

"Han, gue titip berkas sebentar ya. Ini mau ganti perban dulu di luar." Ucap Rendi sembari melangkah menuju pintu.

"Iya mas," Jawab Hanum singkat.

Dia membagi fokusnya sebagian untuk mengetik, sebagian meneliti laporan anggaran perusahaan dan sebagian lagi merasakan perutnya yang semakin nyeri.

Merasa semakin lemah, Hanum beranjak menuju kamar mandi untuk buang air.

Tidak ada pengaruhnya sama sekali, padahal dia merasakan hasrat untuk membuang hajat itu.

Kembali duduk di kursi dengan tangan setia mengusap permukaan perutnya. Dia berharap dalam hati agar hari ini cepat berlalu.

"Han, berkas lo udah siap??" Tanya Rendi tiba-tiba.

"Hampir selesai mas. Ada apa memangnya?"

"Bos Bagas minta kita berangkat meeting dengan salah satu investor. Mendadak banget, kita harus pergi sekarang." Hanum mengangguk cepat.

"Tunggu ya aku beresin berkas ini dulu." Pintanya lalu buru-buru memasukkan lembaran-lembaran penting itu ke dalam tas.

Dengan mengabaikan kontraksi-kontraksi kecil di perutnya, Hanum berjalan cepat mengimbangi langkah Rendi yang sudah berjalan lebih dulu menuju tempat parkir.

"Kita harus sampai disana sebelum jam makan siang." Ujar Rendi sembari menutup pintu mobil.

Hanum sontak melirik pada jam tangannya.

"Padahal sekarang sudah jam sebelas, kira-kira keburu nggak?"

"Gue sih nggak yakin, tapi semoga aja nggak macet biar keburu."

Di tengah perjalanan, Hanum kembali merasa desakan di perutnya semakin nyata.

"Mas, kalau lewat pom bensin boleh berhenti sebentar nggak? Aku kebelet." Ujar wanita hamil itu dengan sedikit meringis.

"Waduh, udah kelewat. Kita nggak ngelewatin lagi setelah ini, nggak mungkin putar balik juga." Sesal Rendi.

"Oh begitu, ya sudah mas gak pa-pa."

"Bisa ditahan sampai kita tiba di tempat nggak?" Tanya Rendi dengan nada khawatir. Apalagi sedari tadi dia merasa Hanum tampak gelisah.

"Aku usahain mas." Sahutnya pelan nyaris tidak terdengar.

Fokus Rendi terpecah saat menyadari keringat mengucur dari tubuh Hanum. Satu tangannya menekan kuat sabuk pengaman sedangkan tangan lain mencengkeram kursi.

Rendi tau sesuatu yang ganjil terjadi pada wanita yang tengah hamil itu.

Apalagi saat melihat cairan mengalir dari celah kaki Hanum, bagaimana Rendi tau? Jelas tau, karna Hanum mengenakan rok terusan sebatas lutut, sedang kakinya terbuka.

"Lo??"

"Mas, perut aku... tiba-tiba sakit gini, ngh.." Rintih Hanum dengan nada pilu.

Rendi Kalap! Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Bukan Salah Karma [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang