Ini Tidak Benar (2)

En başından başla
                                    

"Ja-jangan pak, kita sedang di jalan sekarang." Aku hampir menangis.

"Oh, apa perlu kita cari tempat lain?" Aku menggeleng pilu.

"Pak, jangan seperti ini. Saya tahu bapak sedang dalam efek alkohol. Tapi tolong berhenti dan menyingkir dari atas saya." Pintaku semakin frustasi.

Pak Bagas kembali menyeringai. Air mataku sontak keluar saat dia tetap nekat mencium pipiku. Gemetar di tubuhku semakin menjadi-jadi. Apalagi saat permukaan perut datar pak Bagas mulai menindih perut buncitku.

Aku takut saking kalapnya pak Bagas nekat melakukan sesuatu yang akan membahayakan janinku. Tidak! Jangan sampai terjadi!

"P-pak, tolong pak. Saya sedang mengandung. Tolong jangan seperti ini, akhh." Tangannya bergerilnya sampai ke arah leherku. Bibirnya ikut menyentuh permukaan kulit leher yang menjadi salah satu bagian sensitifku.

"Menunggu janin ini lahir pasti akan sangat lama!" Ujarnya.

"Akhh, aduh!" Aku menjerit tertahan, bukan karna ulah pak Bagas, tapi janin dalam perutku yang tiba-tiba menendang dan bergerak aktif di dalam sana.

Pak Bagas mengangkat wajahnya dari leherku, raut wajahnya tampak terkejut. Mungkin karna mendengar rintihan kesakitanku.

Dia mengalihkan pandangannya menuju arah perutku, tangannya menyentuh permukaan perut buncit itu dengan ragu-ragu.

Gerakan-gerakan aktif dan tendangan pelan masih cukup kuat ku rasakan. Sampai-sampai aku tidak bisa fokus pada satu rasa. Entah perasaan apa yang bersarang saat ini, tapi ketakutan, kesakitan dan kegugupanku datang bersamaan.

Ku lirik wajah pak Bagas. Tampak senyum kecil terbit dari bibir pucat itu. Tanganya masih berada di atas perutku, kini bahkan lebih aktif mengusap pelan di atas sana dengan gerakan teratur.

Di sela-sela nyeri perut yang ku rasakan, timbul perasaan haru saat menyadari pak Bagas tampak begitu sukarela menenangkan gerakan janinku.

Oh jadi seperti ini rasanya di usap perutnya ketika hamil?

"Sepertinya si adek akan menjadi sangat posesif! Dia bahkan tidak mau berbagi ibunya." Aku menahan nafas mendengar gerutuan pak Bagas yang justru terdengar sangat manis!

Terimakasih kamu menyelamatkan mama, nak!

Dia kembali ke posisi duduknya semula, lalu mengambil sebotol air mineral di hadapannya. Menenggaknya pelan lalu mengusap wajahnya kasar.

Aku mulai membenahi penampilanku, membenarkan kancing baju yang tadi sempat di lepas pak Bagas saat mengusap puncak perutku.

Aku menoleh takut-takut saat menyadari pak Bagas memberikan sebotol air mineral utuh dan selembar tissue ke arahku.

Dengan tangan gemetar, aku menerimanya. Tanpa perlu bertanya apa tujuannya, toh aku sudah cukup paham dengan maksud pak Bagas.

Aku mengusap peluh dan sisa air mata yang tadi sempat berlinang, aku juga meminum sedikit air untuk membasahi tenggorokanku yang mendadak kering.

"Kita tukar posisi, biar saya saja yang melanjutkan mengemudi. Kamu bisa istirahat." Ujarnya tiba-tiba.

Aku menurut, tanpa keluar dari mobil kita langsung bertukar tempat duduk memanfaatkan sedikit celah yang ada.

"Kalau mengantuk boleh tidur, jangan khawatir saya tidak akan macam-macam. Maaf tadi saya khilaf!" Aku masih diam tidak berniat menanggapi ucapannya.

Aku hanya berharap kemacetan malam ini segera berakhir. Agar aku bisa cepat sampai rumah dan tidak berlama-lama terjebak dengan pak Bagas.

"Saya tidak sengaja minum. Tadi saya salah ambil air." Jelasnya tanpa ku minta. Dan hanya orang bodoh yang akan percaya.

"Saya pikir karna gagal mendapat proyeknya! Jadi melampiaskan dengan minum." Sambarku cepat.

Tapi, Ops! Sepertinya aku memancing masalah baru.

"Saya berhasil mendapat proyeknya kok. Perlu kamu tahu, sekarang saya tidak sebejat dulu. Menang atau kalah tender tidak serta merta membuat saya langsung berlari ke minum-minum atau mengamuk."

"Karna saya sudah sadar dan banyak belajar dari kebodohan di masa lalu."

"Ketika kekhilafan membawa pada jurang pedih kehidupan. Membuat orang yang amat saya cintai pergi dari hidup saya. Hari ini saya hampir mengulangi kesalahan fatal itu. Beruntung nafsu ini bisa dikendalikan."

"Dan... Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.." Ucapnya sendu di akhir kalimat.

Tidak! Tidak ada yang perlu dipikirkan. Hari ini pak Bagas memang sedang kacau, jiwa dalam dirinya tidak stabil. Dia bisa berbicara apapun tanpa mengandalkan pikiran dan hatinya saat sedang mabuk.

Katakan dia ngelantur malam ini! Dan ingatkan aku untuk segera beristirahat agar tidak gila dalam permainan Bagas!

_________

Masih periode PO ya manteman. Batas akhir PO tanggal 10 maret 2021.

Yang mau ikut PO bisa langsung klik link di bio untuk order via online 😊😊

Versi cetak Bukan Salah Karma ada 209 halaman. Harga bukunya Rp 65.000,-

Bukan Salah Karma [Terbit]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin