4. Choice

367 270 99
                                    

- everything is choice -

Pendaftaran sekolah menengah pun akhirnya dibuka, saatnya memilih tujuan hidup yang di inginkan kedua orang tuanya, tapi semuanya sudah hancur sejak kedatangan Tika.

“kenapa kamu gak jadi masuk SMA Nusa?” emosi Ginanjar sama sekali tak terkontrol, mendengar keputusan putrinya yang mengganti sekolah sontak membuatnya marah.

Kali pertama Ayah bentak gue segitunya, Maya sangat tercengang dengan reaksi sang Ayah,  dia tidak menduga hal itu bisa membuatnya marah seperti itu, Maya sadar dia memang tak pernah sekalipun membantah ucapan Ayahnya, selama ini dirinya selalu mengikuti keinginan sang Ayahnya.

“gak jadi, aku mau masuk sekolah kejuruan aja” Maya menjawabnya dengan spontan. Dia sudah terlanjur membuat Ginanjar marah, sudah terlambat untuk mundur.

“kalau kamu ngambil kejuruan, bisa jadi mimpi kamu sekolah hukum bisa jadi batal May” ucap ibunya, Della benar-benar berada di pihak Ginanjar,  dia juga sama tidak setuju dengan keputusan putrinya itu.

“mimpi aku, apa Gak salah, semua itu keinginan Ayah sama Ibu, Apa aku gak boleh pilih satu kali aja apa yang aku mau, gak terus ngikutin apa kemauan ayah?” kali ini Maya benar-benar mengungkapkan isi hatinya, rasanya lelah terus menjadi boneka untuk kedua orang tuanya, bahkan untuk mimpi sekali pun diatur orang tuanya.

“apa gara-gara Dion sama Alan, kamu mau satu sekolah lagi bareng mereka?” tanya Della yang sama-sama terbawa emosi.

“bukan, sama sekali bukan karena mereka bu, kenapa ibu gak mau ngerti sih”

“aduh anak ini kenapa lagi sih, mau jadi apa kamu hah?” bentak sang ayah sembari memijat-mijat pelipisnya.

Maya memalingkan tubuhnya dan tidak mengubris ucapan Ayahnya, dia lalu membantingkan pintu kamar. Maya tidak sadar dengan ucapanya semua itu sepontan dengan apa yang dipikirkannya. Tapi hal bagusnya  kini kedua orang tua maya tahu keinginannya.

“wah wah wah, Maya nyerah nih, kenapa gak mau satu sekolah sama gue?” tanya Tika dengan nada ejekan

Sial!, dia lupa Tika ada didalam kamarnya, Tika pasti senang mendengar apa yang terjadi padanya. Jangan dengerin May, dia cuman mau cari gara-gara doang. Dia menutup telinganya rapat-rapat tak ingin dengar sepatah katapun dari Tika yang bisa mempengaruhinya.

“toh kita beda angkatan kenapa lo takut, takut gue kasih tau teman-teman lo nanti tentang kejadian dulu” tanya Tika sekali lagi seraya mengulas senyum simpul ke arah Maya.

Kini maya melihat ekpresi senang dari wajah tika, damn! her smile. Dia pasti berfikir dirinya sudah menang dari Maya.

“arrghh sial, serah lo deh mau ngapain gue gak peduli” jawab Maya ketus

Banyak Alasan kenapa Maya harus mengganti sekolahnya, dirinya yakin jika berada satu sekolah dengan Tika bukanlah pilihan yang bagus. Ok tenang, jangan kebawa emosi, lu harus jauhin bangkai biar gak ikut ketularan bau may.

***

Rumah Dion menjadi tempat pelarian terbaiknya. Pasalnya rumah Dion lah yang selalu kosong, orang tua Dion jarang pulang kerumah mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kantor.

“eh patkai ngapa lu kesini, cemberut lagi, kenapa sih uhh” tanya Alan heran.

“gue yang harusnya ngomong gitu, gue heran napa lu selalu ada dirumah Dion, emang lu gak punya rumah hah, tapi ngomong-ngomong lu berdua mau sekolah kemana? Udah daftar belum?”

“belum sih, kesekolah kejuruan Niagara mungkin, besok gue, mamah sama Dion mau coba cari tau” Jawab Alan sembari mengotak-ngatik konsol gamenya.

“ouh, kalo gitu gue ikut?” jawab Maya antusias.

Maya sudah menetapkan hatinya, sekarang dia tidak bisa mundur lagi. Pilihannya hanya dua, bersekolah di tempat yang sama dengan Tika atau menelepas mimpinya.

Dia tidak berfikir akan terus satu sekolah dengan kedua temannya itu, yah tapi gak ada salahnya juga sih satu sekolah lagi sama nih bocah dua.

Tapi seiring berjalannya waktu keinginan sang Ayah juga menjadi keinginannya, selama ini dia mati-matian menyiapkan apapun yang di perlukan untuk sekolah hukum. Masuk salah satu SMA terfavorit pasti rasanya menyenangkan. Hasil kerja kerasnya selama ini juga jadi tidak sia-sia bila dia bisa masuk SMA tersebut.

“gue harus apa?” gumamnya, yang tidak sengaja terdengar oleh kedua sahabatnya itu.

“lu kenapa lebay banget dah, sekolah ya tinggal sekolah, otak lu tuh yah dah pinter sekolah di manapun gak bikin lu jadi bodo May” jawab Alan kesal.

“lu harus milih apa yang lu suka May” timpal Dion.

Maya tau betul tentang apa yang di katakan Alan, sekolah dimanapun bukan masalah baginya, tapi menentang keinginan sang Ayahnya akan menjadi masalah besar untuknya.

Huhhh!! Maya mendengus panjang.

“Tika yahh May” ucap Dion lirih sembari menatap maya sendu

maybe” sembari menghela nafas

Dion satu satunya orang yang melihat kejadian waktu itu, tentu saja Dion mengetahui isi hati Maya. Melihatnya Maya terpuruk adalah hal yang paling membuatnya kesal.

Beruntung Maya punya Dion saat itu, disaat Maya terus menyalahkan dirinya dan tak mau lagi berinteraksi dengan dunia luar, Dion membantunya menerima semua apa yang terjadi dan tidak lagi menyalahkan diri sendiri.

“gue mau tidur disini, tapi gue sadar kita bukan lagi bocah yang bisa tidur disatu ranjang kaya dulu, ahh sejak kapan kita segede ini sih” ucapnya kesal di ikuti sambil mendengus kencang.

“umm pingin tidur bareng kakak ya, sini, sini” sembari mengulurkan kedua tanggannya ke arah Maya. 

“ih apaan sih, cabul”Beruntung tangan Alan berhasil dihempas oleh Maya dan Dion

“makannya sekarang lu pulang aja May dah malem, keburu bang Gibran nyamperin lu kesini” balas Dion

"Tau ni anak mentang-mentang rumah lu di depan jadi bisa pulang seenaknya” timpal Alan

“idih sendirinya, berani-benarinya ngusir gue, si Dion aja yang punya rumah fine fine aja” ledek Maya

“dia orangnya gak enakan, makannya gue yang wakilin Dion buat ngusir lu, cepet sana pulang”

bletrak
Maya mendaratkan tinju di kepala Alan. Yang sontak langsung membuat emosi Alan seketika naik.

bye bye anak cantik pulang yaahh” ucap maya dan langsung berlari keluar dari rumah Dion.

“sakit bangs**t, sini lo maya!, barusan dia bilang apa, cantik, oh god dia gak sadar diri Yon” ucap Alan geram.

Bersyukur saat Maya kembali ke kamarnya Tika sudah tertidur, setidaknya tak ada hal yang buruk saat dia kembali.

“huuuhh, untung dia tidur, tapi apa tujuannya dia pindah kesekolah yang sama kaya gue, apa mungkin dia?” gumamnya “aaahhh peduli amat” ucapnya dongkol.

Maya duduk merenung di meja belajarnya, pilihannya saat ini akan menentukan kehidupannya nanti. dia mencoba menyatukan hati dan pikirannya, apapun yang dipilihnya nanti dia tidak akan menyesal dengan keputusan yang dibuatnya.

- buatlah pilihan yang bisa membebaskanmu -

between usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang