Ikatan Tulus

373 59 7
                                    


"Ibu minta, sekarang kamu usir lelaki itu dari rumah ini! Apa yang kamu harapkan dari laki-laki seperti itu? Apa kau tahu dia berasal dari mana? Apa pekerjaannya? Bahkan cara berpakaian pun dia tidak tahu. Tapi, kau malah memilih mengenalkan dia kepada Devano. Di mana akal sehatmu, Nayla?"

Nayla hanya bisa memijat pelipis saat ibunya kembali mengutarakan ketidaksukaannya terhadap Yasa. Seorang pria asing yang dia kenalkan sebagai ayah kandung Devano. Seandainya saja sang ibu tahu bahwa dia tidak suka tekanan yang terus memojokkan agar dia cepat menikah, mungkin saja semua ini tidak terjadi.

"Kenapa kamu diam?"

"Bu, aku nggak bisa. Ibu bisa liat sendiri betapa bahagianya Vano ketemu ayah kandungnya. Apa aku bisa tega ngehancurin kebahagiaan itu?"

"Itu karena kamu yang salah memulainya, Nay! Kenapa kamu kenalkan Vano dengan lelaki itu saat ibu sedang mendekatkan dia dengan David."

"David lagi, David lagi. Kenapa cuma dia yang ada di pikiran Ibu? Aku lebih kenal David dari pada Ibu. Dan kutahu dia bukan tipikal lelaki yang suka anak-anak. Mana mau dia menerima Vano yang jelas bukan darah dagingnya."

Nayla beranjak, dia lelah jika harus berdebat mengenai David dengan ibunya. Seorang lelaki yang dua tahun ini terus dibicarakan oleh Bu Ajeng itu adalah calon pewaris perusahaan ternama yang berasal dari Jerman. Karena latar belakang itu, Bu Ajeng bersikeras menjodohkan Nayla dengannya agar masa depan mereka cerah.

David sendiri adalah teman masa kuliah Nayla dulu. Mereka memang tidak satu jurusan, tapi sering bertemu karena ajakan pertemuan teman-teman mereka saat waktu senggang. Saat itu, Nayla telah memiliki Devano yang memang terlahir di luar pernikahan. Lelaki yang menghamilinya memilih pergi ke Inggris daripada bertanggungjawab kepadanya. Dan David tahu itu. Dan David yang dikenal Nayla, adalah sesosok pria dingin terhadap anak-anak walau dia sangat baik bagi seorang wanita.

David bisa memberikan apapun yang dibutuhkan Nayla. Tapi, Nayla sadar pria itu tidak bisa memberikan figur ayah bagi Devano. Semua yang dimiliki pria itu, terlihat tidak ada gunanya jika dia tidak bisa menerima dan membahagiakan Devano.

"Nay! Mau ke mana kamu? Apa begini caramu memperlakukan ibu sekarang?"

"Maaf. Aku gak bermaksud menentang Ibu. Tapi, buat sekarang aku yang akan menentukan kebahagiaanku dan Devano." Setelah berucap, Nayla pergi ke taman belakang tempat Devano dan Yasa bermain di sana.

Entah ibunya akan pulang atau tidak, dia tidak ingin terganggu dengan keinginan yang sudah pasti tidak akan terpenuhi.

Setelah sampai di belakang rumah, Nayla mendapati halamannya kosong tak ada orang. Sepeda terguling di atas rerumputan, pesawat mainan pun tampak tergolek di atas tanah.

"Vano?!" Nayla mencari, langkahnya membawa ke paling sudut halaman di mana terdapat dua pohon mangga berdiri tegak menjulang tinggi. Karena mendengar teriakan-teriakan dari arah sana, dia pun bisa melihat Yasa di baeah salah satu pohon.

"Ya, ampun, Vano! Kenapa kamu ada di atas sana?! Turun cepet, nanti jatuh!" Nayla tersentak melihat anaknya bertengger di salah satu pohon mangga dan tengah memetik buahnya.

"Vano diajarin Papa naek pohon. Sekarang Vano udah bisa sendiri, hebat, kan, Ma? Sekarang Vano lagi metik buah mangga, Maaaa! Ini udah pada mateng. Kata Papa enak buat dirujak," jawab Devano dari atas.

Mata bulat Nayla langsung menoleh tajam ke arah Yasa yang tengah berteriak menyemangati anaknya. "Bisa-bisanya kamu ngajarin anak saya naek pohon?!"

"Loh. Kenapa lo nyalahin gue? Dia sendiri yang mau naek waktu gue manjat," jawab Yasa enteng. "Udah dapet lagi belom? Itu yang di sebelah kiri kamu belom terlalu mateng. Yang itu aja, Van! Enak, ada asem-asemnya gitu kayak muka mama kamu!" teriak Yasa.

Suami Bar-Bar Dokter CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang