Selama di perjalanan menuju entah ke mana, pandangan Seokjin selau tak fokus pada jalanan. Ia mengemudi namun sering kali melamun. Entah apa yang ia lamunkan saat ini. Sepertinya fikirannya saat ini sedang mengarah pada Seokjun kembarannya.

Ketika lampu merah menyala, Seokjin menghentikan mobilnya.

Sambil menunggu, kepalanya ia sandarkan pada kepala kursi kemudi. Menghela nafas panjang dirasa fikirannya selalu hilang konsentrasi. Lantas mengacak rambutnya kasar. "Aish! Kenapa aku terus memikirkan Seokjun?" geramnya.

Seokjin menunduk menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam 4 sore. Para sahabatnya pasti sedang mencemaskan dirinya. Sebab ia sudah keluar berjam - jam dan tak memberi kabar pada mereka.

Saat dirinya sedang terfokus dengan dasboard mobil, sepasang telinganya seketika mendengar suara teriakan beberapa orang. Seokjin mendongak dan mendapati beberapa orang berlarian di sepanjang jalan penyebrangan di seberangnya. Ada beberapa polisi yang mengejar tiga orang, entah siapa mereka. Namun suara tembakan tiba - tiba mengalihkan atensinya.

Dor

Seokjin terlonjak kaget dengan suara tembakan tersebut. Matanya tertuju pada seorang polisi yang menembak salah satu kaki seseorang yang mereka kejar tadi. Orang itu limbung ke depan.

Bisa Seokjin yakini, orang itu pasti penjahat. Buktinya saja Polisi tersebut berani menembaknya hingga tertangkap.

"Aigooo... Bodoh sekali! Kalian tertangkap karena beraksi di sore hari. Kenapa tidak di malam hari saja? Aneh!"

Hingga lampu merah berganti menjadi hijau. Seokjin bergegas melajukan mobilnya perlahan dan tujuannya saat ini beralih kembali ke Apartemennya. Tak lama ponselnya berdering dan salah satu sahabatnya yang menghubungi dirinya.

Belum juga ia mengangkatnya, suara berdengung seketika muncul di telinganya.

Ngiiinggg

"Akh!" rintihnya lirih.

Ringisan terukir di wajahnya. Salah satu matanya terpejam. Sedangkan matanya yang lain tetap terbuka. Fokus pada kemudi dan jalanan depam sana.

Tangan kanannya reflek mencengkram kepalanya kuat. Secara tiba - tiba telinganya berdengung dan kepalanya terasa sangat sakit. Beruntung Apartemennya sudah dekat.

Secepatnya ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata - rata. Tak perduli jika ia melanggar peraturan lalu lintas. Yang terpenting ia secepatnya sampai di Apartemen dan meminum obat pereda pusing segera. Ini sungguh menyakitkan. Kepalanya seakan mau pecah saat ini. Bahkan tangannya menjambak rambutnya secara brutal.

Detik itu juga sebuah kenangan yang terkubur begitu dalam di kepalanya tiba - tiba muncul. Membuat kepalanya semakin sakit.

.....

"Noona.."

"Hm?" dongaknya pada sang Adik. Yang hanya diam membisu setelah memanggilnya. Sedikit tak mampu untuk mengatakan sesuatu pada sang Kakak. Sedangakan sang Kakak tersenyum hangat dan kedua tangannya menangkup kedua pipinya.

"Jinie-ya. Kenapa kau diam saja eoh? Apa yang ingin kau katakan pada Noona?" tanyanya.

Bibir si kecil bernama lengkap Kim Seokjin mengerucut dengan sorot mata yang terus menatap sang Kakak. Retina mata Seokjin berkaca - kaca kini. Membuat sang Kakak cemas dan khawatir. Sepertinya ia tahu apa yang ingin Seokjin katakan padanya.

The Twins ✓Where stories live. Discover now