|3|

125 17 0
                                    


 

                       //Different//

  
                              ****

Yura memasuki pekarangan rumahnya dengan air muka tak menyenangkan. Salah satu tangannya memegang perut dan yang satunya lagi memegang ponsel tanpa semangat.

Tin!

Yura memutar tubuhnya kala mendengar suara nyaring klakson mobil yang amat ia kenal suaranya. Seungcheol tampak setelah mobil tersebut terparkir di pekarangan rumah. Pria itu keluar dari mobil dan mendekati Yura.

"Ada apa dengan wajahmu itu? Kau seperti pengemis yang sering aku jumpai di dekat kampus."

Yura yang tak berhasil menemukan daging untuk makan malamnya, kini harus menahan amarah agar tak kelepasan dan membuatnya semakin lapar. Yura hanya menatap tajam ke arah Seungcheol sebelum akhirnya berbalik dan masuk ke dalam rumah.
Seungcheol memandangi punggung adiknya yang kian menjauh.

"Dia banyak berubah."

Di dalam rumah, Yura tampak berkeliling mengitari dapur dan ruang makan. Berharap menemukan daging yang sungguh ia ingin memakannya malam ini.

"Bi, kenapa tidak ada daging malam ini? Kenapa hanya ikan dan sayuran?"

Pelayan yang ia ajak bicara menghampirinya. "Ini makanan untuk Tuan Seungcheol. Bukankah Nona Yura mengatakan akan makan malam di luar?"

Benar. Yura hanya dapat mendengus mendengar ucapan pelayannya itu.

"Tidak mendapatkan daging yang aku inginkan."

"Makan saja apa yang ada. Sejak kapan kau menjadi pemilih seperti ini?" tanya Seungcheol yang entah sejak kapan sudah berada di dapur.

Yura menoleh ke arah Seungcheol yang sudah duduk manis di kursi dan bersiap menyantap makan malamnya. Ia sadar ia sedikit kekanakan sekarang. Ia berjalan mendekat kemudian duduk di hadapan kakaknya itu.

"Aku bukannya pemilih atau bagaimana. Tapi aku benar-benar menginkannya malam ini Cheol-ah. Tidak ada alasan lain kurasa..." ujar Yura sembari memainkan sumpit yang hendak digunakan Seungcheol untuk makan. Gadis itu mengatakan kalimat tersebut dengan nada semakin lirih dan tidak menatap ke arah Seungcheol. Ia ragu apakah memang hanya itu alasannya. Yura sadar ada yang aneh dengan dirinya. Mulai dari interaksinya dengan Seokmin yang terkesan memaksakan dan tiba-tiba, selera makan, bahkan gaya rambut. Yura pernah merasa baik-baik saja dengan rambut tanpa poninya, tapi disaat yang bersamaan ia juga merasa tidak nyaman dengan hal itu.

"Oh? Hei, kau benar-benar tampak seperti pengemis sekarang. Sudah berapa lama kau tinggal di rumah ini, huh? Apa ayah dan ibu tidak pernah memberimu makanan seperti itu? Kau ini bercanda atau bagaimana? Kau bahkan hanya memakan apapun yang bibi Ahn masak sebelumnya. Kau juga pernah mengatakan padaku bahwa bubur hambar pun akan kau makan asal perutmu kenyang. Kau begitu pendiam sebelumnya sampai mengatakan makanan yang kau inginkan saja kau tak mau." Seungcheol bernapas sedikit cepat setelah berujar tanpa henti. Sedang Yura masih diam memikirkan perkataan kakaknya.

"Mana mungkin aku suka bubur hambar, aku tidak serius mengatakan hal itu.." Yura merengut tak terima.

"Tapi Cheol-ah, makanan mahal itu bukankah sangat luar bia-"

Seungcheol mengacak surainya frustasi. Menanggapi Yura yang seperti ini menguras tenaganya.

"Berhenti bersikap seolah kau ini orang susah. Bibi Ahn akan membuatkan daging untukmu besok.  Kemarikan sumpitku!" Seungcheol mangambil alih sumpit di tangan Yura. Yura mendengus dan akhirnya bergabung dengan Seungcheol untuk makan malam.

Different✔ [REVISI]Where stories live. Discover now