Kepingan Masa Lalu #6

3.6K 228 5
                                    

Sudah beragam cara Sherlita lakukan untuk menghalau kebosanan. Mulai dari duduk di sofa depan, menata kursi meja makan, membersihkan dapur, membuang sampah ke belakang, menata tempat alat-alat di kamar mandi, bahkan menulis-nulis dan menggambar di whiteboard yang Rio gantungkan di dinding ruang tengah tetap saja membuat Sherlita mati kutu.

Sherlita berusaha menyangga kepalanya dengan satu kepalan tangan di atas meja makan. Bagaimana bisa laki-laki bernama Rio itu betah tinggal disini dimana tidak ada hiburan, tidak ada tontonan, bahkan keadaan sekitar pun benar-benar sepi.

Hanya terdengar beberapa binatang yang berlalu lalang entah itu kucing, ayam, bahkan suara jangkrik pun dapat Sherlita dengar dengan jelas di siang bolong. Tidak terbayang jika malam hari tiba, akan bagaimana sepinya dan semenakutkan apa?

Sialan benar-benar sialan, baru pertama kali ini Sherlita dibuat bingung untuk melakukan apa. Untuk pertama kali dalam hidup Sherlita pun, dirinya jauh dari alat-alat elektronik. Bahkan ia sudah kehilangan hitungan sudah berapa jam dirinya bengong saja disana.

Saat Sherlita memutuskan untuk beranjak dan mengintip pada jam dinding yang tertempel di tembok ruang tamu, ia dibuat berseru dan membelalakkan mata tak percaya.

"Masih jam sebelas????!!! Aduh Rio kenapa sih lo betah banget idup begini terus? Gue hidup dimana sih? Kenapa antah berantah gini?" gumam Sherlita menjatuhkan dirinya di atas sofa yang ada.

Tiba-tiba tersirat satu pikiran, apakah keluarganya sedang panik akan dirinya di Jakarta sana? Apakah mereka sedang khawatir akan keadaannya? Bagaimana jika mereka sedang menangisi kepergiannya mengira bahwa dirinya sudah meninggal?

Ah rasanya tidak, Sherlita pernah terbaring lemah di rumah sakit pun tidak ada siratan kesedihan di ekspresi dan mata mereka. Lagipula, begitu naif diri Sherlita jika berpikir bahwa akan ada yang menangisi kematiannya suatu saat. Rasanya mustahil.

Tidak, Sherlita tidak ingin memikirkan itu semua. Dengan cepat ia berdiri dan berusaha keras berpikir mencari kesibukan lain.

Sherlita terus mengitari pandangannya dengan langkah gontai. Yah... dirinya tinggal di sebuah asrama militer. Tidak ada ruangan lagi selain ruang tamu di depan, masuk lebih dalam maka akan menemukan meja makan di tengah, dapur di bagian kanannya, kamar mandi di bagian kiri, dan kamar utama di depan berdampingan dengan ruang tamu disekat tembok putih.

Entah mengapa rasanya begitu kontras dengan kehidupan yang selama ini Sherlita jalani. Dimana ketika dirinya merasa bosan, ia tinggal duduk di sofa impor empuknya, mengambil remot menonton serial televisi ditemani cemilan popcorn dan soda dari dalam kulkasnya, kalau dirinya bosan, ia bisa berjalan-jalan mengitari penthouse apartemennya yang mewah dan berwarna-warni.

Dan kini, ketika Sherlita bosan tidak ada yang bisa ia lakukan selain berjalan-jalan di tempat yang sama dan ruangan yang sama pula, tidak ada televisi, tidak ada radio, tidak ada apa-apa.

Hanya suara detik jam yang menemani. Tidak, dirinya tidak ingin mengingkari janji Rio untuk keluar, lagipula ia juga tidak memiliki keberanian. Ia masih tidak tahu dimana keberadaan Fahmi CS sekarang ini.

Hingga ketika Sherlita kembali berjalan memasuki ruang tengah, ia dibuat terhenti pada satu pintu coklat bergaya futuristik di sebelah kanannya. Benar ini ruang kamar Rio.

Tiba-tiba datang hasrat dari mana, Sherlita ingin sekali memasuki. Lagipula Sherlita baru ingati, bahwa dari sekian ruangan di dalam rumah pernah ia singgahi kecuali satu, yaitu kamar utama.

Tetapi sisi lain dalam dirinya menolak keinginan itu, ya iyalah ruangan itu adalah kamar utama yang mana pasti setiap penghuni rumah menolak keras tamu nya untuk memasuki. Tapi, Rio kan sedang tidak ada disini. Jadi, tidak ada salahnya dong dirinya masuk walau sebentar?

Perfect Date, Kapten RioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang