Keputusan Selaras #2

6.1K 281 5
                                    

Cklek! Terdengar pintu kaca ruangan Sherlita buka dengan cukup kencang hingga menimbulkan bunyi yang sontak membuat semua pasang mata yang ada menoleh kepadanya. Tak terkecuali seorang laki-laki paruh baya yang terduduk dalam satu baris berbeda yang tak jauh dari posisinya kini. Sorot pandang matanya tatkala melihati diri Sherlita datang, tidak bisa Sherlita artikan. Entahlah, ayahnya itu memang orang yang sulit ditebak.

Kalau ditilik sekilas, acara ini tidak ada yang berbeda seperti halnya rapat bulanan yang biasa diadakan. Dapat dilihat kehadiran beberapa dokter dan pimpinan dari rumah sakit yang bekerja sama dan menerima supply bahan-bahan dan peralatan kesehatan dari perusahaannya, para pemegang saham terbesar, dan para CEO dari anak perusahaan Grup Leksono.

Termasuk laki-laki yang acapkali Sherlita lihati sosoknya, langsung membuat dirinya geram dan seolah naik pitam. Laki-laki berambut cepak dengan aksen pirang seperti jamet kuproy bernama Dani.

Well, meskipun Dani adalah saudara bagi Sherlita, agaknya laki-laki itu masih enggan menunjukkan rasa kasih sayang sebagaimana mesti padanya. Toh Sherlita sendiri tahu apa rencana yang sedang laki-laki itu rancang tiap kali diadakannya rapat bersama Pak Leksono—ayah mereka sekarang ini. Yap, laki-laki itu berusaha menguasai kepemilikan Grup Perusahaan Leksono yang selama ini ayahnya dirikan bersama almarhumah ibunya.

Memang Dani dan Sherlita adalah sepasang saudara tiri. Setelah kepergian ibu kandungnya saat Sherlita masih duduk di bangku sekolah dasar, Pak Leksono kembali bertemu seorang perempuan yang tak kalah cantik dari ibunya tersebut.

Tidak apa, Sherlita paham situasi kala itu. Dirinya juga tidak bisa mengekang keinginan ayahnya untuk merasakan perasaan kasih sayang dari pasangan yang ia cintai. Yah, meskipun perumpaaan ibu tiri hanya cinta kepada ayah saja sepertinya masih berlaku bagi Sherlita kini.

Sialan, sepertinya diri Sherlita lagi-lagi terlambat meskipun hanya lima menit. Tak lama masih dalam posisi berdiri dengan ditatap lekat para hadirin rapat yang rata-rata lebih berumur dari dirinya, Sherlita mendengar susulan langkah masuk dengan derap tak beraturan yang bisa ia tebak siapa.

"Permisi bapak-bapak, ibu sekalian, maafkan bos kami yang terlambat untuk menghadiri acara rapat hari ini hehe..."

"Gak usah minta maaf," cegah Sherlita mengayunkan tangannya ke udara dan membuat Pompom terdiam seribu kata.

Kalau dipikir-pikir, sialan juga si Pompom yang meminta maaf atas nama Sherlita sendiri, padahal diri laki-laki itu juga terlambat untuk masuk tadi.

"Sher, cobalah bersikap sopan santun," timpal Pak Leksono dan menarik kursi bergerak ke belakang.

Ah ya, selama ini Sherlita serlalu bertanya-tanya, apa rahasia awet muda dari ayahnya itu. Agaknya sedari mereka akrab sewaktu keluarga mereka masih komplit dulu hingga kini, ayahnya itu tak memperlihatkan suatu kerutan berarti pada wajahnya.

Saat mereka akrab ya? Bahkan Sherlita sampai lupa bagaimana rasanya perasaan bahagia kala itu. Semuanya berubah, Sherlita sangat membenci perubahan.

"Tahu tuh, pah. Kaya gak pernah diajarin aja," celetuk Dani dan langsung membuat Sherlita menoleh secepat kilat. Terlihat senyum sinis yang sedang laki-laki itu tampilkan.

Di sisi lain, Pompom yang berdiri di belakang Sherlita mulai mengaduh lirih. Pun tak jarang terdengar bisik-bisik pelan dari beberapa orang yang ada. Pak Leksono pun mulai mengurut keningnya yang terasa pening, dirinya mulai paham bahwa akan terjadi perang besar lagi di ruangan ini.

"Oh ya? Kayanya lo juga gak pernah diajarin buat gak rebut kepemilikan harta orang deh," balas Sherlita sembari berjalan menuju tempat duduk yang masih kosong di ujung, tepat berhadapan dengan sosoknya.

Perfect Date, Kapten RioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang