"Kalo kamu punya masalah, jangan sungkan buat cerita." ucap Alkana tak jelas di leher Liona. Namun Liona masih dapat mendengarnya. Gadis itu mengangguk samar. Alkana mengangkat wajahnya hingga keduanya kembali saling menatap.

"Jadikan aku rumah mu Athena, rumah di mana kamu bukan hanya sekedar singgah. Tapi menetap."

Liona menatap netra hitam itu dengan dalam. Alkana begitu mencintainya meski Liona mengecewakan lelaki itu berkali-kali.

Alkana memberitahu Liona bagaimana rasanya di cintai dengan luar biasa. Bahkan yang belum pernah mampu Malvin atau siapapun berikan, selain ibunya Nilam.

Tangan Liona bergerak mengelus pipi Alkana dengan lembut membuat lelaki itu memejamkan matanya menikmati perlakuan Liona.

"Sudah mencintaiku, Athena?" Liona membeku, pertanyaan ini lagi-lagi Alkana berikan padanya. Apa yang harus Liona jawab? Jika gadis itu menjawab 'iya' itu artinya dia berbohong, jika Liona menjawab 'tidak' jelas Alkana akan sakit hati seperti waktu itu.

"Alkana ak-aku--" gadis itu gelagapan membuat Alkana menggigit bibir bawahnya lalu menatap kosong ke arah gadis itu.

"Nggak usah di jawab." final Alkana lalu melepaskan pelukannya dari Liona. Alarm berbunyi, membuat Alkana bangkit untuk mematikannya. Liona menatap nanar ke arah Alkana, ia ikut bangkit dari tidurnya.

"Kamu marah?" tanya Liona pelan. Alkana membuang pandangannya ke arah lain.

"Nggak usah di bahas, seharusnya gue nggak ngasih pertanyaan yang gue sendiri udah tau jawabannya." ucapnya dingin lalu berlalu ke kamar mandi.

Jantung Alkana rasanya seperti di remas mendengar penolakan gadis itu untuk yang kesekian kalinya.

Liona merasakan dadanya sesak melihat Alkana yang enggan menatap dirinya. Apa Alkana kembali kecewa padanya? Tentu saja, bahkan kosa kata lelaki itu langsung berubah padanya. Alkana memperlihatkan ketidaksukaannya dengan jelas.

Mungkin Liona adalah gadis paling tidak tau diri di dunia ini karena belum bisa membalas perasaan Alkana. Namun cinta tidak bisa dipaksa bukan? Kita juga tidak bisa mengatur hati kita harus suka kepada siapa.

Liona kembali ke kamarnya untuk mandi dan memakai seragam sekolahnya. Setelah selesai, gadis dengan rambut di gerai itu membuat sandwich untuk sarapan mereka.

Alkana keluar dari kamarnya sambil memakai dasinya sendiri, ia berjalan melewati Liona begitu saja. "Sarapan dulu." cegah Liona.

"Nggak nafsu." suara Alkana terdengar tidak bersahabat, dan lagi-lagi Alkana menjawab tanpa menatapnya.

Kejadian ini sama seperti sebelumnya, setiap Alkana mengajukan pertanyaan itu maka akan berakhir seperti ini. Liona yang tidak ingin memperpanjang masalah akhirnya meminta maaf.

"Aku minta maaf." lirih Liona.

"Untuk?" Alkana menaikkan sebelah alisnya, kali ini ia menatap Liona dengan intens.

"Karena belum bisa balas perasaan kamu." suara Liona terdengar bergetar. Alkana terkekeh pahit lalu menatap gadis itu penuh arti.

"Nggak usah di bahas, kita berangkat." Alkana meraih tasnya yang hanya berisi satu buku tulis saja. Dengan terburu-buru Liona mengambil kotak bekal, dan memasukkan dua sandwich itu ke sana.

Liona meraih tas sekolahnya yang berisi banyak buku pelajaran, dan memasukkan kotak bekalnya ke sana.

******

ALKANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang