Saat Tangan Takdir Bekerja #3

Bắt đầu từ đầu
                                    

"Sherlita harus janji sama mama, jangan nangis lagi!" ucap Bu Elinda menepuk lembut punggung anak gadisnya tersebut.

"Janji? Sher?"

Sherlita mengangguk pelan. Tentu selama ini jarang sekali dirinya menangis terhadap hal-hal sepele sekalipun. Tetapi sekarang ini rasanya Sherlita seperti bisa melihat apa-apa saja yang akan terjadi, dan menepati janji itu rasanya tidaklah mudah.

"Mama gak pernah pergi kok. Sherlita janji harus kuat, dan jangan nangis lagi ya! Mama yakin, suatu saat kamu pasti ketemu sama seseorang yang sayang banget sama kamu. Dan jika suatu saat kamu ketemu orang itu, jangan pernah lepaskan dia. Ya?" bisik Bu Elinda dengan suaranya yang sangat amat merdu. Sungguh Sherlita merasa rela mendengarkannya berbicara seharian penuh tanpa jeda.

Sherlita mengangguk dan mendongakkan wajah menatap lekat pada kedua bola mata ibunya tersebut. Ia terkekeh sendiri menyadari ekspresi Bu Elinda menampilkan raut wajah seperti terkejut melihati diri Sherlita yang jelek ketika menangis.

"Hahah mama ngeliatinnya gitu banget sih? Emang segitu jeleknya ya?"

"Gak kok, kata siapa? Anak mama selalu cantik!" balas Bu Elinda. Mereka terkekeh senang dan tertawa bahagia seperti tak mengenal kata perpisahan lagi.

"Sherlita pengen terus disini," timpalnya setelah keheningan kekosongan topik di antara mereka berdua.

"Gak ih ngapain, takdir lagi menuntun kamu sekarang kok malah pengen disini. Aneh banget."

Sherlita mengernyitkan dahinya tidak paham. Bu Elinda mengerti betul anak gadisnya itu sedang bertanya-tanya penasaran, namun ia lebih memilih terdiam.

"Sekarang Sherlita bangun ya?"

"Gak, mah. Sherlita gak mungkin—"

"Sher..." potong Bu Elinda menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi anak gadisnya itu dan melemparkan senyuman manisnya.

"Percaya sama mama. Dulu waktu kamu masih kecil kan kamu pernah bilang kalo Sherlita perempuan paling kuat, ingat kan?"

Sherlita terkekeh ketika ibunya itu menceritakan perihal masa lalu. Seperti biasa, kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut perempuan itu selalu bisa membuat Sherlita bangkit dari keterpurukan. Itulah mengapa, ketika kehilangannya dulu, Sherlita merasa dunianya runtuh seketika.

"Sekarang Sherlita bangun. Ya? Kita bakal ketemu lagi kok."

Bu Elinda tersenyum. Sherlita dengan cepat menyeka air mata yang sedari tadi terus berjatuhan.

Duk duk! Sebuah guncangan secara tiba-tiba begitu terasa dari tempat duduk keras yang Sherlita sedang tempati hingga membuatnya tersadar. Sialan, kepalanya terasa pusing dan matanya masih terlihat berkunang-kunang. Masih terasa beberapa tetes peluh hangat mulai mengering di pipinya.

Sherlita memutuskan untuk mengedarkan pandang hingga menyadari dirinya ada di dalam sebuah truk angkutan kecil dengan pintu belakang terbuka di sampingnya. Pantas saja, beberapa semilir angin malam berhembus mengenai wajahnya dan membuat rambutnya bergerak serasa terhempas sedari tadi.

Tak jauh dari posisinya kini, juga terduduk tiga orang laki-laki mengenakan jaket hitam dan salah seorang mengenakan topi yang menutupi wajahnya pulas dalam tidur. Siapa mereka ini? Dimana dirinya sekarang? Semua pertanyaan itu terus berlarian di kepala.

Saat Sherlita hendak bergerak, ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa tangannya terasa panas dan sakit karena terlilit oleh sebuah tali yang begitu kencang. Ah sial, mungkin setelah tali itu dilepas, pasti akan menyisakan luka merah. Jadi tidak cantik lagi dong tangannya, kurang ajar.

Perfect Date, Kapten RioNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ