Special Ending 3 (Fated)

Začít od začátku
                                    

"Dan lo tetap hutang cerita ke gue." Nila mengingatkan lagi. 

"Siap, Bos." 

"Lo juga harus cerita ke gue, My." Valerie menyambar lagi. 

"Cerita apaan?" 

"Malam panas lo dengan mas seksi," bisiknya setengah mendesah. 

Gue memukul lengannya dan Nila menjitak kepalanya. 

******

Setelah Ali mengantar rombongan tim kantor gue ke stasiun, dia mengantar gue ke rumahnya Bima. Kebetulan dia ada urusan dengan saudaranya yang berada di daerah yang searah. Kalau nggak ada Ali, gue mati kebingungan deh bagaimana bisa ke rumah Bima. 

Ali nggak bertanya perihal gue dan Bima. Dia fokus menyetir sesekali mengajak gue ngobrol seputar pekerjaan. Dia benar-benar paham situasi. 

Sampai di sebuah kawasan dengan banyak rumah yang berjajar di sisi kanan kiri, mobil melewati jalan menanjak, setelah itu berhenti di sebuah rumah sederhana berwarna putih yang di garasinya diisi SUV hitam. 

Ali mencari posisi paling pas untuk parkir, lalu kami berdua turun.

Gue mengetuk pintu beberapa kali. Tidak ada sahutan. 

Ali membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Rumah ini hanya tiga petak, tidak sulit menemukan Bima di dalam kamarnya sedang berbaring ditutupi selimut. 

Gue mendekatinya, lalu memegang keningnya yang sangat panas. Ali keluar untuk menerima telepon setelah menyerahkan kantung plastik putih ke gue. Gue mengeluarkan termometer, mengecek suhu tubuh Bima. 38,9 derajat. 

Badannya basah dengan keringat dingin yang mengucur di sekujur tubuh. 

"My, lo kompres aja si Bima. Terus bikin dia makan teratur. Jangan lupa, obat yang barusan kita beli dari apotek, diminum. Agak susah memang, tapi kalau lo, pasti punya cara sendiri, kan?" Ali menenangkan. "Gue udah dibawelin sama sodara gue, harus segera ke sana. Nggak apa-apa, kan?"

Gue mengangguk, "Thanks, Li." 

"Oh iya, sini. Gue tunjukin dapurnya." 

Ali memberitahu kalau kran westafel harus digetok lebih dulu agar airnya mengalir, letak-letak saklar lampu dan tempat alat-alat kebersihan. Dia sering menginap di rumah ini, makanya hapal betul apa saja yang Bima punya dan apa yang tidak. 

Gue mengantar Ali ke depan pagar. Setelah mobilnya menghilang, gue kembali masuk. Mengompres Bima adalah hal pertama yang gue lakukan. Gue membetulkan posisi tidurnya agar telentang, menempelkan sapu tangan basah di keningnya. 

Kayaknya nggak ada tanda-tanda Bima akan bangun. Gue memutuskan untuk membersihkan rumah, terutama bagian dapur yang berantakan banget. Piring kotor tergeletak dimana-mana, memanggil jiwa kebabuan gue untuk menyingkirkan pemandangan itu segera.

Gue mencomot kaus dari lemari Bima, lalu memakainya sembari membaui aroma khasnya yang wangi pelembut pakaian. Kok, cowok sekeren dia nggak pakai minyak wangi atau parfum maskulin yang membuat para wanita bisa dimabuk kepayang, malah pakainya pelembut pakaian? Yah, masih mending, sih. Dari pada wangi minyak urut he... he... he...

******

"Lo ngapain?" Suara serak dari kamar menyentak tubuh gue yang sedang asyik mengepel lantai ruang tamu. 

Gue melongok, Bima telah duduk di atas kasur. Dia sudah bangun rupanya. 

"Menurut lo ngapain?" tanya gue sambil terus menggerakkan gagang pel ke kanan kiri. 

"Lo kenapa ke sini?" Dia mencopot sapu tangan yang menempel di keningnya. 

Gue memilih tidak menjawabnya dan melanjutkan pekerjaan. Begitu ruang tamu sudah kinclong, wangi dan bersih tanpa noda, gue masuk ke kamar menenteng ember. 

ARMY (Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat