sepuluh

7 2 0
                                    

Ya! Setelah mendapat ijin dari manager restoran tempatnya bekerja, Scarlet langsung menuju  perusahaan  papanya yang kini beralih menjadi miliknya .

"Nona..."

"Bagaimana Pak Rudi?", potong Scarlet sembari berjalan masuk bersama tangan kanan almarhum papanya itu.

"Begini nona, perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan kita ini adalah perusahaan yang cukup besar dan bergerak di bidang properti, dan pas sekali saat ini omset penjualan property kita menurun." Jelas Pak Rudi. Kini mereka sudah berada di dalam lift dan bergerak menuju ruang ceo.

"Baiklah pak, saya mengerti. Kalau begitu apa yang perlu saya bahas nantinya? Maaf, bapak sendiri tahu kalau saya belum pernah berpengalaman dalam ha ini."

"Ini nona, saya sudah mempersiapkan sebuah catatan mengenai pembahasan rapat nantinya. Oiya, pemilik perusahaan yang akan bekerjasama dengan kita ingin mengadakan pertemuan secara pribadi dengan nona."

"Oh, baiklah, terimakasih pak."

"Oiya non, saya mau kasitau, saya dengar kalau beliau adalah seorang yang sangat tegas dan pembawaannya cukup keras. Jadi hati-hatilah nona. ", pesan lelaki dewasa itu.

"Haha, tenang saja pak! Saya akan berbicara dengan hati-hati"

"Saya permisi non, pertemuannya 30 menit lagi"

Scarlet masuk kedalam ruang kebesaran alm. Papanya. Beberapa menit ia berjlan menyusuri setiap sisi ruangan iti dan memperhatikan foto-foto disana. Matanya terhenti pada sebuah foto. Ya! Foto keluarganya. Dalam sepersekian detik, ia kembali mengenang masa mereka bersama. Tak lama, sebutir cairan bening berhasil keluar dari matanya.

"Waktu ini terlalu cepat. Aku bahkan belum sempat ", batinnya.

"Ah, sudahlah! Saat ini aku harus berjuang untuk perusahaan ini! Semangat!!", Scarlet menepis dukanya dan menyemangati dirinya sendiri. Setelah meletakkan foto itu, ia membuka catatan tadi dan mempersiapkan bahan meetingnya nanti.

Tiga puluh menit berlalu. Kini Scarlet sudah mengenakan pakaian yang lebih formal. Ia berjalan menuju ruang meeting bersama sosok yang akan diajaknya bekerja sama nantinya.

-ceklek-

"Dimana orangnya pak?"

"Halo nona Scarlet", sapa seorang laki-laki dibalik Pak Satya.

Scarlet menoleh. Ia sontak kaget.

"Lo?!"

Tak ada balasan suara.  Hanya sambutan seyum manis dari pemiliknya jadi balasannya.

"Nona sudah mengenalnya?", tanya pak Satya.

"Enngg, bapak bisa tinggalkan kami berdua? Saya ingin berbicara berdua dengan beliau!", pinta Scarlet.

"Baiklah, silahkan nona, permisi nona, tuan", pak Satya meninggalkan ruang rapat.

-ceklek-

"Lo nguntit gue ya?!", tebak Scarlet.

"Enak aja, kurang kerjaan banget gue nguntit lo!"

"Trus lo ngapain kesini?!"

"Gue mau kerjasama sama lah! Masa mau maling", jawabnya ngasal.

"Denger ya Ren! Lo pasti ngerencanain sesuatu kan?! Ngaku aja lo!"

"Scarlet, gue kesini baik baik. Dan gue cuma mau ngajak kerjasama. Udah itu aja. Gue bahkan ga tahu klo ternyata lo tang punya perusahaan ini." Jelas Renji.

"Lo mau ganggu gue lagi?!"

"Gini deh! Perusahaan lo lagi down kan? Nah, gue mau ngajak kerjasama. Kalo lo ga mau, perusahaan lo bakal bangkut!", lanjut Renji.

Scarlet berpikir sejenak. Ia tahu persis pwrusahaannya kini tengah diambang kehancuran.  Bila tidak ada kerjasama, maka ancamannya semua karyawan akan kena imbasnya.

"Baiklah, gue mau kerjasama sama perusahaan lo."

"Bagus! Keputusan yang bijak!"

"Tapi gue ada syarat!"

"Syarat apaan? Ini cuma bisnis mbak!"

"Denger! Gue ga mau masalah bisnis dikaikan sama masalah pribadi! Gue paling anti sama kegituan!", jelas Scarlet.

Renji berpikir sejenak.
"Baiklah! Gue setuju!"

"Deal?", Scarlet mengulurkan tangannya.

"Gue deal!", Renji tersenyum puas membalas jabatan tangan Scarlet.

Setelah perbincangan bisnis itu, Renji dan Scarlet berpisah menuju tempat kerjanya masing-masing.

Sorry singkat ya readers
Lanjut...





You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Scarlet in Deep SilhouetteWhere stories live. Discover now