tujuh

24 2 0
                                    

Scarlet tidak bisa berkata apa apa lagi.
Ia tidak mau menghabiskan tenaga untuk hal hal yang tidak ia suka. Ia memilih untuk diam dan membuang muka keluar jendela sembari menyilangkan tangannya didadanya.

"Sorry", ucap Renji sekali lagi

"Oke! Gue maafin lo. Tapi sorry gue ga bisa bantu lo lain kali."

"Lah, kok gtu?"

"Lah, situ siapa maksa?"

"Ya bukan gitu? Maksud gue, kalo nyokap gue nanya lagi, gue jawab apa?"

"Ya mana gue tau, itu urusan lo!"

Renji langsung mematung. Tak bisa memaksakan kehendaknya pada Scarlet. Suasana di dalam mobil mendadak hening. Tak ada yang membuka suara.

Langit mulai mendung, rintik hujan mulai berjatuhan. Scarlet tidak ingin berlama-lama bersama laki laki itu.

"Sorry Udah kelar. Gue masih ada tugas. ", kata-kata terakhir Scarlet sebelum akhirnya ia meninggalkan Renji sendiri.

Dapur Restoran

"Scar! Lo darimana aja?"

"Dari luar"

"Yaudh, ehhh Scar! Kaki lo bengkak! Sepertinya nambah parah deh, rumah sakit aja!" Saran Vina, salah satu rekan kerjanya.

"Oiya, lo bener juga Vin, yaudah gue ijin sama manager ya, gue mau check up dulu."

"Oke, gue sampein kok"

"Thanks ya Vin, oiya tolong bilang ke Nina gue hari ini ga bisa balik bareng dia."

"Shiapp!"

"Ok gue duluan"

Scarlet langsung pulang dan singgah kerumah sakit terlebih dahulu.

Rumah Scarlet

Scarlet masuk rumah dengan kaki terpincang

"Non, kakinya kenapa?"

"Gapapa bi, yaudh aku keatas dulu, tolong siapin makan ya bi"

"Siap non"

Scarlet berjalan menuju kamarnya. Kini kakinya yang sudah terbalut kain itu membuatnya sulit untuk mengakses banyak tempat. Selain itu, ia juga harus cuti beberapa waktu untuk memulihkan kondisinya.
Sangat membosankan! Scarlet memutuskan untuk menghubungi Nina.

"Ponsel gue dimana?", Scarler berusaha mencari benda hitam pipih yang selalu ia bawa kemana mana.

"Masa ia jatuh sih? Atau ketinggalan di tempat kerja?", Scarlet masih terus mencari ponselnya itu.

"Krinnggg...krinngggg...", suara telfon rumah berdering.

"Bi, tolong angkat telfonnya bi", panggil Scarlet dari lantai atas.

"Ia non. (Ceklekk) halo, dengan kediaman nona Scarlet Fanning, ada yang bisa saya bantu?"

"Halo, saya Nina, bisa bicara dengan Scarlet?"

"Siapa bi?", tanya Scarlet keluar kamar dan melihat ke bawah.

"Ini non, mbak Nina, katanya mau bicara sama non"

"Oh, tunggu ya bi"

"Iya non. Kalo begitu saya ke dapur dulu non",

Scarlet mengangguk.

"Halo, kenapa Ni?"

"Scar, gue mau ngasitau lo sesuatu. Tapi jangan marah ya."

"Kenaoa emang?"
"Jadi gini, Steven nelfon gue tadi.  Dia nanya soal lo ke gue. Gue ga bisa bohong. Dia nanya alamat lo..."

"Lo ngasitahu?", potong Scarlet.

"Ii..iiyaa, sorry ya Scar, gue ga bisa bohong. Yaa you know me so well lah, gue anaknya ga bisa bohong"

"Haduhh, yaudah terserah deh. Oiya, Ni ponsel gue hilang nih. Tadi di restoran lo nemu ponsel gak?"

"Pantes dihubungi ga masuk. Jatuh dimana?"

"Gatau nih, gue kemana mana kan selalu bawa ponsel gue"

"Sorry Scar, gue kurang tahu. Besok gue bantu nyari lagi deh di restoran, manatau ketemu."

"Ok, thanks ya"

"Iya iya, yaudah gue tutup ya. Nyak gue manggil"

"Okk"

-tit-tit-tit-

Scarlet kembali ke kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya. Begitu melelahkan hari ini.

-Di tempat lain-

Renji sampai di parkiran apartemennya. Ia hendak melepaskan seatbeltnya...

"Lah, ini ponsel siapa?", tanyanya sembari memungut benda pipih tersebut.

"Mati. Yaudah, gue charge  aja dulu, ntar kalo udah on, gue bisa balikin ke orangnya.", batin Renji sembari keluar dari mobilnya dan memasuki apartemennya.




Sorry upnya setengah, ada sedikit kesalahan teknis😓

Vote comment and follow author yaa😄😄😉

Scarlet in Deep SilhouetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang