2 - Oma Cantik

666 122 36
                                    

Suasana SMA Pelita sudah nampak sedikit sepi. Para siswa sudah membubarkan diri lima menit yang lalu. Kini hanya tersisa segelintir siswa yang mungkin sedang malas-malasnya untuk berpulang. Dan, sebagian siswa yang tengah melaksanakan ekskul.

Suara gaduh yang berasal dari lapangan bola basket membuat beberapa siswa menghampiri lapangan. Jangan salah, karena hari ini, tepat diadakannya ekskul bola basket. Pantas saja, banyak siswa yang menonton. Apalagi jika bukan untuk cari perhatian pada siswa lelaki yang memiliki kadar ketampanan yang lebih dari rata-rata.

Berbeda dengan Jelita. Ia kini tengah membereskan buku-bukun, untuk segera berlalu dari sekolah tercintanya. Rasanya Jelita ingin buru-buru menyapa bantal dan guling di kamar. Badannya cukup letih.

Dengan segenap hati dan keyakinan, Jelita melangkahkan kaki keluar kelasnya. Menghampiri Lusi yang tengah mengobrol dengan seorang lelaki. Seperkian detik Jelita mengernyit melihat lelaki yang nampak tak asing di matanya.

"Lus, pulang." Jelita menepak pundak Lusi pelan. Lalu,melirik lelaki di hadapan Lusi. Jelita ingat sekarang, lelaki itu ketua OSIS di sekolahnya. Ah, Jelita tau saat perkenalan ospek.

Lusi melirik ke arah Jelita sedetik, lalu kembali melirik lawan bicaranya tadi. "Iya, bentar."

Jelita pun manut saja. Lalu, memerhatikan interaksi antara Lusi dengan seseorang dihadapannya.

"Lusi, jangan lupa data-Nya kamu langsung kasih ke saya aja," tutur lelaki ber-nametag Wirawan Zarya.

"Oke, siap Kak Wira," jawab Lusi. "Emang persami-Nya kapan, Kak?" lanjut Lusi bertanya.

"Minggu depan, sekalian pengenalan seluruh Ekskul ke anak-anak kelas sepuluh juga," jawabnya lugas.

Lusi mengangguk-angguk mengerti. "Oh, oke."

"Kalau begitu saya duluan."

Usai Wira pergi, Lusi pun mengajak Jelita untuk pulang. Karena urusannya dengan Pak ketos itu sudah usai.

Mereka menyusuri koridor yang sepi itu dengan diiringi obrolan dan canda tawa pastinya. Karena mereka tidak suka kesunyian. Apalagi Jelita yang cerewet jika dekat dengan orang-orang yang ia kenali.

"Lus, emang mau persami, ya?" tanya Jelita memastikan.

Lusi mengangguk. "He'em, lo ikut ya, Lit."

Jelita nampak berfikir sebentar sebelum menyahuti. "Gak tau, wajib emang ya?"

"Iya, acaranya khusus buat kita kelas sepuluh. Kakel juga ikut sih, tapi yang mau aja, katanya," sahut Lusi.

"Yaudah, aku bilang Opa sama Oma dulu deh. Soalnya aku belum pernah ikut kek ginian," tutur Jelita memutuskan.

"Oke. Gue harap lo ikut," ucap Lusi sembari merangkul pundak Jelita.

Mereka berjalan dengan ceria. Seolah dunia milik berdua saja, yang lain penyet. Begitulah bila sudah asik berdua, ya ... apa-apa, susah senang juga berdua. Ketawa-ketiwi juga berdua. Tak memedulikan orang sekitar.

Sampailah mereka di area parkir sekolah. Berbeda dengan Lusi yang membawa kendaraan berupa sepeda motor, Jelita hanya membawa sebuah sepeda saja. Bukan tak mampu membeli, hanya saja ia tidak bisa untuk mengendarainya.

Lagi pula, sepeda-Nya ini adalah hadiah ulang tahun dari Opa-Nya tahun lalu. Dan, Jelita sangat menyayangi sepeda yang ia sering panggil Cherry ini.

"Aku duluan ya, Lus," ucap Jelita yang sudah siap di atas jok sepeda-Nya.

"Eh, barengan dong," tutur Lusi langsung.

"Aku ke toko Oma dulu," jawabnya.

Lusi mengangguk mengerti. "Yaudah, nanti aku main ke rumah Oma, deh."

JELITA [Revisi]Where stories live. Discover now