Chapter 0

53 4 0
                                    

Brakk!!!!!
Gebrakan meja yang keras membuat suasana kelas yang mulanya gaduh menjadi hening seketika. Semua mata tertuju pada sepasang siswa dan siswi di meja paling depan.

"Apa mau mu hah?" Tanya siswi itu dengan mata mendelik tajam, yang diajak bicara hanya mampu meneguk ludah kasar dan berkata.

"Ma-maaf." Tangannya terus digerakkan di depan dadanya tanda menyerah.

Siswi itu hanya mendengus kesal dan pergi dari kelas dengan tatapan heran dari semua teman-teman yang berada disana.

Ini bukan kali pertama siswi itu marah, ia sempat beberapa kali marah karena hal-hal sepele. Namun, cara dirinya marah tidak bisa dianggap sepele. Semua teman-temannya baik itu kalangan perempuan maupun laki-laki, tidak ada yang berani melawannya ataupun berbicara pada saat dia marah.

Hiwatari Yurie adalah siswi terpandai seangkatan. Ia sangat populer di kalangan guru-guru, tidak ada satupun guru yang tidak mengenal dirinya. Jika hanya sekilas melihat, ia terlihat seperti gadis pada umumnya. Ia polos, ramah, sopan, dan pintar.

Tapi lain halnya ketika dibelakang para guru. Ia tidak suka diganggu maupun asal bicara padanya. Semua ucapan Yurie itu mutlak, tidak bisa dibantah. Ia mempunyai sikap keras, tidak peduli, konsisten, dan sedikit bicara banyak bertindak.

"Yurie apa kamu tahu gambar ini?" Tanya Natsuki dengan memperlihatkan gambar yang terlihat ambigu. Sebuah terong diantara buah tomat.

"Percuma kau bersekolah selama bertahun-tahun, jika gambar mu sendiri kau tidak tahu itu apa." Tatapan tajam dan tangan mengepal kuat mengiringi ucapan dingin Yurie.

"Ah... Anu.. em, aku memang bodoh. Tidak seperti dirimu yang pintar. Maaf." Ucap Natsuki dengan gelagat yang dibuat-buat.

Yurie kembali membaca buku yang ada di tangannya.

"Yurie, kau tidak ikut ke kantin? Ini sudah jam istirahat." Tanya teman wanita yang bernama Makoto.

'aku tahu.' ucapnya dalam hati, "Em... Nanti saja aku menyusul kalian. Aku belum selesai mencatat."

"Baiklah, kami pergi dulu." Ucapnya dengan melambaikan tangannya.

Sejujurnya Yurei tidak pernah serius menganggap mereka adalah teman-temannya. Mereka tidak lebih dari teman sekelas.

Teman-teman sekelas dengan dirinya adalah siswa siswi yang terkenal karena pembuat masalah. Sering kali mereka keluar masuk ruang BK. Para siswa dari kelas lain sering menjuluki kelas Yurie sebagai kelas busuk, kelas paling brengs*k.

Yurie yang merasa salah satu siswa dari kelas itu hanya bisa diam, dan tidak berbuat apa-apa. Yang terpenting itu mereka, bukan dirinya. Kadangkala Yurie merasa kesal, karena ia adalah bagian dari kelas terburuk seangkatan.

Mereka semua bodoh.

Yurie pov

Tap tap tap
Aku menoleh kearah orang yang dengan sengaja menginjakan sepatu di lantai yang baru saja aku pel.

Aku memberi isyarat dengan tatapan ingin membunuh. Sedangkan orang itu hanya menggaruk kepalanya yang sangat mungkin tidak gatal. Ia menyeringai seperti orang gila, dengan baju seragam cukup ketat yang ia keluarkan dari celananya. Tanpa dasi, rambut yang acak-acakan, kalung hitam yang melingkar dilehernya. Celana sekolah yang sengaja ia robek. Cihh, tidak kurang dan tidak lebih terlihat seperti gembel yang kutemui dipasar.
Ia berbalik dan membuka sepatunya.

Bagus.

Sejujurnya aku tidak akrab dengannya. Mungkin selama ini aku berbicara padanya bisa dihitung dengan jari. Ia adalah siswa pertama yang bertengkar denganku ketika aku masih kelas 1.

Aku tidak bisa membayangkannya. Saat itu jam sekolah sudah selesai, hanya ada aku, Kai dan Kuro siswa yang ku ceritakan. Aku bertengkar dengannya, sambil memukul pintu yang ada disampingnya. Aku sengaja tidak mengenainya, jika aku mengenainya bisa saja dia melaporkan ku kepada orang tuanya, dan aku pasti kena getahnya.

*Di Desa Wisteria*

15 tahun yang lalu.

Seorang anak lelaki dengan bakat langka mencoba untuk melatih kemampuanya dengan setumpuk sampah.

Whoossss

Api merah pekat membakar tumpukan sampah itu dengan cepat dan tak tersisa.

"Bagus Rey, kau sudah mampu mengendalikan api itu dengan tanganmu." Ucap seorang kakek sambil mengulas senyum tulus.

"Akh, itu dia! Si anak terkutuk!" Seru seseorang dari belakang.

Rey menoleh dan berlari bersama sang kakek. Sekelompok orang yang tergabung dalam anggota party terus mengejar Rey dan kakeknya.

Kimuza Rey adalah anak dari Kimuza Tanos seorang penjahat dengan kemampuan api merahnya. Ia pernah membantai dan membakar sebuah desa tanpa alasan. Banyak yang menderita saat peristiwa itu. Hingga kini, peristiwa itu terus membekas di hati masyarakat. Mereka berpendapat jika Rey akan melakukan hal yang sama.

Ibunda Rey meninggal saat melahirkan nya. Rey sempat frustasi karena ia memang anak yang sudah dikutuk. Kini, hanya kakeknya lah satu-satunya orang yang ia punya, yang menyayanginya dan merawatnya selama ini.

Rey akan melakukan apapun untuk sang kakek, bahkan jika sang kakek meminta nyawanya mungkin Rey dengan senang hati memberikannya.

"Akhh..." Kaki kecil Rey tersandung akar pohon yang mencuat dari tanah. Sementara orang-orang yang mengejarnya semakin mendekat.

"Rey, lari lah! Biar kakek yang mengurus ini." Perintah kakeknya.

"Lalu kakek?"

"Kakek akan menghadang mereka, pergilah ke tempat yang pernah kakek tunjukan."

"Ta-tapi." Air mata Rey berhasil keluar. Bibirnya bergetar.

"Kakek akan menyusulmu." Pinta sang Kakek mengambil ancang-ancang untuk menyerang.

Sreettt
Sebuah belati kecil mengenai tangan sang kakek, saat belati itu mencoba mengenai wajah Rey. Darah sang kakek terciprat di samping bibir mungil Rey.

"Aku berhasil merobek mulutnya." Teriak seseorang yang melempar belati.

"Kau akan menghambat kakek menyerang mereka."

Dengan sangat berat hati, Rey berlari meninggalkan sang kakek. Kakeknya adalah orang yang sangat hebat, Rey sangat mempercayai kakeknya. Kakeknya tidak akan melanggar ucapannya untuk menyusulnya.

'kakek pasti bisa' Rey terus mengucapkan kalimat itu dalam hatinya.

*Dihari yang sama*

"Beginilah jika ada yang berani menentang perintahku dan menyembunyikan iblis api."

"Hm?" Suara itu membuat Rey gelisah kalimat terakhirnya benar-benar mengarah padanya. Atau jangan-jangan.

Rey berjalan mengendap-endap ke alun-alun desa. Matanya terbelalak melihat tumpukan kayu kering yang tersulut api. Ia berusaha melihatnya dengan jelas.

Nafasnya serasa berhenti. Ia tak sanggup berkata-kata. Air matanya sudah bercucuran deras. Giginya menggertak menahan amarah.

"Ka-kakek."

'teruslah hidup.'

Desiran angin hangat menerbangkan helaian rambut hitam dan melewati telinganya. Dibarengi dengan sorak gembira serta kobaran besar dari api yang membakar tubuh tua renta yang terikat di tengah-tengah tumpukan kayu.

Rey meninggalkan desa dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

"Sekali lagi, kehancuran kalian sudah dekat."

___0____

Hii semua
Gimana ceritanya? Membosankan?
Maaf ya.
Cuman ngisi waktu dirumah aja.

I Found You (Ice And Fire)Where stories live. Discover now