17. Akan Sangat Merindukanmu

1.5K 284 147
                                    

Tanggal 17 di kalender bulan ini baru saja Seokmin lingkari. Kalender bergambar bunga matahari. Tidak terasa. Mengintip 2 bulan lalu, Jisoo pertama kali tiba di rumahnya pada tanggal 27 bulan Mei. Sekarang sudah bulan Juli. Sudah hampir 2 bulan lamanya Jisoo bertahan di rumah Seokmin. Kini waktu yang tersisa hanyalah 10 hari.

Seokmin menjatuhkan spidol berwarna merah yang baru saja dipakainya untuk melingkari kalender. Jatuh ke lantai, menggiling cepat dan akhirnya berhenti saat bertabrakan dengan ponsel genggam Seokmin yang terletak di samping alas tidur. Benda persegi itu berhasil menarik perhatian Seokmin. Mengambilnya, mengecek isinya. Bukan untuk memeriksa notifikasi. Namun malah membuka galeri foto. Potret Jisoo yang sedang belajar menanam ginseng terdapat banyak di dalam sana.

Seperti seorang gadis desa, Jisoo mengenakan kaus polos dan celana pendek. Memakai sepatu boots kebesaran milik Seokmin. Juga memakai topi demi melindungi wajahnya yang putih dari teriknya sinar matahari pagi. Jisoo berjongkok di tengah kebun. Menanam ginseng. Berteriak begitu bertemu dengan cacing. Lari terbirit menyumpahi si cacing. Badannya menggelinjang geli dengan bibir yang menukik ke bawah. Seokmin terkekeh kecil mengingatnya.

Saat itu, akibat tawa Seokmin yang jelas sedang meledek, Jisoo marah hingga merajuk masuk ke dalam kamar. Baru berdamai setelah dibujuk dengan sebatang cokelat yang Seokmin belikan sepulang berdagang. Tapi tidak dihabiskan sendiri. Jisoo membaginya menjadi 2. Dikembalikan ke Seokmin. Menyantapnya berdua selagi menikmati tontonan kartun di sore hari.

Cukup. Seokmin mengunci ponsel genggamnya. Melempar dan mendarat tepat di atas bantal. Ada hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan daripada memandangi foto abstrak Jisoo seperti tadi. Sekarang sudah jam 8. Waktunya untuk menyiapkan hidangan makan malam.

Keluar dari kamar, tanpa menduga bahwa Jisoo telah berdiri tepat di depan pintu. Sambil mengangkat tangan. Jelas hendak mengetuk pintu. Keduanya sama-sama terkejut.

"Apa?" tanya Seokmin bernada sinis.

Wajah terkejut Jisoo drastis berubah menjadi cemberut. Menukik bibir ke bawah. Memegangi perutnya yang kempis. "Aku lapar..."

Seokmin menghela napas. Jalan. Bahkan masih sempat-sempatnya menabrakkan bahu ke Jisoo saat berjalan melewati. "Kamu yang perempuan. Harusnya kamu yang menyiapkan makanan."

Bergegas Jisoo menyusul di belakang. "Tadi aku sudah coba. Tapi begitu buka kulkas, tidak ada lauk sama sekali. Aku jadi bingung hendak memasak apa."

Telur gulung, sawi rebus, kimchi, nasi. Hidangan sederhana namun Seokmin dan Jisoo amat lahap menyantapnya. Selain karena memang perut mereka yang kelaparan, namun juga karena nasi yang mereka santap masih hangat dan kenyal. Sangat enak. Begitu sedap bahkan meski tanpa lauk sekalipun. Saking lahapnya, Seokmin harus berdiri lagi untuk mengambil nasi tambahan. Jisoo pun heboh ikut mengambil nasi.

"Orangtuamu... Apa dimakamkan di dekat sini?" Jisoo bertanya dengan hati-hati. Ia tahu pertanyaan ini terlalu sensitif. Jisoo juga tahu bahwa posisinya belum bisa dibenarkan untuk mengajukan pertanyaan ini. Belum bisa dibenarkan, karena Jisoo merasa bahwa mereka berdua belum terlalu dekat hingga diwajarkan untuk bertanya hal-hal sensitif.

Untuk menjawabnya, karena mulut Seokmin telah dipenuhi oleh nasi, ia merasa cukup dengan menganggukkan kepala. Jisoo pun turut mengangguk usai menangkap jawaban ini. "Berjalan kaki dari sini sebentar, juga sampai," ujar Seokmin, usai menelan segelas air putih.

"Eoh? Sedekat itu, kah? Bagaimana kalau kita ke sana?"

Kening Seokmin mengerut. Menatap Jisoo penuh tanda tanya di atas kepala. "Untuk apa?"

 "Untuk apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Princess Without A Palace (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang