16. Sudah Berdamai

1.5K 280 221
                                    

"Temanku sewaktu SMA. Tinggal di Korea hanya 3 tahun, karena mengikuti orangtuanya bertugas. Begitu lulus dia langsung kembali ke Inggris. Tapi sebelum berangkat, dia sempat menyatakan perasaan kepadaku. Aku pikir hubungan jarak jauh akan sangat sulit dijalani. Apalagi jika aku terima, kami tidak sempat melakukan apa-apa. Aku tidak mau. Aku ingin menjalani hubungan yang normal. Seperti perempuan lainnya. Menghabiskan akhir pekan dengan kekasih. Jalan-jalan ke tempat indah hanya berdua. Dan kami tidak akan pernah bisa melakukannya karena jarak. Memikirkannya saja aku tidak sanggup.

"Tapi setelah kejadian di bandar udara itu, hubungan kami semakin dekat. Setiap hari memberi kabar masing-masing. Sudah seperti memiliki hubungan lebih. Padahal aku tolak. Lucu, ya? Aku pikir begitu dia selesai kuliah di sana, akan langsung kembali ke Korea lalu kami menjalin hubungan lebih dari sekadar teman. Ternyata orangtuanya melarang dan memintanya tetap berkarir di sana hingga sekarang.

"Kalau ditanya apa alasanku bertahan sendirian sampai berada di umur 28 tahun, kurasa kamu sudah tahu apa jawabannya. Aku menunggu dia. Sejak awal orangtuaku membujuk agar memperkenalkan pasangan, sebenarnya aku sudah mengatakan ini. Tapi dia tidak pernah memiliki celah untuk kembali ke Korea. Dia juga tahu kalau kita berdua akan tinggal bersama selama 2 bulan. Dia sempat marah dan memintaku kabur. Tapi itu tidak mungkin. Aku tidak mau berada di atas panggung sayembara itu lagi. Sangat memalukan. Sampai kami bertengkar beberapa hari. Tapi akhirnya dia meminta maaf dan berusaha lebih keras lagi agar bisa kembali ke Korea."

Seokmin menutup kedua mata. Rapat, hingga tidak ada setitik cahaya pun yang dapat ia lihat. Seluruh ucapan Jisoo terekam jelas dalam ingatannya. Bahkan suara gadis itu seperti terus berdengung di gendang telinganya. Termasuk ekspresi Jisoo. Bagaimana raut wajah bahagianya, begitu mengetahui kabar kedatangan Chwe Hansol di Korea. Matanya berbinar terang, layaknya bulan yang bersinar di malam purnama.

Sesaat setelah kisah lama Jisoo telah diungkap, Seokmin hanya sanggup mengajukan satu pertanyaan. "Kalian masih saling mencintai?"

Mata Jisoo yang terang dibuat mengerjap beberapa kali. Seolah berusaha menyadarkan Lee Seokmin. Bukankah kedatangan Hansol memang harapan mereka berdua? Akhirnya Jisoo mendapat celah bagaimana cara membatalkan rencana pernikahan mereka. Harusnya Seokmin ikut bersorak bahagia. Namun pada kenyataannya, hanya Jisoo yang bersorak begitu sang pujaan hati benar-benar telah kembali ke Korea hanya untuk menyelamatkannya dari perjodohan konyol. Seokmin malah mematung. Kehabisan kata-kata.

Jisoo nampak tersipu malu. Sedikit menyembunyikan wajah di balik kedua lutut. Bahkan berpaling ke arah lain, asalkan tidak membalas tatapan mata Seokmin. Ke arah pintu utama. Anggukan yang ia buat sangatlah pelan. Tapi jawaban itu sudah lebih dari jelas bagi Lee Seokmin. "Orangtuanya menantang. Boleh kembali ke Korea asalkan mendapat pekerjaan yang posisinya lebih tinggi. Sebab itulah aku mengatakan kepadamu kalau aku sudah menemukan cara membatalkan pernikahan kita. Tapi aku sungguh tidak menyangka kalau prosesnya akan secepat ini. Dia berhasil mendapat posisi manajer dalam hitungan hari. Padahal aku sempat ragu. Jadi selama menunggu dia datang, aku masih berkomunikasi dengan Mama untuk menelisik banyak kesempatan."

"Baiklah... Aku lega sekarang." Seokmin mengusap kedua paha sebelum berdiri dan beranjak dari sana. Menghela napas. Entah karena lega atau malah sebaliknya. "Aku sudah tidak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi, kan? Bagus. Kalau begitu aku masuk dulu. Kamu juga, beristirahatlah. Nanti kubuatkan makan malam spesial untuk merayakannya."

Tanpa menunggu jawaban Jisoo, Seokmin sudah menutup pintu kamarnya. Bahkan tidak biasanya Seokmin sampai mengunci kamar dari dalam. Mematikan lampu. Cahaya yang satu-satunya terdapat dalam kamar itu hanyalah pantulan lampu jalanan yang menelusup masuk dari kaca jendela.

Waktu berlalu sangat lambat. Tapi meski selambat apa pun, rasanya belum cukup untuk Seokmin mengurung diri dalam kegelapan. Hingga jam dinding menunjukkan pukul 8 malam, mau tidak mau, secara terpaksa, Seokmin keluar dari sarangnya. Senyuman merekah Jisoo menyambut di depan pintu.

The Princess Without A Palace (✓)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora