2. Sengaja Ingin Mengintip?

1.7K 284 134
                                    

Jisoo mengintip seluruh sisi. Depan, belakang, kiri, kanan. Aman. Sepi, karena sekarang masih pukul 3 sore. Mengandalkan ponsel genggamnya sebagai cermin dadakan, Jisoo memasang masker untuk menyembunyikan wajah. Tidak lupa juga ia mengenakan kacamata hitam dan topi. Sempurna sudah. Jisoo memanjatkan banyak doa sebelum turun dari mobil.

Di sisi lain, Seokmin terus mengumpat dalam hati. Kalau iseng menghitung, mungkin sudah lebih dari 10 menit waktu berlalu hanya untuk menunggu Jisoo turun dari mobil. Hendak melayangkan protes, gagal. Akhirnya gadis Hong itu mulai menunjukkan perkembangan dengan membuka pintu mobil.

Selama lebih dari sejam ia berada di dalam rumah mewah Keluarga Hong, selama itu pula Seokmin berusaha keras menahan emosi. Mengingat bahwa sekarang Seokmin sudah tidak berada di sana, ia jadi merasa bebas meluapkan amarah. Siapa suruh sedari tadi terus memancing emosi Seokmin melalui kata-kata kasar?

Keluar dari mobil, Seokmin berhasil dibuat geleng-geleng kepala oleh penampilan gadis berambut panjang itu. Jisoo berpenampilan layaknya hendak jalan-jalan ke luar negeri, berkat sepatu boots dan mantel panjang yang dikenakannya. Persis para idol wanita yang pamer kecantikan di bandar udara. Belum lagi penampakan koper yang dibawanya. Sangat besar. Biarlah. Seokmin tidak mau ambil pusing lagi. Ditinggalkannya Jisoo dengan mendatangi halte. Duduk di sana. Menunggu kedatangan bus yang akan mengantar mereka berdua ke terminal menuju Pocheon.

Bersama koper yang sangat besar, Jisoo melangkah dengan susah payah. Jelas sedang kesulitan menaiki trotoar. Tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan. Sayangnya Seokmin bukanlah seorang pria yang peka. Di balik masker dan kacamata hitam, Jisoo harus merengut dengan wajah masam terlebih dulu baru didatanginya.

"Kamu hanya menginap selama 2 bulan, bukan untuk pindah selamanya. Kenapa kopermu bisa sebesar ini, sih?" Akhirnya Seokmin meluapkan omelan terhadap Jisoo. Bahkan Seokmin yang sudah sangat terbiasa dengan pekerjaan berat pun sedikit kesulitan saat berusaha mengangkat koper Jisoo untuk menaiki trotoar. "Oh astaga... Memangnya kamu bawa apa, hng? Batu keramik? Batako?"

Jisoo belum juga memudarkan wajah merengutnya. Meski tertutupi oleh masker dan kacamata hitam, Seokmin masih bisa menangkapnya. Beberapa kerutan menyembul di beberapa celah yang terbuka. "Isinya pakaian, stok skincare, sepatu, hairdryer, dan..."

"Untuk apa hairdryer?" tanya Seokmin. Dan tanpa menunggu jawaban, ia meninggalkan Jisoo begitu saja. Kembali duduk di halte.

"Ya untuk mengeringkan rambut, lah!" Jisoo segera menarik kopernya sendiri untuk mengikuti langkah kaki Seokmin. Duduk tepat di samping pemuda berhidung mancung itu. "Katamu di sana tinggal sendirian. Itu artinya kamu tidak mungkin punya peralatan wanita seperti skincare, hairdryer dan catokan rambut. Iya, kan? Buktinya kulitmu saja sampai kecokelatan seperti itu. Pasti karena tidak pernah memakai sunblock saat bekerja."

Seokmin tidak berminat untuk menjawab. Malah memalingkan wajah, memperhatikan mobil yang berlalu lalang. Jisoo kesal bukan main. Baru kali ini ada orang yang berani mengabaikannya. Tapi sebenarnya, juga sedikit merasa bersalah. Sadar betul. Seokmin tidak tahu apa-apa mengenai sayembara cinta yang diadakan oleh kedua orangtuanya. Datang hanya untuk mempromosikan dagangan. Malah terjadi hal seperti ini.

"Hmm... Seok. Maaf, ya?" Jisoo akhirnya berhasil menarik perhatian Seokmin agar menoleh. Beruntung halte yang menjadi tempat mereka bernaung dari teriknya matahari sore sedang sepi. Hanya ada mereka berdua, dengan seorang kakek yang duduk di sisi terujung halte. Sibuk membaca koran. "Terima kasih juga atas bantuannya. Kalau tidak kamu bantu, pasti aku akan dinikahkan minggu depan. Oh ya Tuhan... Orangtuaku itu kalau sudah berkehendak pasti ada saja cara-cara aneh demi mengabulkannya."

Karena merasa tidak ada yang perlu ia tanggapi, Seokmin lebih memilih diam. Cukup menganggukkan kepala sebagai jawaban atas permintaan maaf Jisoo. Sebenarnya ia sendiri pun tidak mengerti kenapa mau membantu Jisoo. Hanya merasa kasihan, karena sedikit banyak ia mendengar inti masalahnya. Waktu perkenalan akan sangat singkat jika Jisoo memilih salah satu pria yang mendaftarkan diri dalam acara sayembara. Sungguh wajar jika akhirnya Jisoo memilih berlaku nekat dengan secara acak menunjuk penonton yang datang.

The Princess Without A Palace (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang