Bab 19: Duka

Mulai dari awal
                                    

Telinga Netta seperti dihantam dengungan yang sangat kuat dan keras. Tuduhan Ahsan bukan hanya ngawur, tetapi juga kelewatan! Mana yang katanya mau mendengar penjelasannya? Baru satu kalimat terucap, dia sudah dituduh aneka macam. Menyebalkan!

Cewek itu bangkit dan menarik lengan Ahsan. "Papa keluar aja. Netta enggak mau ngomong sama Papa!"

"Kenapa?"

"Percuma ngomong! Papa enggak mau dengar!" Netta masih berusaha menarik papanya agar berdiri.

Akhirnya, pria itu mengalah dan bergerak keluar kamar.

"Netta?"

Pintu kamar pun ditutup dan dikunci rapat-rapat. Menyisakan Netta yang kini melanjutkan tangisnya keras-keras.

***

Netta terbangun dari tidurnya dengan wajah kusut masai. Matanya nyaris tak bisa dibuka karena menangis semalaman. Ya Tuhan, hancur sekali wajahnya pagi ini.

Cewek itu menyelinap ke kamar mandi dengan tergesa. Berharap tak perlu bertemu Ahsan yang biasanya menggunakan kamar mandi dalam. Tak biasanya Netta menggunakan concealer untuk riasan. Warna merah di kelopak dan bagian bawah matanya sangat mengganggu. Kompres hangat yang diberikan tak mampu meredakan bengkak.

Agak tergesa, Netta memasukkan tugas menggambar gedung kampus ke tas. Untung saja dia sudah menyelesaikannya sebelum mengerjakan nirmana transformasi. Jika tidak, dia harus bersiap terkena potong nilai oleh dosen.

Ponsel menunjukkan pukul 6.05. Saatnya berangkat.

Sama seperti kemarin, dia terlalu malas untuk menyetir. Baru saja dia membuka aplikasi ojek daring, tiba-tiba suara bel terdengar. Netta tak bisa menyembunyikan keheranan terhadap tamu yang datang pagi-pagi itu.

Belum sempat dia keluar kamar, terdengar suara Ahsan bicara di kejauhan. Oh, mungkin koleganya. Kebetulan, dengan begini Netta bisa langsung kabur tanpa perlu ditanya macam-macam. Pokoknya, semua notifikasi WhatsApp akan diamatikan. Ahsan tidak akan bisa melihat kapan terakhir dia daring. Netta sudah berencana pulang cepat dan langsung tidur saja.

Baru saja dia hendak menekan tombol order, suara Ahsan terdengar memanggil namanya.

"Netta! Ada temanmu."

Jantung cewek itu seperti lepas dari tempatnya. Netta tergesa mengunci lalu memasukkan gawai ke saku celana. Tangan kanannya menyambar tas kuliah dan juga tabung tugas.

Netta khawatir Ray nekat kembali datang dan justru menimbulkan pertikaian lebih dahsyat dengan Papa. Langkahnya dipercepat ketika akhirnya dia tiba di ruang tamu.

"Aru?"

Netta tak bisa memercayai pandangannya sendiri. Cowok berkaca mata itu mengenakan kemeja rapi seperti biasa. Di bahu kanannya, tercangklong tabung tugas.

"Pagi, Netta. Aku mau mengantarkan tugasmu yang kemarin ditaruh di kos Ray."

Netta tak bisa berkata apa-apa. Bagaimana Aru sampai bisa di sini? Lebih mengherankan lagi, bagaimana cara Aru bicara dengan Ahsan hingga papanya itu bisa menanggapi dengan senyum ceria.

Aru menyerahkan tugas nirmana yang baru saja dikeluarkan dari tabung.

"Eh, makasih."

"Taruh aja dulu di kamar, setelah itu kita ke kampus bareng. Boleh, 'kan, Om? Saya bawa helm dua. Pulangnya juga bisa saya antar kalau memang diizinkan."

Netta bisa langsung sadar bahwa Ahsan tampak menyelidiki motor macam apa yang digunakan Aru. Motor Aru memang lebih sederhana daripada motor Ray. Namun, harus diakui bahwa motor Aru juga bertipe motor sport yang gagah.

[CAMPUS COUPLE] Shireishou - EyenomalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang