CHAPTER 10 - Peramal

55 14 0
                                    

TAK terasa hari sudah semakin gelap. Kagura yang sedari tadi mengelilingi festival bersama Zen terlihat asik mendatangi satu persatu stan.

Sesudah mereka nonton film di layar tancap, Kagura tidak ingin langsung pulang. Dia masih ingin berkeliling karena ada banyak tempat yang belum di explore.

Dan di sinilah Kagura disalah satu stan yang katanya bisa meramal seseorang. Dia tidak sengaja menguping pembicaraan mengenai stan ini dari orang-orang yang ada di pohon sakura.

Sepertinya menarik...

"Selamat datang," sapa si peramal sembari tersenyum. "Kalian ingin diramal mengenai apa? Jodoh? Keberuntungan?"

Kagura memainkan dagu, "hmm, aku ingin tau soal keberuntunganku." sahut Kagura cepat.

Peramal tersebut manggut-manggut sambil memegangi bola kristalnya. Zen yang melihat ekspresi penuh penghayatan dari peramal itu langsung bergidik ngeri.

Apakah ramal-ramalan ini aman dan terjamin?

"Oh astaga," peramal itu tiba-tiba melotot, dia menunjuk Kagura dengan lipatan kipas merah yang ada di dekatnya.

"Berhati-hatilah! Keberuntunganmu tidak terlalu bagus untuk tahun ini, kamu akan menghadapi bahaya yang cukup mengkhawatirkan,"

Peramal tersebut mendengus keras. "Ada baiknya untuk menghindari seseorang yang membawa dampak buruk seperti penyihir atau mungkin pemburu iblis...."

Hening. Ucapan peramal itu membuat Kagura menoleh cepat ke arah Zen. Pria jangkung yang berdiri di sebelah Kagura hanya bisa mengerutkan kening seolah tidak setuju.

Omong kosong apa ini?!

"Apa-apaan, kau sedang mengarang hah? Jangan menakutinya!!" Zen mengetus.

Peramal itu mendelik, "bagaimana bisa aku berbohong? Aku bicara apa adanya sesuai dengan ramalan bola kristal. Kalau tidak suka kamu pergi saja dari sini!" balasnya.

Zen tertawa sinis, "baiklah kalau begitu," desisnya sembari memegang tangan Kagura. Dia hendak membawa Kagura pergi dari stan ini.

"Ayo kita pergi, jangan percaya pada omong kosong belaka," ketusnya dingin. "Dia hanya menipu dirimu dengan perkataan yang tidak jelas."

Glek

Kagura sangat yakin bahwa peramal di belakangnya tersulut emosi. Ia refleks menelan ludah karena atmosfer yang ada di sekitar mereka berubah jadi mencekam.

Oh tidak, Zen ini kenapa suka sekali mencari masalah?!

"Omong kosong belaka?"

Peramal tersebut tertawa. "Apa kau sungguh menganggapku begitu? Bukankah kau seperti ini karena merasa kesal dengan fakta yang aku ucapkan?"

Kemudian peramal itu melirik Kagura dengan sorot tenang, dia menghendikkan kedua bahunya.

"Itu semua karena kamu pemburu iblis," sang peramal menudung. "Kamu membawa gadis ini dalam bahaya ... kalian berdua tidak cocok jika disandingkan,"

Seringai remeh milik peramal itu membuat Zen geram.

"Kamu dan teman sekelompokmu itu sebaiknya menjauh saja dari rakyat biasa. Kalian tidak tau ya bahwa kemana pun kalian pergi pasti ada iblis yang mengikuti jalanmu?"

Peramal itu menodong Zen dengan kipas merahnya. "Iblis yang kamu hadapi bisa saja menyerang atau justru membunuhnya...." ia menambahkan.

Hening. Kagura tidak bisa berkata-kata lagi selain melirik Zen yang sedang mengepal kedua tangannya kuat-kuat. Pasti dia marah sekali.

Sebenarnya apa sih yang terjadi di sini? Kenapa jadi begini?

"Kalau kamu masih punya akal sehat sebaiknya menjauh saja," si peramal mengoceh lagi. "Itu pilihan yang tepat kan? Bahkan kamu sendiri pasti tau."

Zen mendesis pelan dan ingin membalas peramal itu, namun Kagura buru-buru menahan lengannya sembari menarik pria tersebut agar pergi dengannya.

Sebelum itu, Kagura menyempatkan diri untuk membungkuk hormat ke arah si peramal.

"Terimakasih dan maaf, aku permisi dulu ya." pamitnya.

Kagura tidak melihat lagi bagaimana reaksi peramal tadi. Dia sibuk membawa Zen pergi dari sana agar suasana hati pria itu membaik, Kagura jadi agak takut.

Kedua tangannya sedari tadi gemetaran.

"Sudahlah ja-jangan dipusingkan," Kagura menghela nafas. "Jangan mencari keributan yang tidak perlu."

Lagi dan lagi. Kagura bisa melihat raut sendu yang Zen tunjukkan meskipun hanya sekilas, ia menghentikkan langkah kakinya saat Zen menarik lengan yukata Kagura.

Sorot mata Zen membuat Kagura tercekat.

"Maaf,"

Zen menunduk. "Ucapan peramal itu benar-adanya, aku memang pemburu iblis yang hina. Toh aku membawa bencana untukmu dan melibatkan bahaya seperti kemarin,"

Kemudian Zen beralih untuk memegang kedua pundak Kagura, pria bertubuh jangkung itu mulai menatap Kagura dengan sorot mata yang sulit untuk dimengerti.

Kagura merasa dadanya sesak bukan main.

"Karena besok aku akan pergi, sepertinya kamu akan baik-baik saja," Zen tertawa hambar. "Syukurlah...." gumamnya.

Tangan Zen terangkat untuk mengelus rambut Kagura, dia tersenyum manis seraya mengulurkan tangan ke arah Kagura yang masih terdiam.

Zen sedikit membungkukkan badannya.

"Ayo kita pulang ke rumah, sekarang sudah malam loh."

Mungkin bagi orang lain ajakan seperti ini pasti terasa menyenangkan. Namun Kagura berbeda, malam ini adalah hari terakhirnya dia bisa bertemu dengan Zen.

Padahal mereka baru bertemu kemarin, tapi sekarang Kagura harus berpisah dengan Zen?

Entah kenapa kedua kaki Kagura terasa sangat berat untuk melangkah pergi dari sini.

Entah kenapa kedua kaki Kagura terasa sangat berat untuk melangkah pergi dari sini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[3] KAGURA : "Aishiteru"✔Where stories live. Discover now