CHAPTER 5 - Tentang Kita

73 14 0
                                    

"Kau baik-baik saja?"

PERTANYAAN itu membuat Kagura tersenyum tipis. Dia menatap Haru yang saat ini berada di hadapannya sembari menghela nafas panjang.

"Iya, aku tidak apa-apa," sahut Kagura pelan. "Terimakasih atas bantuanmu tadi ... maaf karena aku merepotkanmu."

Haru langsung menggelengkan kepalanya, "aku tidak merasa dirugikan kok. Setidaknya kamu baik-baik saja sekarang dan hal itu sudah sangat cukup berarti bagiku,"

"Sebaiknya aku pergi sekarang karena ada urusan dengan master, jaga dirimu baik-baik ya." Haru mengingatkan.

Kagura mengangguk sambil melambaikan tangan ke arah Haru yang sudah berbalik pergi dari hadapannya. Kagura menghela nafas panjang lalu menundukkan kepala.

Hari ini melelahkan sekali.

Ucapan Zen tadi di pasar masih terngiang-ngiang...

“Aku akan pergi secepat mungkin dari sini, itu yang aku maksud.”

Kagura tidak tau kapan 'secepat mungkin' yang Zen maksud tadi. Apakah besok, lusa, seminggu lagi atau justru hari ini?

Kata-kata itu tidak punya kepastian yang jelas.

"Aku berharap apa sih?" gumam Kagura seperti orang bodoh, dia sampai kepikiran begini hanya karena satu orang asing.

Lagipula Zen baru ia temui hari ini. Bagaimana bisa Kagura malah—

"Hei,"

Suara berat itu membuat Kagura mendongak. Dia tercekat ketika melihat Zen datang mendekatinya dengan membawa tentengan tas berisi sayuran serta daging.

Zen tersenyum lebar. "Aku sudah membeli daging dan tambahan sayur nih. Oh iya, kenapa kamu masih diam di sini? Kenapa belum masuk ke rumah?"

"Udaranya semakin dingin loh, memang kamu mau jatuh sakit?!" tanya Zen galak.

Kagura enggan untuk menyahut. Iris mata berwarna hazel miliknya jatuh ke sebuah noda darah yang masih menempel di pipi Zen.

"Kagura?" panggil Zen keheranan. "Kamu ini kenapa diam terus? Aku kan mau—"

Sret

Pertanyaan Zen terputus saat Kagura mengusap pipi kotor Zen dengan ibu jarinya. Melihat kedua mata Kagura yang berkaca-kaca membuat Zen merasa bersalah. Sungguh.

Kenapa dia sampai begini sih?

Sesudah melakukan itu, Kagura masih saja membisu. Dia langsung berjalan melewati Zen menuju ke minka yang akan ia tinggali untuk seterusnya.

Zen mengikuti Kagura dari belakang, "kamu kenapa? Aku tidak mengerti padahal aku baik-baik saja setelah melawan iblis tadi, aku tidak terluka kok!"

"Coba jelaskan agar aku tidak bingung," Zen frustasi. "Aku merasa bersalah kalau kamu seperti ini! Bukankah kamu bisa memberitahu alasannya?" ia bertanya.

Zen memutuskan untuk menahan lengan Kagura ketika gadis itu berdiri di depan pintu. Zen menelan ludah seusai menyadari bahwa tubuh Kagura bergetar.

Kenapa dia malah—

"Aku khawatir!"

Kagura berbalik untuk menatap Zen, sorot matanya menajam seolah menahan kesal.

"Apakah kamu berharap aku lega karena kamu kuat? Ingin aku tetap tenang setelah kamu sudah membunuh semua iblis itu?" tanya Kagura sewot.

Gadis tersebut menutup wajahnya. "Semua itu tetaplah kejadian yang mengerikan bagiku, aku takut bencana akan terjadi lagi jika kamu pergi dari sini,"

Ekspresi Zen berubah, ia tercekat setelah mendengar pengakuan Kagura barusan. Tubuh Zen membeku saat Kagura mendekat lalu menyenderkan kepalanya di dada pria itu.

Kagura memukul pelan tubuh Zen untuk melampiaskan emosi. Perasaan Kagura benar-benar campur aduk ketika Zen hanya termangu.

"Aku benci ... aku membenci semua yang terjadi hari ini ... sangat benci!"

• • •

Ugh, jam berapa sekarang?

Kagura mengerutkan kening sembari membuka kedua matanya yang terasa berat. Tiba-tiba dia termenung saat melihat langit-langit ruang tamu.

Kenapa Kagura bisa di sini?

"Kamu sudah bangun?"

Suara familiar itu membuat Kagura menoleh, dia melihat sosok Zen datang dengan membawa segelas coklat panas ke arahnya.

Zen menghela nafas, "kamu bangun terlalu cepat. Tidur lagi saja karena sekarang masih malam." ia menyuruh.

Kagura mengabaikan ucapan Zen barusan. Dia bangun dari posisi tidurnya lalu menoleh kanan-kiri untuk memperhatikan sekitar.

Loh, kenapa rumah jadi rapi begini?

"Apa yang terjadi padaku?" tanya Kagura bingung. "Kenapa juga rumah mendadak rapi padahal tadi sore masih berantakan...."

Cibiran Zen terdengar, "kamu menangis dan pingsan saat kita mengobrol di depan rumah. Sepertinya kamu sedang sakit deh," ia memberitahu.

Hening. Kagura shock bukan main setelah Zen bicara seperti itu padanya. Wajah mungil milik Kagura seketika merah padam seperti tomat.

Astaga!!

"Dan rumah sudah aku rapikan agar kamu bisa beristirahat dengan baik," jelas Zen lagi. "Sepertinya kondisimu sangat buruk,"

Kemudian Zen maju mendekat untuk menatap Kagura lebih jelas. Pria bertubuh tinggi tegap itu membuat Kagura menahan nafas.

Kenapa dia begini sih?

"Kagura, kebetulan juga ada yang mau aku bahas denganmu. Ini masalah serius." nada suara Zen mendingin.

Gadis keturunan Jepang yang ada di hadapan Zen hanya bisa mengatupkan bibir, dia mengangkat sebelah alis sembari menggaruk tengkuk lehernya.

"Te-tentang apa?"

Zen tersenyum tipis seraya menyampirkan helai rambut Kagura ke belakang telinga. Perlakuan sederhana itu sukses membuat Kagura terpaku.

Rasanya seperti disihir...

"Aku ingin membicarakan tentang 'kita', boleh kan?" tanya Zen.

"Aku ingin membicarakan tentang 'kita', boleh kan?" tanya Zen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[3] KAGURA : "Aishiteru"✔Where stories live. Discover now