Qarira Nur El-Bakri

Start bij het begin
                                    

Aku meringis lagi. Berusaha bangkit. Tubuhku oleng tak mampu berdiri tegak. Disaat aku terhuyung dan sebelum jatuh untuk yang kedua kalinya, laki-laki itu dengan sigap menangkap tubuhku seperti adegan film-film romantis.

"Sepertinya kamu mengalami kram di kaki, maaf, aku harus menggendongmu! Maafkan aku!"

Sebelum aku menjawab, laki-laki itu langsung menggendongku tanpa permisi lagi. Aku malu sekali tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kakiku benar-benar sakit dan tak bisa digerakkan.

Aku tak berani memandang laki-laki itu. Seorang pria muda tampan kini menggendongku. Apa kata orang jika mereka melihat ini? Untung saja pagi itu masih sepi.

"Untuk beberapa hari kamu nggak boleh olahraga dulu, apalagi lari-lari. Berbahaya buat kakimu. Mungkin saja ada syaraf yang tegang. Jangan melakukan aktivitas yang berat yang melibatkan kakimu. Kamu bisa memijatnya pelan atau mengompresnya dengan air hangat, supaya syaraf itu bisa kendor lagi," ucap laki-laki itu setiba di rumah menatapku dengan sorot matanya yang tegas. Aku hanya mengangguk pelan dan tak berani menatapnya. Hembusan napasnya menyapu wajahku yang mulai memerah.

"Ngomong-ngomong nama saya Yusuf. Saya harus pergi sekarang."

"Terima kasih banyak," jawabku gugup menatap punggung laki-laki itu pergi menjauh.

Semenjak saat itu aku tak pernah lagi melihat malaikat tampan penolong itu hingga pada suatu hari kami dipertemukan kembali.

Hari sudah menjelang sore. Aku baru saja pulang dari mengajar. Seperti biasa aku berjalan kaki menuju rumah dan saat melewati alun-alun Saadallah al-jabiri, sesuatu terjadi.

BUUUMMM

Suara ledakan keras terdengar. Kelompok oposisi kembali melakukan serangan terhadap pemerintah. Sudah sejak beberapa pekan ini, terjadi serangan besar-besaran, bom bunuh diri dan bom mobil selalu menghiasi berita siaran-siaran radio dan surat kabar.

Korban bergelimpangan. Beberapa bangunan runtuh. Aku berlari berusaha menyelamatkan diri. Tubuhku kotor penuh debu.

"Tolong ... tolong!" teriakan minta tolong terdengar di mana-mana. Aku berusaha menolong salah satu dari mereka yang tertimbun bangunan runtuh. Darah berceceran di mana-mana. Warga sipil kembali menjadi korban.

"Aku akan datang dan segera menolongmu!" teriakku lantang walau badanku sudah gemetaran menahan rasa takut. Mataku sudah sembab dengan airmata. Sudah hampir tiap hari aku menyaksikan kejadian seperti ini, begitu kejam mereka.

Aku menarik salah satu dari mereka dengan sekuat tenaga.

"Tunggu disini, aku akan menolong yang lain!"

Aku berjalan terseok-seok. Mataku perih. Mukaku basah dengan air mata. Tubuhku bersimbah darah dan debu. Kutajamkan lagi pendengaran dan mataku, berusaha mencari yang lain.

"Aku disiniii ... tolong akuuu!"

Aku melihat sebuah tangan menggapai-gapai lemah. Perlahan kuangkat pelan-pelan reruntuhan dinding itu. Seorang wanita tua. Aku menarik pelan dan membopong wanita tua itu. Dari kejauhan terdengar lengkingan suara sirine mobil Ambulan.

Aku melambai-lambaikan tangan berharap seseorang dari mobil Ambulan itu menghampiri. Sekelebat bayangan terlihat di antara debu dan asap.

"Hey! Apa yang kau lakukan disini?"

Aku menoleh. Suara itu tak asing baginya.

"Yusuf, tolong ibu ini! Dia sepertinya terluka. Aku baru saja pulang dari bekerja dan kebetulan lewat sini."

"Jangan khawatir aku bisa mengatasinya!"

Aku mengangguk pelan dan tersenyum. Meski pandangan saat itu terhalang asap dan debu, tapi satu yang aku tahu, ini adalah takdir Allah.

Sejak saat itu aku sering bertemu dengan Yusuf. Menghabiskan waktu bersama, sekedar untuk teman mengobrol, berolahraga atau  hanya berjalan-jalan. Hidupku berubah seketika tatkala Yusuf melamarnya.

"Jannah, lihatlah malam ini. Bulan dan bintang begitu indah. Allah memasangkan mereka untuk saling melengkapi. Bulan yang besar menyinari bumi, dihiasi bintang - bintang kecil yang berkerlap-kerlip. Sungguh megah ciptaan-Nya," ucap Yusuf menatapku penuh arti.

"Maha Besar Allah dengan segala ciptaan-Nya!" Aku menerawang ke langit.

"Begitulah Allah, menciptakan alam dan isinya saling berpasangan. Jannah, sudah empat bulan kita bersama. Dan ini adalah takdirNya. Aku yakin, kamulah yang aku cari selama ini. Wanita shalehah yang aku impikan. Aku tahu ini mungkin terlalu cepat untukmu, tapi aku tak mau kehilangan kamu. Cintaku hanya padamu, cinta seperti aku mencintai ibuku dan Agamaku. Dan hari ini, dengan menyebut nama Allah dan Muhammad Saw ... maukah kau menjadi istriku, Jannah?"

"Demi Allah Yusuf, ya ... ya aku mau!"

Aku memeluk Yusuf. Airmataku berlinang. Rasa bahagia itu menyelimuti hatiku. Yusuf mengecup keningku lembut. Aku taak pernah menyangka kalau Yusuf adalah separuh jiwaku yang dikirim Allah untukku. Aku bersyukur ... bersujud atas semua yang diberikan-Nya.

Itulah Yusuf, suamiku tercinta. "Jannah" begitu Yusuf memanggilku yang berarti "surga". Hanya dia satu-satunya yang memanggilku "Jannah", malaikat tampan belahan jiwaku.


❤❤❤❤

Cast Qarira

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Cast Qarira

Cast Yusuf 😄

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Cast Yusuf 😄

POV= point of view/sudut pandang

Hallo semuanya...

Baper ga ama Part 2 ini?

Udah ada yang jatuh cinta dengan sosok Yusuf?😄

Kalau kamu rajin vote dan komen, mungkin update bisa lebih cepat yah, karena aku bakal lebih semangat lagi.

Jangan lupa di share ke temen2 kamu yah, kali aja mereka juga suka dengan tema romance religi ini.

Oh iya, buat cast diatas, itu hanya keHALUan penulis aja🤭😂 ada yang kenal mereka?

Have a nice day❤

Wassalam🙏

DS. Yadi

SUJUD CINTA DI KOTA BERLIN (Completed)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu