Bagian 1 : Kenangan Mati Lampu

En başından başla
                                    

Aku duduk di depan pagar rumah sendirian. Abang ada keperluan, mungkin menyusul pacarnya di gang rumah atau hal yang lain. Sedangkan Bunda sudah bersama kumpulannya, mungkin ngrumpi.

Dari kejauhan terdengar suara orang berlari dan berhenti di depanku.

Ini siapa? Postur tubuhnya seperti Bang Ilham? Tapi mukanya remang-remang.

"Dek, Bunda mana?" Ternyata benar Bang Ilham.

"Nggak tahu, ngrumpi kayaknya. Abang kenapa deh?"

"Kalau gitu, tolong temenin temen Abang ya di belakang, Abang kebelet nih, udah di ujung."

"Ih Abang! Yaudah sana ke kamar mandiii!!"

"Dam! Sini ya sama adekku!" teriak Abang ke arah belakangnya lalu berlari masuk ke dalam rumah.

Dam? Pacar Abang yang dibilang Bunda mau dateng tadi?

"Ara ya?" Suara laki-laki mengagetkanku.

"Eh, iya. Kakak temennya Abang?"

"Iya," jawabnya lalu duduk di sampingku.

"Eh, ayo masuk dulu, Kak, jangan duduk di emperan gini," ucapku dengan berdiri.

"Di sini aja, enak suasananya. Sini duduk lagi," ucapnya.

Aku pun duduk kembali. "Aku kira tadi pacarnya Abang yang dateng, Kak," ucapku lalu terkekeh.

Kudengar dia juga sama terkekeh pelan. Aku jadi penasaran bagaimana wajahnya.

"Kok bisa mikir gitu?"

"Soalnya, tadi kata Bunda, temen spesial Abang yang dateng, yakan aku mikirnya pacar. Tapi kalau dipikir-pikir lagi emang kayaknya Abangku jomblo, salahnya dia juga sih, udah jelek, ngeselin lagi," ucapku tanpa sadar menyerocos panjang lebar tentang Abangku. "Ohiya, nama Kakak siapa?"

"Panggil aja Adam."

"Ohhhh, Kak Adam. Kuliah atau kerja?" tanyaku lalu meluruskan kaki ke depan.

"Aku kuliah sambil kerja."

"Oh, berarti S2 ya sekarang?"

"Iya."

Aku mendengus. "Huh, Kakak emangnya nggak capek mikir apa? Tapi hebat sih bisa lanjut ke S2, nggak kayak Abang aku tu, udah males mikir katanya mau lanjut ke S2. Aku juga sih, lagi aja semester 5 udah nyut-nyutan kepala."

"Emangnya kenapa?"

"Revisian mulu, sebel. Udah gitu tadi aku lagi revisi nih ya, eh lampu mati, laptopku ikut mati soalnya nggak ada baterainya, jadi harus nyolok terus. Aku mau minjem laptop Abang nggak dikasih, disuruh ngajarin aku juga nggak mau. Ngeselin banget."

Dia tertawa. "Kayaknya kamu sayang banget ya ke Abangmu?"

"Nggak! Dia itu nyebelin banget! Ohiya, Kak. Kakak asalnya dari Jawa ya? Soalnya udah kelihatan dari namanya, Adam Jawa. Hehe."

"Itu asammn," tegurnya dan kami tertawa.

Dan selanjutnya, kami banyak mengobrol, tapi kurasa aku yang terlalu mendominasi, memang sih aku agak cerewet kata Abangku, dan dia lebih banyak diam mendengarkan namun juga memerhatikan.

Entah kenapa di pertemuan pertama ini aku sudah merasa akrab.

Andai punya abang yang spesiesnya kayak gini. Pasti nyenengin.

"Kamu ngomongin Abang ya?" Abang tiba-tiba datang dari dalam rumah.

"Iya, biar tahu kalau Abang itu udah jelek, ngeselin lagi. Lagian lama banget sih? Situ kebelet apa bangun candi?" tanyaku membuat Kak Adam tertawa dan berdiri. Hal itu membuatku melihat ke arahnya yang terlihat samar.

"Kenapa, Kak? Aku nggak lagi kasih lelucon loh?" tanyaku heran. Tiba-tiba listrik menyala dan lampu hidup kembali.

"ANJIR!" seruku reflek kaget saat dengan jelas melihat Kak Adam lalu menutup mulut.

Eh, keceplosan bego!

Aku melirik ke arah Abangku yang ekspresinya seperti sudah menduga reaksiku akan bagaimana, dan dugaannya benar.

Wajah Kak Adam benar-benar tampan menurut versiku! Tubuhnya tinggi tapi tidak terlalu tinggi dengan paduan yang proposional, dan gayanya kasual tapi cool.

Dia memakai kemeja flanel yang tidak dikancingkan dan lengannya digulung  seperempatnya. Di tangan kirinya, ia memakai jam tangan warna hitam dengan tali berbahan karet.

"Kenapa, Ra?" tanya Kak Adam yang aku gelengi dengan keras masih dengan menutup mulut.

ANJIR! GANTENG BAT NJIR!

---

HOLAAA!
Aku lagi pengen bikin cerita yang komedi romantis nih. Hasil kegabutan di masa lockdown wkwk.
Semoga sukaaa!

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin