9

2.9K 234 35
                                        

Sudah tiga hari ardi tak mengonsumsi obat obatan yang harus ardi konsumsi, apa orang tuanya sudah benar benar lupa kalau dirinya tidak boleh melewatkan obatnya, ardi sadar harga obat obatan selama ini ia konsumsi itu sangat mahal belum lagi terapi yang ia jalani setiap bulanya, kalau boleh memilih ardi tidak mau mempunyai tubuh seperti ini, seandainya dulu ia tidak mengalami kecelakaan sudah pasti ia sehat seperti ardo tak merepotkan orang terdekatnya dan dia bisa bicara selayaknya orang orang.

Pintu kamar ardi terbuka menampilkan narti dengan nampan yang berisi semangkuk air hangat dan handuk untuk mengompres"mas ardi kalau bisa tidur? Tidur aja ya"

Ardi menggeleng pelan, mana bisa ia tidur dengan seluruh tubuh seperti di tusuk ribuan jarum, narti saja melihat keadaan ardi sekarang tak tega, kenapa orang tuanya sendiri sampai tega melantarkan anak seperti ardi"ibu beliin obat ya, ibu nggak tega melihat mas ardi kayak gini"

Ardi hanya menggeleng pelan, ia tidak mau merepotkan narti lagi, sudah cukup ardi merepotkan narti selama ini apalagi saat sakit, narti akan menjaganya sepanjang hari sampai ia sembuh total

"saya telfon nyonya winda ya?"narti sudah tau jawaban ardi dan tentunya ardi tidak mau sampai winda tau keadaanya seperti ini

Narti benar benar tak tau harus gimana di bawa ke rumah sakit tidak mau dan majikanya semuanya tengah pergi menghadiri sebuah acara di rumah hanya ada dirinya, satpam dan ardi.

Ardi membuka matanya, ia mendengar narti terisak, lagi lagi ia membuat narti menangis"bu....."panggil ardi pelan

Narti segera menghapus air matanya"kenapa? Mas ardi butuh sesuatu"

Ardi hanya menatap narti dengan tatapan sayunya, ia hanya ingin mengatakan kalau narti tidak boleh sedih karena dirinya namun tangan begitu pemas untuk mengisyaratkan"ja..ngan..uhuk..uhuk....angis....uhuk..uhuk"lehernya terasa di cekik padahal hanya berkata seperti itu, ia meringkuk tangan menarik rambutnya agar rasa sakit di kepalanya berkurang"uhuk..uhukk"kini nasal canula yang sedari tadi bertender rapi di hidung mancungnya terlepas membuat nafasnya semakin berat.

Narti bingung melihat kondisi ardi yang semakin memprihatinkan, ia membenarkan letak nasal canulanya agar ardi bernafas lebih mudah"saya harus gimana mas, hiks hiks saya nggak tega melihat mas ardi kayak gini"

Dengan terpaksa narti menghubungi salah satu majikan itu jalan satu satunya, tak lama kemudian majikanya mengangkat telfonya

"........"

"ini bu, hiks mas ardi keadaanya memburuk hiks hiks karena nggak minum obat, mau saya bawa ke rumah sakit mas ardinya nggak mau, bu cika pulang sekarang ya dan belikan obatnya mas ardi, maaf saya sudah lancang bicara seperti ini"

"......"

Tutt...

Narti mengelus rambut ardi agar ardi lebih tenang, ia bersyukur kini anak majikanya lebih tenang walau ia tau ardi tengah menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya"bentar lagi ayah sama bunda pulang, mas ardi tahan ya jangan tidur"

Ardi hanya mengangguk pelan

Setelah menunggu sekitar satu jam akhirnya gibran dan cika pulang, cika kalut saat mendengar ardi keadaanya semakin menurun, sebenarnya cika tau kalau ardi tengah sakit namun ia tak tau kalau ardi sampai separah ini.

Gibran langsung memeriksa kondisi vital ardi, setelah selesai memeriksa ardi, ia langsung mememasangkan infus ke tangan ardi tak lupa ia menyuntikan cairan obat khusus ke dalam infus"bibi boleh istirahat"

"tapi tuan.."

"bik saya mohon, bibi kembali ke kamar dan istirahat"perintah gibran sekali lagi

Narti hanya mengangguk pasrah, ia kembali ke kamarpun pasti akan kepikaran anak majikanya itu jadi percumah saja ia ke kamar namun ia harus menuruti perintah majikanya kalau tidak ia bisa terancam di pecat.

"bran, ardi nggak papakan"

"hanya telat minum obat, makanya kayak gini"

Keadaan ardi bahkan sekarat karena tak meminum obatnya tapi gibran dengan entengnya bilang hanya? Entahlah apa yang di pikirkan gibran author pun tidak tau

Cika menatap sendu ardi yang sudah tidur terlelap"aku nyesel ninggalin ardi sendirian di rumah dan seandainya kemarin aku langsung belikan obat pasti ardi nggak kayak gini"

"udah kamu nggak usah merasa bersalah kayak gitu, toh ardi sekarang udah nggak papa kok, sekarang kita balik ke kamar yuk"

"enggak, aku tidur di sini aja, nanti kalau ardi bangun butuh sesuatu dan nggak ada orang gimana?"

"ardi udah aku injeksi obat tidur jadi nggak bakal kebangun, kawatir boleh tapi nggak usah berlebihan, kamu juga butuh istirahat"

"kalau kamu pengen tidur di kamar yaudah balik aja, aku tetep mau tidur di sini"

Gibran menghembuskan nafas kasar"terserah kamu deh"

Keesokan harinya ardi terbangun pukul 09.30 dengan keadaan tubuh jauh lebih baik dari semalam, rasa pusing dan sakit di perutnya sudah lebih baik, bahkan kini tubuhnya lebih segar setelah melakukan ritual mandi.

"eh udah bangun ternyata, gimana udah lebih baik"

Ardi mengangguk pelan, tanganya sibuk mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk berwarna putih, setelah di rasa sudah sedikit kering ardi melangkah mendekati cika yang duduk di pinggiran tempat tidurnya.

"bunda nggak ngajar?"tanya ardi menggunakan bahasa isyarat

Cika tersenyum, mengelus rambut ardi yang masih sedikit basah itu"hari ini bunda nggak ada kelas, makanya bunda nggak ngajar, sekarang kamu makan ya"

Ardi mengangguk pelan

"mau bunda suapin"

Ardi tersenyum memerkan gigi putih nan ratanya, lalu mengangguk setuju ia sudah lama tak di suapi cika, sudah pasti ia langsung menyetujuinya saat cika menawarkan kalau mau menyuapinya.

Cika menatap sendu anak ke duanya, tubuhnya sangat kurus seperti seorang menderita gizi buruk saja (cika aja yang lebay sebenarnya nggak kurus kurus amat🤣) tak seperti anak pertamanya yang bertubuh kekar seperti gibran sekarang, ibaratnya ardi sekarang gibran dulu yang tengah berjuang melawan penyakitnya, wajahnya pun mengingatkan gibran saat masa SMA dulu.

Jemari ardi memainkan boneka mickey mouse lusuhnya, kebiasaanya dari dulu kalau sedang diam pasti jemarinya tak akan diam memainkan mickey mouse lusuh itu.

"itu bonekanya waktunya di cuci udah lusuh banget"ujar cika melihat jemari ardi yang tak diam memainkan boneka

Sontak saja ardi langsung menggeleng keras, sampai rasa pusing yang awalnya sudah tak terasa kembali menghujami kepalanya, tanganya memegang kepalanya yang berdenyut sakit.

Cika yang kawatir langsung buru buru menaruh mangkuk berisi bubur tadi di atas nakas"kenapa? Pusing lagi?"

Ardi mengangguk pelan

Cika membelai rambut ardi yang mulai kering itu dengan usapan lembutnya"pusing pergi ya jangan siksa kepala ardi, gimana udah baikan"ujar cika seperti berbicara dengan anak TK.

Ardi tersenyum lalu mengangguk pelan, tubuh ardi merengkuh cika, dan cika langsung membalas pelukan ardi dan mengelus surai ardi pelan"jangan sakit lagi ya, bunda nggak suka"

Ardi hanya mengangguk.

why I'm different Where stories live. Discover now