Pulang

18.7K 1.5K 62
                                    

"Kau yakin mereka akan percaya?" tanya Wawan saat berada di depan rumahnya.

"Tak ada salahnya mencoba, kan? Lagi pula, lihat kita!"

Wawan melihat Retno, lantas melihat pantulan dirinya sendiri di kaca. "Ada dua Retno!"

Retno tertawa. "Sekarang, Retno yang di kaca adalah kau—Wawan."

Wawan mengusap-usap wajahnya, menyurai rambut gondrong yang berbeda dengan rambut belah tengahnya.

"Ret, boleh bertanya?"

"Hem, apa?"

"Kenapa kau masih jomlo dengan wajah seperti ini?"

"Sialan, kau!" umpat Retno lalu menekan bel rumah Wawan.

Retno tahu, walau Wawan terlihat tertawa karena berhasil mengejeknya, dalam hatinya dia masih bersedih.

Tak mudah bagi Retno meyakinkan Wawan untuk menjalankan rencananya ini, karena saat sudah masuk ke tubuh Retno, Wawan tak bisa memilih keluar kembali seenaknya selain menunggu waktunya mati lagi, atau bunuh diri, tetapi dia lebih takut dengan ancaman neraka jika bunduh diri, jadilah dia tak bisa mundur lagi, dan mengikuti rencana Retno.

"Satu pertanyaan sebelum kita bertemu ayah dan ibuku!"

Retno menghela napas. "Apa? Awas kalau kau cuma mau mengejekku lagi!"

Dia tersenyum, lantas berucap, "Kenapa tidak kau saja yang kembali ke tubuhmu? Bisa, kan? Konsep kita sekarang sama saja dengan mati suri!"

Terdengar langkah kaki berjalan mendekat ke arah pintu dari dalam rumah.

"Karena aku sudah terikat janji saat di telaga larangan," jawab Retno singkat.

Pintu dibuka, di hadapan Retno dan Wawan yang sudah berada dalam tubuh Retno, terlihat seorang wanita yang seumuran dengan ibunya Retno.

Kening wanita bernama Rima mengerut, melihat ada dua Retno di hadapannya. Dia mengucek kedua matanya, lalu melihat kembali untuk memastikan tak salah lihat, tetapi tetap terlihat dua Retno.

"Retno, kamu ada kembaran? Lalu di mana Wawan? Kenapa dia gak bilang kalau hari ini mau pulang?"

Wawan terdiam mendengar pertanyaan terakhir ibunya, karena pada dasarnya dia memang tak bisa kembali sebagai Wawan lagi, hanya jasadnya yang akan tiba beberapa saat lagi.

"Retno gak ada kembaran, Mah, Mamah pun tahu benar hal itu!" jawab Wawan.

"Maksudnya? Jadi ... siapa yang mirip denganmu ini?" Tunjuk Bu Rima ke Ratno yang asli. "Lalu kenapa ... cara bicaramu seperti Wawan?"

Ya, walau Retno juga sudah sangat dekat dengan ibunya Wawan, dia tak pernah memanggilnya dengan panggilan mamah seperti Wawan.

"Karena dia Wawan, Tante, dan saya Retnk yang asli."

Bu Rima menatap kembali ke arah mereka berdua. "Kalian bercanda?”

Wawan menggeleng. "Aku benaran Wawan, Mah!"

Bu Rima mengurut keningnya dengan tangan kanan, lantas mundur dengan langkah sempoyongan, beruntung di belakangnya muncul ayah Wawan yang sigap menangkap tubuh istrinya.

"Kenapa, Bu?" tanya ayah Wawan sambil melihat istrinya.

"Ibu enggak tahu, Yah! Coba tanya mereka!" Tunjuk Bu Rima ke arah Retno dan Wawan.

Sama dengan ibunya, sang ayah mengerutkan dahi melihat dua wujud yang sama di hadapannya.

"Retno ada kembaran?"

Kembali Retno dan Wawan menggeleng, dan meminta izin masuk dahulu untuk menjelaskan semuanya.

Meski dalam keadaan bingung, ayah dan ibu Wawan mempersilakan mereka masuk dan berbicara di ruang tamu.

DESA SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang