Orang Limun

19.2K 1.8K 55
                                    

Sakit, itu yang terasa kala jiwa terlepas dari raga, seperti yang Retno alami, tetapi itu tak dapat dihindari, apalagi sudah garisan takdirnya, semua pasti mengalami, hanya masalah waktu kapan itu terjadi.

Retno mengerjapkan matanya kala dia tersadar, mencari objek yang dapat dia kenali, tetapi hanya ruang kosong berwarna putih seperti tanpa ujung yang dia dapati, ingatannya saat bertemu pertama kali dengan bapaknya terlintas kembali.

"Tempat ini?"

"Ya, ini tempat di mana kau bertemu kembali dengan bapakmu, Kelana."

"Siapa itu?"

"Kami saudaramu kini!" seru sosok yang berbeda lagi dengan suara lebih lembut dari yang sebelumnya.

Retno mencoba bangkit, tetapi tubuhnya masih terasa lemas tak berdaya, seperti bayi yang baru dilahirkan, ya, memang seperti bayi yang baru lahir, Retno terbaring tanpa sehelai benang pun di badannya.

Sosok-sosok yang bicara akhirnya menampakkan wujud di hadapan Rento, bukan hanya dua, tetapi ada tiga sosok lainnya yang berpakaian gamis serba putih dengan sorban melingkar di kepala mereka.

"S-s-siapa kalian? Tempat apa ini ... sebenarnya?"

"Kami para petinggi Kota Padang 12, 'Lima Dewan Kota' yang menjaga dan mengatur semua yang ada di dalam maupun sekitar kota Padang 12, dan kau kini berada di alam antara, tempat persinggahan setelah kematian," jelas sosok yang berdiri di tengah, sosok yang berbicara pertama kali tadi.

"M-m-maksud, Anda?"

"Setiap manusia yang mati, mereka singgah ke alam ini terlebih dahulu. Mereka diberi pilihan untuk lanjut ke alam selanjutnya, atau ingin kembali ke alam dunia untuk menyelesaikan hal yang masih mengganjal di hati mereka," jelas sosok yang bersuara lembut. "Arwah penasaran adalah mereka yang memilih pilihan kedua."

"Kamu sudah mati sebagai manusia, karena itu kamu ada di sini, berbeda saat bapakmu membawamu ke alam ini, itu murni kekuatannya saja, dan kamu baru saja terlahir kembali sebagai 'orang limun', itu karena kamu keturunan dari Kelana," timpal sosok yang tubuhnya lebih besar dari yang lain.

Retno teringat akan cerita ibunya tentang bapaknya yang ditemukan mati di kaki Gunung Palung.

"Apa sama seperti Bapak saya dulu? Jasad manusianya mati, dan dia menjadi orang limun seutuhnya?"

"Berbeda, dari awal bapakmu adalah orang limun, soal jasadnya yang dikuburkan adalah hasil rekayasa sahabatnya—Fajar, agar ibumu tak menunggunya berlarut-larut," ucap sosok yang yang bertubuh besar lagi.

"Jadi itu yang sebenarnya terjadi," gumam Retno.

"Selamat datang, dan selamat bergabung kembali ke tempat yang memang seharusnya di mana kau berada," ucap sosok yang berada di tengah, sosok yang merupakan pemimpin di antara mereka.

Retno tidak tahu harus bagaimana, harus senang atau sedih? Senang karena dia kembali hidup, walau dalam wujud berbeda dan alam yang berbeda, sedih karena berarti dia tak bisa hidup bersama ibunya lagi.

"Kenapa? Kau tidak senang?" tanya si pemimpin lagi.

"Aku ... apa boleh aku mengunjungi Ibuku untuk terakhir kalinya?"

"Tentu, tetapi setelahnya kau harus memenuhi kewajiban yang sudah kau sepakati ketika berada di telaga larangan."

Retno tak heran jika mereka tahu, telaga larangan masih wilayah dalam pengawasan mereka.

"Baik," jawab Retno.

Si pemimpin duduk bersila di samping Retno, mengangkat tangan kanan yang menunjuk ke arah langit, melapalkan doa yang Retno tak ketahui, lantas menyentuh keningnya dengan tangan kanan tersebut.

DESA SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang